Ini
kesekian kalinya Abdullah bin Mubarak menunaikan ibadah haji. Setelah thawaf,
ulama besar tabi’ut tabi’in yang lahir pada 118 H itu bermimpi. Ia melihat dua
malaikat yang turun dari langit sedang bercakap-cakap.
“Berapa
jumlah umat Islam yang menunaikan haji pada tahun ini?” tanya salah seorang
malaikat.
“600.000
jama’ah haji,” jawab malaikat yang lain, “sayangnya tidak ada satupun dari
mereka yang diterima hajinya”
Dalam
mimpi itu, Abdullah bin Mubarak merasa terperangah. Jumlah sebanyak itu tak ada
yang diterima? “Padahal jama’ah haji ini datang dari berbagai negeri. Mereka
sudah mengeluarkan banyak uang, melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan.
Bagaimana mungkin semuanya tidak diterima?” Ibnu Mubarak menangis.
“Namun…”
lanjut malaikat, “Ada satu orang yang hajinya diterima. Namanya Ali bin
Muwaffaq, seorang penduduk Damaskus yang berprofesi sebagai tukang sepatu.
Sebenarnya ia tidak jadi berangkat haji, tetapi Allah SWT menerima hajinya dan
mengampuni dosanya. Bahkan berkat dia, seluruh jama’ah haji yang sekarang ada
di tanah suci ini diterima hajinya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Abdullah
bin Mubarak sangat bahagia. Ia bersyukur, hajinya dan haji seluruh jama’ah
diterima. Sayangnya, Abdullah bin Mubarak terbangun sebelum mendengarkan dialog
malaikat berikutnya. Sehingga ia pun tidak mengetahui lebih lanjut siapa orang
mulia yang karenanya haji ratusan ribu orang ini diterima.
Musim
haji selesai, rasa penasaran Abdullah bin Mubarak semakin menjadi. Maka ia pun
memutuskan untuk pergi ke Damaskus, mencari seorang lelaki yang hajinya
diterima sebelum ia datang ke tanah suci.
Damaskus
bukanlah kota kecil. Alangkah susahnya mencari seseorang yang hanya diketahui
nama dan profesinya, tanpa diketahui alamatnya. Namun dengan izin Allah SWT,
setelah berusaha dan bertanya ke sana kemari, akhirnya Abdullah bin Mubarak
dapat menemukan rumah orang yang bernama Ali bin Muwaffaq.
“Assalamu’alaikum,”
kata Abdullah bin Mubarak di depan rumah itu.
“Wa’alaikum
salam”
“Benarkah
ini rumah Ali bin Muwaffaq, tukang sepatu?”
“Ya,
benar. Ada yang bisa saya bantu?”
“Saya
Abdullah bin Mubarak, sewaktu haji saya bermimpi dua malaikat bercakap-cakap
bahwa seluruh jama’ah haji tidak diterima hajinya kecuali Ali bin Muwaffaq,
tukang sepatu dari Damaskus. Padahal Ali bin Muwaffaq tidak jadi berangkat
haji. Lebih dari itu, Allah akhirnya menerima haji seluruh jama’ah berkat Ali
bin Muwaffaq” mendengar itu Ali bin Muwaffaq sangat terkejut, hingga jatuh
pingsan.
Setelah
ia sadar, Abdullah bin Mubarak menceritakan kisahnya lebih lengkap. “Amal
apakah yang telah engkau lakukan sehingga Allah SWT menerima hajimu padahal engkau
tidak jadi berangkat ke tanah suci?”
“Ya,
aku memang tidak jadi berangkat haji. Sungguh anugerah dari Allah jika Allah
mencatatku sebagai orang yang hajinya diterima. Sebenarnya aku telah menabung
sejak lama, hingga terkumpullah biaya haji. Namun suatu hari, sebelum aku
berangkat ke tanah suci, aku dan istriku mencium masakan yang sedap. Istriku
yang sedang mengandung jadi sangat ingin masakan itu. Lalu kucari sumbernya,
ternyata dari tetanggaku. Aku katakan maksudku, namun ia malah menjawab, ‘Sudah
beberapa hari anakku tidak makan.
Hari ini aku menemukan keledai mati
tergeletak, lalu aku memotong dan memasakknya menjadi masakan ini. Makanan ini
tidak halal untuk kalian.’ Mendengar itu, aku merasa tertampar sekaligus sangat
sedih. Bagaimana mungkin aku akan berangkat haji sedangkan tetanggaku tidak
bisa makan. Maka kuambil seluruh uangku dan kuserahkan padanya untuk memberikan
makan anak dan keluarganya. Karena itu, aku tidak jadi berangkat haji.”
Abdullah
bin Mubarak terharu. Butir-butir air mata membasahi pipi ulama itu. “Sungguh
pantas engkau menjadi mabrur sebelum haji. Sungguh pantas hajimu diterima
sebelum engkau pergi ke tanah suci,” kata Abdullah bin Mubarak kepada Ali bin
Muwaffaq.
Sumber Dari : http://kisahikmah.com
0 comments:
Post a Comment