Dia
adalah sahabatku sejak MTs, kami bersekolah di MTsN Barabai. Namanya Luthvia
Azizah, ia dikenal pribadi yang sangat kalem dan cerdas. Tutur katanya tersusun
lembut. Oleh karenanya, ia sering menjuarai lomba sari tilawah Qur'an.
Kebersamaan kami singkat, saat MTs sering main basket bersama ikhwan akhwat
campur tapi pakaiannya tidak ketat sepertiku.
Setelah
lulus MTs, Azizah memutuskan untuk lanjut ke Pondok Pesantren di Jaro Tanjung,
dan teman main basket tim kami yang bernama Afifah juga memutuskan untuk
melanjutkan ke Pondok Pesantren Rakha, Amuntai. Hanya aku yang selalu gagal
untuk menimba ilmu di pondok, yang rencananya mau ke Darul Hijrah, Cindai Alus.
Tapi takdir berkata lain.
Kemudian,
kami bertemu di Kampus. Azizah mengikuti seminarku yang diadakan di IAIN
Antasari Banjarmasin. Dengan kejutan, dia memegang lenganku. "Vii...
Assalamualaikum." Ucapnya. Ketika itu aku kaget, "Azizah?".
Bukan karena apa-apa, tapi karena sekarang ia lebih bertumbuh dariku. Dulu aku
yang paling tinggi dan dapat shooting bola ke ring basket dengan jitu, tapi
sekarang aku seperti kerdil. Hehe..
"Main
basket lagi?" tanyanya meledek. Mungkin juga serius.
"Boleh..
Walaupun kalah tinggi." jawabku, singkat.
"MasyaAllah..
Pian berbeda dengan MTs dulu Vi. Oya ulun ada baca buku pian.. Luar biasa Vii..
Apalagi sekarang langsung lihat seminarnya." tambahnya.
"Iya,
bukunya yang luar biasa. Orangnya masih jelek akhlaknya, Zah."
Kami
pun bercerita panjang lebar tentang bagaimana studi masing-masing. Ia menceritakan
pengalamannya di pondok dan aku bercerita tentang bagaimana proses aku
berhijrah. Aku senang memperhatikan setiap tutur katanya yang lembut, santun
dan bersahaja. Apalagi saat dia tersenyum, giginya yang putih bersih menambah
pesonanya. MasyaAllah..
"Ngekost
dimana Zah?"
"Sementara
di asrama Kak."
"Oh
iya, oya jangan pakai kaka. Kita sekelas."
"Nggak
papa. Kan pian lebih tua dan sekarang sudah jadi kaka tingkat ulun."
"Jangan
Zah.. Jangaan.."
"Ndah...
Nggak mau. Maunya panggil kaka aja. Biar lebih menghormati bukan maksudnya
dituakan hehe.."
Aku
tersenyum sekaligus bangga. Sebegitu kah pondok pesantren mengajarkannya adab.
Aku semakin bangga berteman dengannya.
"Oya,
habis dari asrama nanti mau rencana kemana? Nginep sama Kak Ahim?" Kak
Ahim adalah kakaknya yang sempat jadi tokoh idola di MTs dulu karena karisnya
kesopanannya yang wahh..
"Rencana
mau mondok Kak. Di pondok Tahfizh KHADIJAH."
"ohh
itu, kemarin juga pernah kesana Zah. Sempet mau dites juga, tapi saat dengar
persyaratannya yang harus nginep disana. Jadinya, nggak jadi. Wahh, masyaAllah.
Memangnya nggak mau ikut organisasi gitu?"
"Entahlah..
Maunya ngafal Qur'an kak. Berat kesana. Organisasi juga pingin. Tapi lihatlah
nanti bagaimana."
Suatu
ketika, sahabatku, Azizah, dia sakit. Dokter bilang dia harus operasi, semua
kawan dekat menjenguknya dan mendoakan agar operasinya berjalan lancar, dan
alhamdulillah sekarang Azizah sehat wal afiat.
Beberapa
lama kemudian, saat Syeikh Nuruddin Marbu, pimpinan pondok Tafaqquh Fi Dien
berkunjung ke masjid Taqwa. Aku kembali bertemu dengan Azizah.
"Assalamualaikum,
sahabatku Azizah, Ukhtii.." sapaku hangat sambil memeluknya rindu.
"Waalaikumussalam
Kak Selvi.." balasnya sambil memelukku lebih erat. Kami memang telah lama
tidak bertemu, tak tahu kabar lagi, terakhir cuma memberi kabar kalau aku
pindah ke RPI Bunda Kurbanur, karena harus menjalankan amanah disana.
"Sama
siapa kesini Zah?" tanyaku. Kulihat wanita-wanita bercadar di dekatnya.
"Ini
sama Si Adek ini. Dia ngefans sama kaka. Sebenarnya ulun sudah dari tadi lihat
kaka. Cuma takut nyapa. Takut ganggu."
"Wahh..
Azizah.. Harus jawab apa ya. Oya kata Putri Padi, 'Seseorang itu jangan terlalu
dipuji, nanti berbahaya." candaku. Kami pun tersenyum kecil di dalam
masjid ketika ceramah telah usai.
"Sekarang
tinggal dimana Zah?"
"Di
asrama tahfizh Khadijah Kak."
"MasyaAllah..
Akhirnya kesampaian juga kesana ya. MasyaAllah... Moga dapat jodoh yang hafizh
30 Juz ntar.. Hehee.. Ngomong-ngomong maunya kaan?"
"Hmm..
Aamiin Yaa Allah.. Kapan ya? Kapan dikasih Allah Kak."
Aku
tertunduk. Entah kenapa perasaanku sesak sekaligus bahagia. Bahagia karena
memiliki teman sholehah tapi sesak karena nasibku berbeda dengannya.
"Yaa
Allah, begitu mudah kau takdirkan sahabatku untuk menghafal kalam-Mu. Sedangkan
diriku, mengapa begitu susah untuk mengambil jalan itu? Yaa Allah.. Bagaimana
mungkin kuharapkan seorang lelaki baik, sedangkan diriku belum baik. Yaa Robb..
Hadirkanlah jodoh terbaik di waktu yang tepat. Jagalah diriku dalam penantian
dengan ketaatan pada-Mu. Aamiin."
Setelah
itu, kami jarang bertemu. Bahkan mungkin tak pernah lagi bertemu.
Namun
tiba-tiba kabar bahagia itu datang. Azizah
di usia 21 tahun, ternyata Allah SWT begitu Maha Kuasa. Dia takdirkan dirimu
menjadi istri seorang yang hafizh Qur'an 30 juz sesuai dengan doa kita di
pengajian dulu. Kau perempuan baik dan memang pantas mendapatkan lelaki yang
sangat baik.
Azizah...
Allah
Maha Adil. Tiada peradilan terbaik selain peradilan-Nya. Allah SWT jodohkan
perempuan penghafal Qur'an dengan lelaki penghafal Qur'an.
Barakallahu
fik..
Semoga
sakinah mawadah warahmah.. Aamiin...
Sumber Dari : http://www.buletinislami.com
0 comments:
Post a Comment