Kisah perjalanan hidup Zarrah Istiqomah ini layak dijadikan sebuah buku atau novel yang lebih besar lagi, karena dibuku ini yang cuma 86 halaman dianggap terlalu tipis dan setiap kisah ditulis hanya 2 halaman. Bila ditulis ulang menjadi sebuah novel yang panjang lebar bisa mengharu birukan perjalanan hidupnya – karena banyak sekali hikmah dibaliknya – boleh jadi akan menjadi sebuah karya novel hidup yang best seller nasional, bahkan boleh jadi layak untuk difilmkan. Semoga saja penulisnya berkenan menulis ulang dan Kompasianer Pipiet Senja bisa menjadi ‘kompornya’ untuk itu.
Selamat membaca dan bercucuran air mata.
***
Disampul
ditulis nama penulisnya Siti Zahra. Namun, nama aslinya adalah Istiqomah. Setelah
haji diberi tambahan nama Zarrah oleh pemandu haji sehingga menjadi Zarrah
Istiqomah. Wanita kelahiran tahun 1975 asal Blora Jawa Tengah dan saat ini
masih manjadi BMI di Hongkong.
Membaca
buku tersebut dari halaman pertama hingga
halaman terakhir berisi kisah pilu dan sedih yang bisa mengurai air mata bagi
pembacanya. Betapa tidak?. Seorang anak manusia yang kehadirannya tidak
diinginkan oleh keluarga. Dia dilahirkan sebagai anak perempuan dari keluarga
besar. Anak ke-6 dari 7 bersudara.
Kehadirannya bukan saja tidak diinginkan,
namun juga dianggap membawa sial oleh ibu kandungnya sendiri. Hingga akhirnya
dia dirawat oleh Budhenya yang juga sangat miskin. Malangnya lagi, ayahnya
adalah orang yang takut istri. Disini sudah cukuplah penderitaan si anak. Apalagi
masa depannya.
Berkat
kemiskinan, namun si anak mempunyai jiwa pemberontak. Pada usia 7 tahun sudah
berani nekad merantau ke Jakarta tanpa uang sepeserpun dan tanpa ada yang
dikenal, walau kakaknya sudah berada di Jakarta. Dengan modal nekad, dari terminal
Blora ke terminal Pulo Gadung. Tentu saja kemudian dia menjadi anak jalanan
atau anak kolong di Jakarta yang akrab dengan sampah, mengais makanan dari
sisa-sisa sampah yang dibuang, tidur di kolong jembatan, dan segudang
penderitaan lainnya. (Hanya nasib saja yang membawanya bisa selamat dari
ancaman maut. Tuhan masih sayang padanya).
Bekerja
bagi anak kecil di Jakarta tentulah tidak mudah didapat. Akhirnya, dengan modal
nekat menjadi pembantu kernet bus Mayasari jurusan Kampung Rambutan-Grogol dengan
harapan dapat sesuap nasi dari sang sopir. Adakalanya memang sang sopir baik
hati sehingga dia dibayarin sepiring nasi dengan lauk tempe, namun tidak jarang
pula nasi bekas didapatnya dari sopir. Bahkan tidak sedikit sopir yang jahat,
memberinya sisa nasi dengan terlebih dahulu diludahi dan kemudian diberikannya
untuk dimakan, dan tabiat aneh lainnya dari orang-orang itu. Sungguh
menjijikkan tabiat bermacam orang.
Nasibnya
mulai tertolong, ketika dia memulai menjadi tukang lap mobil di sebuah pasar.
Dia mendapati ada seorang ibu yang setiap hari belanja cukup banyak. Diapun
rajin membantu ibu itu dengan membawakan barang belanjaannya, sehingga si ibu
pun kemudian iba kepadanya dan menawarinya tinggal bersamanya. Ternyata ibu itu
adalah seorang wanita China asal Hongkong yang membuka les piano di Jakarta.
Pembantunya ada 6 orang dan mobilnya ada 10 serta 3 orang sopir.
Atas kebaikan
ibu tadi, yang disebutnya Ibu Vera, dia bisa menikmati makan layak, bahkan
pertama kali mandi dengan sampho dan sabun di kamar mandi. Disitu dia
berkesempatan belajar membaca-tulis dan agama pada seorang sopir yang rajin
ibadah. Namun, akhirnya Ibu Verapun habis kontraknya dan akan kembali ke HK.
Namun, sebelum pergi, si ibu mengkursuskannya menjadi perawat. Nasib kemudian
mengubahnya menjadi perawat atau asisten perawat.
Dari
situ kemudian, datang seorang Singapore kaya raya yang baru bersalin dan
meminta dia untuk merawat anaknya disana. (Saat itu dia bekerja di bagian
perawat). Maka berangkatlah dia ke Singapore dan bekerja disana hingga selama 8
tahun. Dalam masa ini kondisi keuangannya sangat baik, namun dia lupa diri
hingga hidup berfoya-foya karena perasaan dendam pada keluarganya dan juga
kakak-kakanya yang tidak pernah menghiraukannya. Hari-harinya diisi dengan
banyak berjudi, minum minuman keras dan lain sebagainya.
Akhirnya,
atas bantuan majikannya dia dikenalkan dengan orang-orang Singapore kaya raya
yang berbisnis MLM di Jakarta. Jadilah dia tinggal di apartmen yang dibayar
oleh majikannya (Saya merasakan bahwa majikan Singaporenya ini sangat baik,
walaupun dia sudah tidak lagi bekerja padanya namun tetap membantunya).
Kemudian dia diajak oleh seorang Dato dari Malaysia yang juga berbisbis MLM daiajak ke KL. Namun, tertipu karena Dato
itu seorang ‘setengah waras’ yang banyak menyiksa para pembantunya, hingga
akhirnya dia kabur dari situ.
Atas
jasa baik mantan majikannya yang orang Singapore, diapun ditawari bekerja di
sebuah kapal pesiar milik kawan majikannya. Namun, kemudian dia ingin mandiri
tinggal di Batam dan berwiraswasta. Tapi sayang karena tidak memiliki KTP
Batam, majikannya membelikan dia rumah BTN atas nama orang lain yang dianggap
baik.
Orang itu keturunan Sulawesi dan dipanggil Daeng. Jadilah dia menjadi
seorang yang berjualan warung pecel lele yang pelanggannya adalah pegawai hotel
yang pernah dia tinggal di Batam dan juga kawan-kawan di kapal pesiar. Namun,
akhirnya kebejatan moral Daeng terkuak. Dia seorang bejat moral, pemabuk,
penjudi, bahkan nekat mau menzinahinya.
Akhrinya,
diapun nekad kembali ke Jakarta tanpa ada uang sepeserpun. Dengan berbekal uang
kasihan seorang TKI yang baru pulang dari Malaysia dia mendapat ongkos kelas
ekonomi kapal laut ke Jakarta. Singkatnya di Jakarta dia menjadi gembel lagi
dan mulai akrab dengan kekerasan dan premanisme. Namun, nasib baiknya ketika
dia memporakporandakan tukang nasi goring di depan RSPAD Gatot Soebroto,
kawasan Senen, kawan-kawannya lari pontang panting, namun dia ada yang
mengenalinya.
Rupanya, orang itu yang dulu tukang antar obat ketika dia masih
bekerja di rumah sakit perawat. Orang tersebut saat itu sudah menjadi pegawai
di sebuah perusahaan Pengarah Tenga Kerja (PJTKI). Maka, diapun akhirnya
bergabung dengan menjadi tutor bahasa Inggris (berkat dikursuskan oleh majikannya
ketika bekerja di Singapore). Lagi-lagi nasib baik berpihak padanya. Ketika itu
datang seorang agent PJTKI dari Hongkong mencari BMI dan bertemu. Ketika dia
membawakan air minum diatanya yang dijawabnya dengan bahasa Inggrs. Maka,
jadilah dia yang dipilih menjadi BMI oleh agen tadi. Dan hingga kini bekerja
padanya.
Singkatnya,
setelah beberapa tahun di Hongkong dia menemukan hidayah berkat ajakan
kawan-kawannya ikut majlis pengajian di Islamic Union Hongkong dengan masjid
Wanchai-nya. Disitulah hidayah berpihak kepadanya. Oleh banyak pembimbing dan
ustaz yang datang memberikan ilmu kepada para BMI, dia mendapatkan jalan
kebenaran dan kembali ke pangkuan orang tuanya yang selama ini seolah-olah
hilang dari kehidupannya dan tidak
pernah disapanya walaupun dia pernah manjadi orang kaya raya hanya kerana ingin
melampiaskan dendam semata kepada mereka.
Berkat, bimbingan tersebut, dia
akhirnya kembali diterima sebagai anak, dan mencita-citakan untuk menunaikan
ibadah haji untuk bertaubat ‘taubatan nasuha’ atas semua dosa-dosa yang pernah
dibuatnya. Akhirnya, cita-cita dan doa tersebut terkabul. Alhamdulillah.
Sumber Dari : http://www.kompasiana.com
0 comments:
Post a Comment