Setiap
orang tentu akan sangat senang ketika bisa bertemu dengan teman-teman lamanya
saat acara reunian. Namun
terkadang, pertemuan itu akan menjadi hambar dan menyedihkan jika nilai
persahabatan itu hanya dinilai dari materi.
Seperti
dilansir dari Fanspage My Media Hub, Izman Pauzi mengkisahkan sahabatnya di
Malaysia yang kaya raya di Malaysia. Ia
diajak sahabatnya itu menghadiri acara reunian dengan pakaian sederhana dan
menggunakan mobil lawas. Ternyata
sang sahabat mempunyai misi lain yakni ingin mengetahui respon teman-teman
lamanya saat melihat penampilannya.
Hasilnya
si penulis dibuat kesal dan jengkel, karena acara renuian itu tak ubahnya
menjadi ajang pamer harta. Hingga
di akhir cerita ada dua orang sabahat lamanya yang dianggap sebagai sahabat
sejati.
*** Berikut kisah lengkapnya ***
Pada
suatu sore di hari libur, seorang sahabat mengajak saya menemaninya ke toko
spare parts. Saya
dengan rela hati menemaninya lalu kami pergi ke kota Klang. Usai
membeli barang yang diinginkan, dia mengajak saya mengikutinya ke acara reunian
teman sekolahnya dulu. Tentu
saja saya rasa keberatan karena saya tidak mengenali siapa di situ.
Selanjutnya
pada saat itu saya berpakaian agak selekeh. Namun
dia tetap mendesak saya mengikutinya membuat saya tidak ada pilihan karena saya
menumpang mobilnya. Dia
berjanji, perjumpaan itu hanya sebentar saja.
Di
restoran berpenyejuk udara itu, beberapa sahabat lamanya sudah mulai datang dan
berbicara di dalam kelompok-kelompok kecil. Di
luar, ada deretan mobil-mobil mewah. Dia
masuk menemui mereka dan bertegur sapa. Rata-rata
mereka sudah lama tidak bertemu atau bertegur sapa secara langsung sudah
berpuluh tahun.
Saya
pula turut bersalam dan diperkenalkan sebagai keponakannya. Ketika
ditanya tentang istri dan anak-anak, sahabat saya menyatakan bahwa istri dan
anaknya terpaksa menghadiri sedekahan tetangga sebelah rumah. Saya
hanya menjadi pengamat di acara itu sambil menghabiskan makanan yang terhidang.
Saya
dapat perhatikan sahabat-sahabat satu sekolah ini terbagi menjadi berbagai
kelompok. Ada
kelompok guru, businessman, staf pemerintah, ibu rumah dan penyendiri. Sahabat
saya disambut hambar oleh sahabatnya yang berstatus, mereka sekadar jabat
tangan dan chatting menyapa diri, keluarga, pekerjaan dan mobil yang dipakai.
Ya,
itulah pertanyaan yang ditanya oleh rata-rata mereka di acara tersebut.
"Woi!
Kau pakai mobil apa sekarang?" Saya
yang mendengar turut terasa jengkel. Ini reuni sahabat sekolah atau perjumpaan
untuk pamer mobil? Lebih
memualkan ketika ada sahabatnya yang terang-terang bercerita tentang bisnisnya
yang besar, menikah dua, membeli berbagai properti, ada berbagai mobil mewah
dan sering bepergian ke luar negeri.
Sahabat
saya hanya banyak tersenyum dan menganggukkan kepala. Dua
jam berlalu, sahabat saya mengajak saya pulang. Dia
menemui sahabatnya yang lain dan memberitahu terpaksa pulang untuk bergabung
dengan istrinya di sedekahan tetangga rumah mereka. Rata-rata
hanya bersalam dan kemudian terus berpaling mengobrol dengan sahabat yang lain,
mengabaikan sahabat saya lagi.
Hanya
ada dua orang sahabatnya saja yang mengatarnya pulang hingga ke parkiran mobil. Salah
seorang adalah direktur lembaga pemerintah dan seorang lagi pengusaha. Mereka
masih mengobrol. Mereka berkekek tertawa bercerita tentang peristiwa berburu
burung, mencari ikan puyu di rawa dan dikejar tetangga setelah mencuri durian.
Saat
akan berpisah, saya lihat mereka berpelukan mesra dan saling bermaafan. Air
mata mengalir di pipi masing-masing. Di
dalam mobil, saya bertanya pada sahabat saya itu, kenapa dia tidak berpakaian
cantik dan membawa mobil mewahnya? Dia
memiliki mobil BMW, Mercedes, Honda, Toyota Hilux dan beberapa lagi mobil mewah
yang lain.
Tapi
Proton Wira yang sudah lawas ini juga dibawanya.
"Memang
saya sengaja. Saya nak melihat perangai sebenar sahabat-sahabat saya yang
dahulu makan sepiring dan susah senang bersama,"
"Jadi
akhirnya saya tahu saya sebenarnya hanya ada dua sahabat yang masih menganggap
saya teman dekat mereka. Sahabat tanpa syarat." katanya.
Saya
diam dan termenung sendiri. Saya sadar bahwa rumah hanya tempat berteduh, mobil
hanya alat transportasi, pakaian hanya alas diri. Kita
mampu memiliki dan mengganti semuanya itu setiap saat tergantung pada kemampuan
dan pilihan yang ada di tangan kita. Ternyata
harta yang dikumpulkan dalam hidup telah memisahkan banyak persahabatan. Namun
jika hati masih ikhlas bersahabat tanpa syarat, persahabatan akan tetap sampai
ke akhir hayat.
Sumber Dari : http://palembang.tribunnews.com
0 comments:
Post a Comment