Dalam hidup,
niat baik terhadap orang lain belum tentu membuahkan kebaikan atau dibalas
dengan kebaikan pula. Hal inilah yang dialami oleh seorang pemuda desa di
sekitar kawasan Bekasi.
Pemuda tersebut
bernama Daud Dzal Aidi yang merupakan pemuda polos dan jauh dari pergaulan
pemuda saat ini yang sering foya-foya. Ia merupakan seorang pemuda sholeh yang
dalam pergaulan telah mengetahui batasan hukumnya, terutama dengan seorang
akhwat.
Namun hatinya
mulai tertambat ketika melihat seorang gadis dalam acara seminar remaja islam
di ibukota Jakarta. Kala itu Daud menjadi seorang panitia, sementara gadis yang
diketahui namanya Fatimah bertugas sebagai Qari dan membaca Quran dengan suara
yang amat merdu serta pengucapan yang begitu fasih.
Daud ditemani
dengan sahabatnya kemudian meminta nomor telepon Fatimah dengan maksud untuk
menjalin silaturahmi dan setelah masa tiga bulan berlalu, Daud kemudian
mengutarakan niat untuk melamar Fatimah. Dalam pesan singkatnya, ia berucap,
“Fatimah, saya
mau silaturahim ke rumah orang tua kamu, boleh saya minta alamat lengkapnya,
maaf jika kurang berkenan.” Setelah dibaca berkali-kali agar tidak salah
memaknai, akhirnya pesan itu dikirimkan ke ponsel Fatimah.
“Iya, kak,
silakan saja datang ke rumah. Rumah orang tua saya berada di dekat gerai batik
dan berwarna putih. Jika bingung, Tanya saja orang di sana rumah Bapak Ahmad
Mubarak, InsyaAllah sudah pada tahu.” Fatimah membalas dengan penuh harap.
Setelah waktu
yang telah disepakati tiba, Daud bersama dengan sahabatnya, Amir akhirnya
sampai di depan rumah orang tua Fatimah. Perasaan yang sedikit tegang dalam
diri Daud coba ditenangkan oleh sahabatnya tersebut dan mereka pun mengucapkan
salam di depan pintu rumah yang cukup terbilang mewah tersebut.
Ayah dan ibu Fatimah
ternyata sudah siap menyambut kedatangan Daud dan mempersilakan keduanya untuk
duduk terlebih dahulu.
Tanpa banyak
basa-basi, ayah Fatimah kemudian berkata kepada Daud, “Fatimah itu sudah banyak
cerita tentang kamu dan ayah paham bagaimana sikap Fatimah jika menyukai
sesuatu. Ia akan ngambek jika keinginannya tidak tercapai. Tapi ia juga lebih
dewasa dibandingkan kakaknya, Aisyah.”
“Iya Pak,
sebelumnya terima kasih mau menerima kedatangan saya untuk bersilaturahmi ke
rumah bapak dan ibu. Maksud kedatangan saya kesini adalah untuk mengkhitbah
Fatimah putri bapak. Itupun jika memang belum ada yang melamar dan saya mohon
maaf jika memang kurang sopan atas sikap saya ini. Apabila saya diterima, maka
saya akan segera membicarakannya kepada orang tua saya di kampung untuk
melakukan khitbah secara resmi.” Ucap Daud menjelaskan penuh gugup.
Namun ternyata
ibunya Fatimah mencoba memotong pembicaraan dan berkata, “Maaf ya Daud, bukan
ibu tidak percaya sama kamu. Akan tetapi ibu khawatir tentang rumah tangga kamu
dan Fatimah jika kamu sendiri belum memiliki pekerjaan tetap. Ibu sebenarnya
sudah memiliki calon untuk Fatimah. Ia merupakan putra dari kawan ibu yang juga
satu kantor dengan Bapak. Ibu lihat dia sudah siap segalanya untuk menjadi
calon suami Fatimah.”
Memang Daud
sadar bahwa ia belum memiliki pekerjaan yang tetap dan tinggal di kampung.
Namun ia tidak mengetahui jika ternyata Fatimah merupakan anak keluarga yang
berada karena memang Fatimah tidak menjelaskan tentang kondisi keluarganya.
“Iya bu, saya
paham dengan kondisi saya yang sekarang. Saya tetap berusaha mencari pekerjaan
yang halal dan baik. Sekali lagi saya berterima kasih kepada bapak dan ibu
karena telah mau menerima silaturahmi saya. Saya juga mohon maaf jika
kedatangan saya telah mengganggu waktu bapak dan ibu.”
Maka Daud dan
sahabatnya berpamitan kepada orang tua Fatimah. Namun sebelum Daud meninggalkan
rumah tersebut, ayah Fatimah menghampirinya dan berkata,
“Nak, ayah
sangat bangga atas keberanian kamu. Ayah sebenarnya setuju jika kamu menjadi
imam bagi Fatimah. Namun ayah tidak mengetahui jika ternyata ibu telah memiliki
calon untuk Fatimah. Kamu harus kuat dan tetap berikhtiar. Semoga kamu
mendapatkan calon istri yang terbaik.”
Sebuah nasehat
yang sangat bijak dari ayah Fatimah membuat Daud amat berterima kasih dan
berharap agar calon suami Fatimah bisa membimbing dan menjadi imam yang baik.
Daud dan
sahabatnya itu pun berpamitan dengan hati yang sedikit sedih.
Malam harinya,
Fatimah mengirimkan pesan singkat yang intinya meminta maaf kepada Daud atas
kejadian tadi siang. Ia tidak tahu jika ibunya ternyata telah memilihkan calon
untuknya. Ia akan segera berbicara kepada ibunya bahwa ia tidak ingin
dijodohkan.
Akan tetapi
Daud kemudian membalas pesan singkat itu dengan ucapan,
“Tak ada yang
harus dimaafkan dan tak ada yang perlu disalahkan. Ikuti nasehat orang tuamu
karena mereka tahu mana yang terbaik buat kamu. Saya doakan semoga kamu
bahagia.”
Setelah hari
itu, Daud mencoba bersabar dengan apa yang telah Allah takdirkan untuknya. Dan
pada hari sabtu pagi setelah shalat subuh, Daud mengikuti kajian di Masjid Raya
Bekasi yang diisi oleh Ustadz Abdul Hakim yang merupakan seorang ahli tafsir
lulusan al Azhar, Mesir.
Dalam
kajiannya, sang ustadz menyampaikan bahwa menikah merupakan anjuran Allah dan
salah satu ayat yang beliau bacakan adalah surat An Nur ayat 32.
Daud sangat
terpana dengan ayat Al Quran yang Ustadz Abdul Hakim bacakan yang artinya,
“Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan
karunia-Nya.”
Maka setelah
pengajian, Daud coba menghampiri dan mengutarakan keinginannya untuk berbicara
dengan Ustadz tersebut. Sang Ustadz kemudian mengajak Daud untuk berbicara
empat mata di lantai atas di sebuah ruang khusus imam. Panjang lebar Daud
menceritakan semua yang dialaminya hingga tak terasa air mata membasahi
pipinya.
Dengan bijak,
Ustadz Abdul Hakim menyampaikan pesan agar Daud menerima takdir Allah dan
bersabar atas skenario-Nya.
Maka Daud pun
berkeinginan mengubah hidupnya dengan mengisi hari untuk menghafal Al Qur'an dan
berharap agar Ustadz Abdul Hakim mau mendengarkan hafalannya hingga tuntas. Ia
sadar bahwa Al Qur'an merupakan obat hati yang paling manjur atas kesedihannya.
Barakallah,
Daud pun bisa mengkhatamkan hafalan Al Qur'annya kurang dari satu tahun dan
Ustadz Abdul Hakim sangat bangga dengan kesungguhan Daud. Kini Ustadz Hakim
yang ingin berbicara dengan Daud mengenai jodoh.
“Mas Daud,
mohon maaf jika yang saya sampaikan ini menyinggung perasaanmu. Kebetulan ada
jamaah saya yang bernama Bapak Abdullah ingin minta dicarikan jodoh untuk
ketiga anaknya. Kriteria yang diinginkan pak Abdullah hanyalah agar calon suami
tersebut bisa membimbing putri-putrinya dalam agama.” Ucap sang ustadz dengan
hati-hati.
“Saya berterima
kasih bahwa ustadz mau menyodorkan hal itu kepada saya. Namun saya takut jika
saya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh keluarga Pak Abdullah. Saya
hanya seorang anak kampung yang hidup sederhana.” Jawab Daud.
“Kalo begitu,
kamu coba shalat istikharah dahulu dan beritahu kepada keluargamu jika memang
telah memutuskan.”
Setelah itu
hari-hari pun berlalu dan alhamdulilah Daud telah menemukan jodohnya yaitu
putri bungsu bapak Abdullah yang memiliki sifat manja dan ceria serta lulusan
Universitas Indonesia jurusan Psikologi.
Kehidupan Daud
pun dipenuhi dengan keberkahan dan salah satunya adalah ia memimpin pesantren
Tahfidz Qur'an yang berada di Bogor dengan nama Pesantren Al Qur'an dan Teknologi
Fakhruddin Ar Razi.
***
Sumber Dari : http://www.kabarmakkah.com
0 comments:
Post a Comment