Syariat
sejatinya telah gamblang menjelaskan definisi dan menyuguhkan gambaran akan
sosok Al-Imam Al-Mahdi. Namun bersemainya penyimpangan tak pelak menjadikan
gambaran Al-Imam Al-Mahdi itu menjadi kabur. Beriman akan Munculnya Al-Imam
Al-Mahdi Telah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengimani segala yang
diberitakan oleh Nabi kita Muhammad SAW, di mana ini
menjadi konsekuensi persaksian kita: “Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”
Dari
Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar melainkan Allah dan agar mereka beriman kepada apa yang kubawa. Bila mereka melakukan itu maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haknya. Adapun perhitungannya diserahkan kepada Allah SWT.” (Shahih, HR. Muslim, Kitabul Iman Bab Al-Amru bi Qitalin Nas Hatta…)
Bahkan
Allah SWT menegaskan:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7)
Ini
menunjukkan wajibnya beriman dengan segala yang diberitakan Rasulullah
SAW, baik berita yang terkait dengan apa yang telah
lalu atau yang akan datang. Termasuk di antaranya adalah akan munculnya Al-Imam
Al-Mahdi.
Berita
akan munculnya sosok penegak sunnah nan adil itu telah disampaikan oleh
Rasulullah SAW dalam banyak hadits. Bahkan tak sedikit
dari para ulama yang menyatakan bahwa haditsnya mencapai derajat mutawatir
secara makna, sehingga tiada lagi celah bagi siapapun untuk mengingkarinya.
Di
antara ulama yang menyatakan kemutawatiran hadits-haditsnya adalah Abul Hasan
Muhammad bin Husain As-Sijzi (wafat 363 H), Muhammad Al-Barzanji (wafat 1103
H), As-Safarini, As-Sakhawi, Asy-Syaukani, Shiddiq Hasan Khan, Al-Kattani, dan
lain-lain rahimahumullah. Dan para ulama yang menyebutkan keshahihan hadits
tentang Al-Mahdi sangat banyak, dari kalangan ulama terdahulu maupun
belakangan.
Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullah telah menyebutkan sebagian nama mereka, di antaranya 16
ulama yang saya sebutkan sebagiannya: Abu Dawud, Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyyah,
Adz-Dzahabi, Ibnul Qayyim, dan Ibnu Hajar rahimahumullah. Sehingga ini menjadi
salah satu akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah.
As-Safarini
mengatakan: “Telah banyak riwayat yang menyebutkan akan munculnya Al-Mahdi
sehingga mencapai derajat mutawatir secara makna. Dan itu telah tersebar di
kalangan Ahlus Sunnah sehingga teranggap sebagai aqidah mereka….” –beliau
menyebut hadits, atsar serta nama para sahabat yang meriwayatkannya, lalu
beliau berkata– “Dan telah diriwayatkan dari para sahabat yang disebutkan dan
selain mereka dengan riwayat yang banyak, juga dari para tabi’in setelah
mereka, yang dengan semua itu memberi faedah ilmu yang pasti. Maka mengimani
munculnya Mahdi adalah wajib sebagaimana telah ditetapkan oleh para ulama dan
tertulis dalam akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. (Lawami’ul Anwar Al- Bahiyyah,
2/84)
Beberapa
Hadits tentang Al-Imam Al-Mahdi
1.
Dari Abdullah bin Mas’ud ra, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:
“Bila tidak tersisa dari dunia kecuali satu hari –Za`idah (salah seorang rawi) mengatakan dalam haditsnya– tentu Allah akan panjangkan hari tersebut, sehingga Allah utus padanya seorang lelaki dariku –atau dari keluargaku–. Namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya seperti nama ayahku. Ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kedzaliman dan keculasan.” (Hasan Shahih, HR. Abu Dawud, Shahih Sunan no. 4282; sanadnya jayyid menurut Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al-Manarul Munif; At-Tirmidzi no. 2230, 2231; Ibnu Hibban no. 6824, 6825)
2.
Dari ‘Ali (bin Abi Thalib) ra dari Nabi Muhammad SAW, ia mengatakan:
“Bila tidak tersisa dari masa ini kecuali satu hari, tentu Allah akan munculkan seorang lelaki dari ahli baitku (keluargaku) yang akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) telah dipenuhi dengan kecurangan.” (Shahih, HR. Abu Dawud no. 4283 Kitab Al-Mahdi dan ini adalah lafadznya, Ibnu Majah no. 4085, Kitabul Fitan Bab Khurujul Mahdi)
3.
Dari Ummu Salamah ra, ia mengatakan: Aku mendengar Rasulullah
SAW bersabda:
“Al-Mahdi dari keluargaku dari putra Fathimah.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan ini lafadznya, Shahih Sunan no. 4284, Ibnu Majah no. 4086, dan Al-Hakim no. 8735, 8736)
4.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda:
“Al-Mahdi dariku, dahinya lebar, hidungnya mancung, memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) telah dipenuhi dengan kedzaliman, berkuasa selama 7 tahun.” (Hasan, HR. Abu Dawud no. 4285 dan ini lafadznya, Ibnu Majah no. 4083, At-Tirmidzi, Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a Fil Mahdi no. 2232, Ibnu Hibban no. 6823, 6826 dan Al-Hakim no. 8733, 8734, 8737)
5.
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda:
“Bagaimana dengan kalian jika turun kepada kalian putra Maryam, sementara imam kalian dari kalian?” (Shahih, HR. Al-Bukhari, Kitab Ahaditsul Anbiya` Bab Nuzul ‘Isa ibni Maryam, no. 3449; Muslim dalam Kitabul Iman Bab Fi Nuzul Ibni Maryam, 2/369, 390)
6.
Dari Jabir bin Abdillah ra, ia berkata: Aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda:
“Masih tetap sekelompok dari umatku berperang di atas kebenaran. Mereka unggul sampai hari kiamat, lalu turun ‘Isa putra Maryam. Maka pemimpin mereka mengatakan: ‘Kemari, jadilah imam kami.’ Ia menjawab: ‘Tidak, sebagian kalian adalah pemimpin atas sebagian yang lain, sebagai kemuliaan dari Allah untuk umat ini’.” (Shahih, HR. Muslim dalam Kitabul Iman Bab La Tazal Tha`ifah min Ummati, 2/370, no. 393)
Hadits-hadits
yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim ini menunjukkan dua
hal:
Pertama:
Ketika turunnya ‘Isa bin Maryam dari langit, yang memegang kepemimpinan
muslimin ketika itu adalah seorang dari mereka.
Kedua:
Keberadaan pemimpin mereka untuk shalat, lalu ia mengimami muslimin, serta
permintaannya kepada Nabi ‘Isa ‘alaihis salam saat turunnya untuk mengimami
mereka.
Ini
semua menunjukkan keshalihan pemimpin tersebut dan bahwa ia berada di atas
petunjuk. Dan (dalam hadits) itu walaupun tidak ada penegasan dengan lafadz
Al-Mahdi, tetapi menunjukkan sifat orang yang shalih yang mengimami muslimin di
waktu itu.
Dan
terdapat hadits-hadits dalam kitab-kitab Sunan maupun Musnad serta lainnya,
yang menerangkan bahwa hadits-hadits yang ada dalam dua kitab shahih itu
menunjukkan bahwa orang shalih tersebut bernama Muhammad bin Abdullah dari
keturunan Al-Hasan bin ‘Ali, yang disebut dengan Al-Mahdi. Dan hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam itu sebagiannya menerangkan sebagian yang lain.
Di
antara hadits yang menunjukkan hal itu adalah hadits yang diriwayatktan oleh
Al-Harits ibnu Abi Usamah dalam Musnad-nya dengan sanadnya dari Jabir
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
“Isa
putra Maryam turun, lalu pemimpin mereka Al-Mahdi mengatakan: ‘Imamilah kami’.
Ia menjawab: ‘Sesungguhnya sebagian mereka pemimpin bagi sebagian yang lain,
sebagai kemuliaan dari Allah untuk umat ini’.”
Hadits
ini dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Al-Manarul Munif:
“Sanadnya bagus.” (Abdul Muhsin Al-‘Abbad, ‘Aqidatu Ahlil Atsar. Lihat pula
Ash-Shahihah, no. 2236)
Nama
Al-Imam Al-Mahdi dan Nasabnya
Nama
beliau adalah Muhammad atau Ahmad bin Abdullah. Seperti dalam hadits yang lalu,
Nabi SAW menyebutkan: “Namanya sesuai dengan namaku,
dan nama ayahnya sesuai dengan nama ayahku.”
Dia
dari keturunan Nabi Muhammad SAW, di mana disebutkan dalam
riwayat: “Dari ahli baitku.” (HR. Abu Dawud, no. 4282 dan 4283) Dalam riwayat
lain: “Dari keluarga terdekatku (‘itrah-ku).” (HR. Abu Dawud, no. 4284) Dalam
riwayat lain: “Dariku.” (HR. Abu Dawud no. 4285) dari jalur perkawinan ‘Ali bin
Abu Thalib dan Fathimah bintu Rasulillah. Sebagaimana dalam hadits yang lalu
dikatakan: “Seseorang dari keluargaku” dan “dari anak keturunan Fathimah.” (HR.
Abu Dawud no. 4284)
Oleh
karenanya, Ibnu Katsir rahimallahu mengatakan: “Dia adalah Muhammad bin
Abdillah Al-‘Alawi (keturunan Ali) Al-Fathimi (keturunan Fathimah) Al-Hasani
(keturunan Al-Hasan). Allah SWT memperbaikinya dalam satu malam
yakni memberinya taubat, taufik, memberinya pemahaman serta bimbingan padahal
sebelumnya tidak seperti itu.” (An-Nihayah fil Malahim wal Fitan, 1/17, Program
Maktabah Syamilah)
Sifat
Fisiknya
Di
antara sifat fisiknya adalah sebagaimana disebutkan dalam riwayat Abu Dawud
(no. 4285) dan yang lain: Artinya, “Tersingkap rambutnya dari arah kepala
bagian depan,” atau “Dahinya lebar.” “Hidungnya mancung, ujungnya tajam, bagian
tengahnya agak naik.”
Al-Qari
mengatakan: “Maksudnya, beliau tidak pesek, karena yang demikian adalah bentuk
yang tidak disukai.”
Menebar
Keadilan
Di
antara sifat Al-Mahdi adalah bahwa ia menebar keadilan dan melenyapkan
kedzaliman serta keculasan. Sebagaimana tersebut dalam hadits:
“Memenuhi
bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kedzaliman.” (HR.
Abu Dawud no. 4282, 4283, 4285)
Sehingga
disebutkan dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah bersabda:
“Akan
datang pada umatku Al-Mahdi bila masanya pendek maka tujuh tahun, kalau tidak
maka 9 tahun. Maka umatku pada masa itu diberi kenikmatan dengan kenikmatan
yang tidak pernah mereka rasakan yang semacam itu sama sekali. Mereka diberi
rizki yang luas. Mereka tidak menyimpan sesuatu pun. Harta saat itu berlimpah
sehingga seseorang bangkit dan mengatakan: ‘Wahai Mahdi, berilah aku.’ Diapun
menjawab: ‘Ambillah’.” (Hasan, HR. Ibnu Majah no. 4083, Kitabul Fitan Bab
Khurujul Mahdi, 4/412, dan Al-Hakim no. 8739. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah
menghasankannya)
Dalam
riwayat At-Tirmidzi disebutkan: “Sehingga datang kepadanya seseorang seraya
mengatakan: ‘Wahai Mahdi, berilah aku, berilah aku.’ Nabi mengatakan: “Maka
Mahdi menuangkan untuknya di pakaiannya sampai ia tidak dapat membawanya.”
Ibnu
Katsir rahimahullah mengatakan: “Di masanya, buah-buahan banyak. Tanam-tanaman
lebat, harta benda melimpah. Penguasa benar-benar berkuasa, agama menjadi
tegak, musuh menjadi hina, kebaikan terwujud di masanya terus-menerus.”
(An-Nihayah Fil-Malahim 1/18, Program Maktabah Syamilah)
Dalam
riwayat Al-Hakim, disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Muncul
di akhir umatku Al-Mahdi. Allah menyiraminya hujan, sehingga bumi mengeluarkan
tanamannya. Ia membagi harta secara merata. Binatang ternak semakin banyak,
umat pun menjadi besar. Ia hidup selama 7 atau 8 –yakni tahun–.” (HR. Al-Hakim,
Kitabul Fitan wal Malahim no. 8737. Beliau mengatakannya sebagai hadits yang
shahih sanadnya, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi dan Ibnu Khaldun. Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu mengatakan: “Sanadnya shahih.” Lihat Ash-Shahihah,
4/40, hadits no. 1529)
Waktu
Munculnya
Dalam
kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan At-Tirmidzi disebutkan: “Ketahuilah, yang
sudah dikenal di kalangan seluruh pemeluk Islam sepanjang masa bahwa di akhir
zaman pasti muncul seorang dari ahlul bait (keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam) yang membela agama dan menebarkan keadilan, serta diikuti oleh
muslimin. Ia juga menguasai kerajaan-kerajaan Islam. Ia dijuluki Al-Mahdi. Juga
tentang keluarnya Dajjal serta tanda-tanda kiamat sesudahnya yang terdapat
dalam kitab Shahih, muncul setelahnya. Dan bahwa kemunculan ‘Isa juga
setelahnya, kemudian beliau membunuh Dajjal. Atau ‘Isa turun setelahnya lalu
membantunya untuk membunuh Dajjal kemudian bermakmum kepada Mahdi dalam
shalatnya.” (Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a fil Mahdi)
At-Tirmidzi
rahimahullah meriwayatkan dari Zir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Dunia
tidak akan lenyap hingga seorang dari keluargaku menguasai bangsa Arab. Namanya
sesuai dengan namaku.” (HR. At-Tirmidzi no. 2230, Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a fil
Mahdi, 4/438 dan beliau mengatakan: “Hasan shahih.” Demikian pula yang
dikatakan Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Dari
sini, berarti munculnya Al-Imam Al-Mahdi adalah di akhir zaman sekaligus
mengawali tanda-tanda besar akan datangnya kiamat. Namun sebagian ulama sempat
ragu, apakah Mahdi ini sebagai awal tanda yang besar atau tanda yang lain.
Sebagian ulama menyatakan dengan yakin bahwa Mahdi sebagai tanda pertama, lalu
berturut-turut datang tanda yang lain.
Di
antara yang menyebutkan dengan tegas yang demikian adalah Muhammad Al-Barzanji
rahimahullah (wafat 1103 H). Beliau mengatakan dalam bukunya Al-’Isya`ah li
Asyrath As-Sa’ah: “Bab Ketiga, tanda-tanda besar dan tanda-tanda yang dekat,
yang setelahnya tibalah hari kiamat, dan itu juga banyak. Di antaranya
Al-Mahdi, dan itu yang pertama.” (dinukil dari ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Atsar
fil Mahdi Al-Muntazhar)
Adapun
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Munculnya, nanti di akhir zaman. Dan saya
kira, keluarnya adalah sebelum turunnya ‘Isa bin Maryam, sebagaimana
ditunjukkan oleh hadits-hadits yang berkaitan dengan hal itu.”
Masa
Kekuasaannya
Terdapat
dalam Sunan At-Tirmidzi:
“Sesungguhnya
pada umatku ada Al-Mahdi. Ia muncul, hidup (berkuasa) 5 atau 7 atau 9.” – Zaid
(salah seorang rawi/periwayat) ragu. Abu Sa’id mengatakan: “Apa itu?” Beliau
menjawab: “Tahun.” “Akan datang pada umatku Al-Mahdi, bila masanya pendek maka
7 tahun, kalau tidak maka 9 tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 4083)
Dengan
perbedaan riwayat ini, maka Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Ini
menunjukkan bahwa paling lama masa tinggal (kekuasaan)-nya adalah 9 tahun, dan
sedikitnya 5 atau 7 tahun.” (An-Nihayah Fil Malahim wal Fitan, 1/18, Program
Maktabah Syamilah)
Sementara
Al-Mubarakfuri mengatakan: “Yakni, keraguan itu berasal dari Zaid. Sementara
dari sahabat Abu Sa’id dalam riwayat Abu Dawud: ‘dan menguasai selama 7 tahun’
tanpa keraguan. Demikian pula dalam hadits Ummu Salamah dalam riwayat Abu Dawud
dengan lafadz ‘maka dia tinggal selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Maka riwayat
yang tegas lebih dikedepankan daripada yang ragu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/15,
Program Maktabah Syamilah)
Asal
Munculnya
Riwayat-riwayat
di atas menunjukkan bahwa munculnya dari arah timur atau Al-Masyriq. Ibnu
Katsir rahimahullah mengatakan: “Munculnya Mahdi dari negeri-negeri timur bukan
dari gua Samarra, seperti disangka oleh orang-orang bodoh dari kalangan
Syi’ah.” (An-Nihayah Fil Malafim wal Fitan, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Dari
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan: “Tatkala kami berada di sisi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datang sekelompok pemuda
dari Bani Hasyim. Ketika Nabi melihat mereka, kedua mata beliau berlinang air
mata dan berubahlah roman mukanya. Maka aku katakan: ‘Kami masih tetap melihat
pada wajahmu sesuatu yang tidak kami sukai.’ Lalu beliau menjawab: ‘Kami ahlul
bait. Allah telah pilihkan akhirat untuk kami daripada dunia. Dan sesungguhnya
sepeninggalku, keluargaku akan menemui bencana-bencana dan pengusiran. Hingga
datang sebuah kaum dari arah timur, bersama mereka ada bendera berwarna hitam
[1].
Mereka meminta kebaikan namun mereka tidak diberi, lalu mereka memerangi
dan mendapat pertolongan sehingga mereka diberi apa yang mereka minta, tetapi
mereka tidak menerimanya. Hingga mereka menyerahkan kepemimpinan kepada
seseorang dari keluargaku. Lalu ia memenuhi bumi ini dengan keadilan
sebagaimana orang-orang memenuhinya dengan kedzaliman. Barangsiapa di antara
kalian mendapatinya maka datangilah mereka, walaupun dengan merangkak di atas
es’.” (HR. Ibnu Majah no. 4082, sanadnya hasan lighairihi menurut Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullah dalam Adh-Dha’ifah, 1/197, pada pembahasan hadits no.
85)
As-Sindi
mengatakan: “Yang nampak, kisah itu merupakan isyarat keadaan Al-Mahdi yang
dijanjikan. Oleh karena itu, penulis (Ibnu Majah) menyebutkan hadits ini dalam
bab ini (bab keluarnya Al-Mahdi).”
Ibnu
Katsir rahimahullah mengatakan: “Dan orang-orang dari timur mendukung
(Al-Mahdi), menolongnya dan menegakkan agamanya, serta mengokohkannya. Bendera
mereka berwarna hitam, dan itu merupakan pakaian yang memiliki kewibawaan,
karena bendera Rasulullah berwarna hitam yang dinamai Al-Iqab.” (An-Nihayah fil
Malahim, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Beliau
juga mengatakan: “Maksudnya, Al-Mahdi yang terpuji yang dijanjikan keluarnya di
akhir zaman asal munculnya adalah dari arah timur, dan diba’iat di Ka’bah
seperti yang disebutkan oleh nash hadits.” (idem, 1/17)
Tentang
tempat bai’atnya telah diisyaratkan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Seseorang
dibai’at di antara rukun (Hajar Aswad) dan Maqam (Ibrahim).” (HR. Ibnu Hibban
no. 6827, Ahmad, dan Al-Hakim; dan beliau menshahihkannya)
Proses
Munculnya Al-Imam Al-Mahdi
Munculnya
Al-Imam Al-Mahdi bukan bak sulap batil, yang seolah muncul tanpa sebab dan
tiba-tiba. Namun munculnya tentu mengikuti sunnatullah pada alam ini, yakni
melalui proses yang menuju ke arah sana.
Menjelaskan
hal itu, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan: “…Nabi memberikan kabar
gembira tentang akan datangnya seseorang dari keluarganya dan beliau
menyebutkannya dengan sifat-sifat yang menonjol. Di antara yang sifat
terpenting adalah bahwa beliau berhukum dengan Islam dan menebarkan keadilan di
antara manusia.
Jadi,
pada hakikatnya beliau termasuk para mujaddid yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
munculkan di penghujung tiap 100 tahun, sebagaimana telah shahih berita
(tentang hal ini) dari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini (keberadaan
mujaddid di tiap satu abad) juga bukan berarti tidak perlu berupaya mencari
ilmu dan mengamalkannya untuk memperbarui agama.
Sehingga, akan keluarnya
Al-Mahdi tidaklah berarti bermalas-malasan karenanya, serta tidak bersiap atau
beramal untuk menegakkan hukum Allah SWT di muka bumi. Bahkan
sebaliknya (beramal) itulah yang benar, karena Al-Mahdi tidak mungkin upayanya
lebih dari Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang selama 23 tahun
berbuat untuk mengokohkan pilar-pilar Islam dan menegakkan negaranya.
Maka
kira-kira apa yang akan dilakukan Al-Mahdi seandainya ia muncul dan mendapati
kaum muslimin dalam kondisi terpecah, berkelompok-kelompok dan ulama mereka
(muncul) –kecuali sedikit dari mereka– (karena) orang-orang telah menjadikan
mereka sebagai para pemimpin. Tentu (Al-Mahdi) tidak akan dapat menegakkan
negara Islam kecuali setelah mempersatukan kalimat mereka dan menyatukan mereka
dalam satu barisan serta dalam satu bendera.
Dan
ini –tanpa diragukan– membutuhkan waktu yang panjang, Allah Maha Tahu
tentangnya. Syariat serta akal, keduanya mengharuskan agar orang-orang yang
ikhlas dari kalangan muslimin menjalankan kewajiban ini. Sehingga manakala Al-Mahdi
keluar, tiada kebutuhan kecuali tinggal menggiring mereka kepada kemenangan.
Kalaupun belum keluar, maka mereka pun telah melakukan kewajiban mereka dan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan
katakanlah: ‘Beramallah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat amalan kalian itu’.” (At-Taubah: 105) [Silsilah Al-Ahadits
Ash-Shahihah, 4/42-43]
Wallahu
a’lam.
Sumber Dari : https://fadhlihsan.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment