Inilah
di antara wanita penuh pesona surgawi. Sosoknya shalihah, ahli ibadah, ibu dan
istri idaman, serta terdepan dalam jihad di jalan Allah Ta’ala. Wanita yang
dijamin surga baginya oleh Nabi ini, bukanlah wanita biasa.
Beliau tercatat
sebagai satu di antara dua wanita yang mengikuti Baiat ‘Aqabah pertama,
primadona dalam Perang ‘Uhud, menjadi yang terjamin surga dalam Baiat Ridhwan,
dan memiliki andil amat besar dalam perang Hunain dan Yamamah.
Disebutkan
dalam Sirah-nya, Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa muslimah penuh pesona surga ini
kerap disebut dengan tiga nama; Ummu Umarah, Ummu Imarah, dan Ummu Amarah.
Salah satu putri dari Ka’ab bin Amru ini disebutkan oleh Abu Nua’im sebagai muslimah agung yang tidak gentar melawan musuh di medan perang, berpedirian kokoh, dan ahli ibadah. Sedangkan Imam adz-Dzahabi mengatakan, “Dia adalah wanita mulia dan pejuang.”
Meski
sibuk di kancah dakwah dan jihad, Ummu Umarah juga menjadi ibu dan istri
teladan sepanjang zaman. Pertama kali, ia dinikahi oleh Zaid bin ‘Ashim. Dari
pernikahan nan barakah ini, Allah Ta’ala mengaruniakan kepada mereka dua sosok
putra penyejuk jiwa yang turut serta dalam jihad perang Uhud; ‘Abdullah dan
Habib.
Setelah
suami pertamanya meninggal, janda Ummu Umarah dinikahi oleh Ghazyah bin Amru.
Kepada sepasang kekasih penuh barokah ini, Allah Ta’ala kurniakan seorang putri
bernama Khaulah. “Secara keseluruhan,” tulis Syeikh Mahmud al-Mishri dalam
Shirah Shahabiyah, “keluarga dan anak-anak Ummu Umarah memiliki peranan penting
dalam perjuangan menegakkan Islam.”
“Sebagai
seorang istri,” lanjut Syeikh Mahmud al-Mishri, “Ummu Umarah merupakan istri
yang paling memahami kewajibannya.” Sedangkan perannya sebagai seorang ibu,
lanjut penulis asal Mesir ini, “Ia memiliki jiwa yang penuh kasih sayang.”
Hal
lain yang selayaknya menjadi perhatian Muslimah akhir zaman ini, Ummu Umarah
juga tercatat sebagai muslimah ahli ibadah. Siang hari digunakan untuk berpuasa
(atas izin suaminya), sedangkan malam harinya dimanfaatkan untuk shalat dan
dzikir kepada Allah Ta’ala. Karenanya, Syeikh Mahmud al-Mishri mengatakan,
“Sungguh, penulis kebingungan, dari mana akan memulai pembahasan tentang
shahabiyah agung ini.”
Sumber dari : http://kisahikmah.com
0 comments:
Post a Comment