Houtman Zainal Arifin |
Houtman
Zainal Arifin dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1950 di Kota Kediri Jawa Timur.
Pengalaman hidupnya yang amat inspiratif patut untuk disimak, yang awalnya ia
hanya seorang office boy hingga bisa menduduki jabatan nomor satu sebagai
seorang Vice President Citibank. Beliau juga pernah menjabat sebagai direksi di
perusahaan swasta, pengawas keuangan di beberapa perusahaan swasta, komite
audit BUMN, konsultan, penulis serta dosen pasca sarjana di sebuah Universitas.
Houtman
dilahirkan dari keluarga pas-pasan. Kisah hidupnya dimulai ketika lulus dari
SMA, sekitar tahun 60-an, Hotman merantau ke Jakarta dan tinggal di daerah
Kampung Bali, Houtman membawa mimpi di Jakarta untuk hidup berkecukupan dan
menjadi orang sukses di Ibukota, namun apa daya di Jakarta ternyata Houtman
harus menerima kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan
tidak mudah. Tidak banyak pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta,
pekerjaan tidak mudah diperoleh.
Sewaktu
tinggal di tanah abang, ayahnya sakit keras. Orang tuanya ingin berobat, tetapi
tidak mempunyai biaya yang cukup. Melihat keadaan seperti itu, ia tidak mau
menyerah. Dengan bermodal hanya Rp 2.000,- hasil pinjaman dari temannya,
Houtman menjadi pedagang asongan menjajakan perhiasan imitasi dari jalan raya
hingga ke kolong jembatan mengarungi kerasnya kehidupan ibukota. Usaha
dagangannya kemudian laku keras, namun ketika ia sudah menuai hasil dari
usahanya, ternyata Tuhan memberinya cobaan, ketika petugas penertiban datang,
dagangannya di injak hingga jatuh ke lumpur. Ketika semua dagangannya sudah
rusak bercampur lumpur, ternyata teman-temannya yang dari kawula rendah seperti
tukang sepatu, tukang sayur, dan lain-lain, beramai-ramai membersihkan dagangan
Houtman. Disini Houtman mulai mendapatkan pengalaman berharga tentang kerasnya
kehidupan Ibukota.
Tetapi
kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan impian.
Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia memperhatikan
kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para penumpang
mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin
seperti mereka, mengendarai kendaraan ber-AC, berpakaian necis dan tentu saja
memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan cita-citanya
setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya. Azam atau
tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera merubah nasib. Tanpa
menunggu waktu lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap
gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka
pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman menyisihkan
setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai
lamaran kerja.
Suatu
hari, Houtman melihat ada orang gila wara-wiri di sekitar rumahnya. Orang gila
itu hampir tidak pakai baju. Dia pada saat itu cuma punya baju 3 pasang.
Hebatnya, Houtman ikhlas memberi ke orang gila itu sepasang baju plus sabun dan
sisir.
Tuhan
memang Maha Adil, Pada hari ketiga setelah kejadian tersebut, Tiba-tiba datang
surat yang menyatakan bila dia diterima menjadi OB disebuah perusahaan yang
sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First National City Bank
(Citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima bekerja sebagai
seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah
hierarki organisasi dengan tugas utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang
kerja dan ruangan lainnya.
Sebagai
Office Boy, Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan baik.
Terkadang dia rela membantu para staf dengan sukarela. Selepas sore saat
seluruh pekerjaan telah usai, Houtman berusaha menambah pengetahuan dengan
bertanya tanya kepada para pegawai. Dia bertanya mengenai istilah istilah bank
yang rumit, walaupun terkadang saat
bertanya
dia menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin dalam
benak pegawai ”ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti
aja”. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit familiar dengan istilah
bank.
Waktu
jadi OB, Houtman sering melihat training. Karena jabatannya hanya OB, dia tentu
tidak dianggap. Kemampuan bahasa Inggris Houtman pun cuma sekedar yes-no. Tapi
Houtman berprinsip, “Saya harus berbuat. Saya harus pintar.” Setiap hari selama
training itu, dia ada di depan pintu dan mencatat semuanya. Training
officer-nya lama-lama jadi menyuruh Houtman masuk (tapi secara kasar). Si
training officer mengumumkan pada para trainer, “Pengumuman, dia tidak
terdaftar dan dia tidak akan diuji,” kata training officer. Mendengarnya,
Houtman tidak terima. Dia sudah berada di ruangan yang sama berarti dia sudah
menjadi salah satu peserta training dan juga harus diuji.
Houtman
lalu menantang diri sendiri, “Saya harus lulus!”. Padahal saingannya adalah
lulusan UI, Michigan, Ohio, ITB dan banyak universitas TOP lainnya. Sementara
dia, bisa lulus SMA saja sudah untung. “Pokoknya harus lulus dan gak boleh jadi
yang terakhir,” tekad Houtman. Tuhan memang Maha Besar, dari 34 orang Houtman
masuk 4 besar dan dia pada tahun 1978 dikirim ke Eropa.
Houtman
cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu mengerjakan
seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk membantu orang lain,
para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun tidak segan untuk membagi
ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di Citibank mengangkatnya menjadi
pegawai bank karena prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal Houtman
hanyalah lulusan SMA. Kemudian ia pun di angkat menjadi pegawai di bank
Citibank tersebut, Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi
berita luar biasa heboh dan kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB menjadi
staff, bahkan rekan sesama OB mencibir Houtman sebagai orang yang tidak
konsisten. Houtman dianggap tidak konsisten dengan tugasnya, “jika masuk OB, ya
pensiun harus OB juga” begitu rekan sesama OB menggugat.
Houtman
tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama staf pun tidak
membuat goyah. Houtman terus mengasah keterampilan dan berbagi membantu rekan
kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa diberikan oleh Houtman, karena
materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah lama dalam memegang suatu jabatan,
sama seperti ketika menjadi OB yang haus akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba
tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga karir Houtman melesat bak anak panah
meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang istilah
bank.
Sekitar
19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National
City Bank, Houtman kemudian mencapai jabatan tertingginya yaitu Vice President.
Sebuah jabatan puncak Citibank di Indonesia. Jabatan tertinggi Citibank sendiri
berada di USA yaitu Presiden Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang
Indonesia. Sampai dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor Houtman
masuk sebagai OB pensiun sebagai Vice President, dan hanya berpendidikan SMA.
Houtman pun kini pensiun dengan berbagai jabatan pernah diembannya, menjadi
staf ahli Citibank asia pasifik, menjadi penasehat keuangan salah satu
gubernur, menjabat CEO di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi
banyak orang.
Pada
hari Kamis tepatnya pada tanggal 20 Desember 2012 Bapak Houtman Zainal Arifin
berpulang ke Rahmatullah.
Pelajaran
yang dapat dipetik adalah kita tidak akan pernah kekurangan apa bila kita mau
saling memberi, jika kita mau bersilaturahmi dan banyak berteman dengan siapa
saja kita akan mendapatkan rezeki yang lebih banyak, dan jika kita ikhlas
memberi, Allah pasti akan memberikan kita sesuatu yang lebih.
Sumber dari : http://inmotivasi.blogspot.qa
Sumber dari : http://inmotivasi.blogspot.qa
0 comments:
Post a Comment