Abdullah
bin Amr bin Haram atau biasa disebut Abu
Jabir bin Abdullah adalah salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang telah berbaiat pada saat baiat ‘aqabah ke dua. Ia diangkat oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai wakil dari Bani Salamah yang
termasuk suku Khazraj.
Usai
baiat aqabah ke dua ia kembali ke Madinah, jiwa raga dan harta bendanya ia
korbankan sebagai baktinnya untuk Islam. Apalagi, setelah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, maka ia mendapatkan nasib
baik dengan memiliki kesempatan untuk selalu bersama Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam baik siang maupun malam.
Ketika pertempuran yang paling menentukan, yakni
perang Badar Kubra dikumandangkan, Abdullah bin Amr termasuk salah satu pejuang
di dalamnya yang menjadi Ahlul Badr. Tentu saja sebuah kemuliaan bagi para
Ahlul Badr sebagaimana dalam sebuah hadits yang artinya :
“Datang Malaikat Jibril pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: apa pendapat kalian tentang Ahlul Badr diantara kalian? Maka bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: Mereka adalah muslimin yang paling mulia (atau kalimat yang bermakna demikian), lalu berkata Jibril: Demikian pula yang mengikuti perang Badr dari kelompok malaikat, mereka adalah malaikat yang terbaik.” (H.R. Bukhari)
Kemudian,
saat perang Uhud meletus, ia pun kembali turut serta dalam kancah jihad di
pertempuran tersebut. Namun,
sebelum kaum muslimin berangkan menyongsong perang Uhud yang penuh prahara,
Abdullah bin Amr bin Haram sempat mendapatkan firasat atas kesyahidan dirinya.
Dalam benaknya ia merasa kelak akan mejadi syuhada pertama di medan Uhud.
Suatu perasaan kuat meliputi dirinya bahwa ia tak akan kembali. Hal itu
sama sekali tak membuatnya sedih namun justru suka cita terpancar dari hatinya.
Maka, ia pun memanggil anaknya, Jabir bin Abdullah yang juga sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan wasiat.
اني لا أراي الا مقتولا في هذه الغزوة بل لعلي سأكون أول شهدائها من المسلمين، واني والله، لا أدع أحدا بعدي أحبّ اليّ منك بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم وان عليّ دبنا، فاقض عني ديني، واستوص باخوتك خيرا
“Sesungguhnya ayahanda merasa yakin akan gugur dalam peperangan ini, bahkan mungkin akan menjadi syuhada pertama di kalangan kaum muslimin. Dan demi Allah, sungguh ayahanda tak rela sepeninggalku mencintai seorang pun diantaramu melebihi cintanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, sebetulnya ayahanda memiliki hutang, maka lunasilah hutangku dan wasiatkanlah kepada saudara-saudaramu agar mereka suka berbuat baik.”
Keesokan
harinya, para mujahidin dari golongan Anshar dan Muhajirin berangkat menuju
medan Uhud. Kafir Quraisy datang dengan pasukan besar dengan tujuan menyerang
Madinah dan menghabisi kaum Muslimin.
Abdullah
bin Amr bin Haram termasuk dalam limapuluh orang pemanah pimpinan Abdullah bin
Zubair yang ditunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjaga garis
pertahanan di atas bukit. Pertempuran berlangsung dengan sengit, pasukan
Quraisy dapat dipukul mundur dan mereka meninggalkan harta ghanimah yang
terserak di medan pertempuran Uhud.
Para
pemanah di atas bukit sebenarnya telah diminta Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk tidak meninggalkan tempatnya, menang atau kalah, sampai
diperintahkan oleh beliau sendiri. Tetapi sebagian besar dari mereka tergiur
dengan barang-barang orang Quraisy yang berserakan tersebut, mereka meninggal
pos pertahanan dengan menuruni bukit untuk mengambilnya.
Sang
komandan pemanah, Abdullah bin Zubair berteriak mengingatkan pesan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, tetapi mereka mengabaikannya,
tinggallah hanya sekitar sepuluh orang, termasuk Abdullah bin Amr bin Haram
yang bertahan di atas bukit.
Benar
saja, tak lama berselang, sekelompok pasukan berkuda Quraisy di bawah pimpinan
Khalid bin Walid yang saat itu belum masuk Islam, menaiki bukit pertahanan
tersebut, dan terjadilah pertempuran tidak seimbang dengan sepuluh sahabat yang
tersisa.
Dalam
pertempuran dahsyat ini, Abdullah bin Amr bin Haram bersama para sahabat
lainnya berjibaku dengan gagah berani. Meski kondisi tak seimbang sama sekali
tak menciutkan nyali para sahabat, mereka betempu dengan segala kemampuannya
demi membela agama Allah. Maka, inilah pertempuran terakhir bagi Abdullah bin
Amr bin Haram di mana ia meraih kesyahidan yang dirindukannya.
Seperti
yang dialami para sahabat lainnya, jenazah Abdullah bin Amr dicincang kafir
Qurays yang begitu mendendam untuk membalas kekalahannya dalam perang Badr
terdahulu.
Sang anak, Jabir bin Abdullah dan sebagian
keluarganya berdiri menangisi jenazah sang ayah yang amat mengenaskan.
جَابِر بْن عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : لَمَّا قُتِلَ أَبِي جَعَلْتُ أَكْشِفُ الثَّوْبَ عَنْ وَجْهِهِ أَبْكِي وَيَنْهَوْنِي عَنْهُ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنْهَانِي فَجَعَلَتْ عَمَّتِي فَاطِمَةُ تَبْكِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبْكِينَ أَوْ لَا تَبْكِينَ مَا زَالَتْ الْمَلَائِكَةُ تُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا حَتَّى رَفَعْتُمُوهُ
Jabir bin 'Abdullah radliallahu 'anha berkata: Ketika bapakku meninggal dunia aku menyingkap kain penutup wajahnya, maka aku menangis namun orang-orang melarangku menangis sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak melarangku. Hal ini membuat bibiku Fathimah ikut menangis. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dia menangis atau tidak menangis, malaikat senantiasa akan tetap menaunginya sampai kalian mengangkatnya". [H.R. Bukhari]
Demikianlah
kemuliaan bagi Abdullah bin Amr bin Haram bersama para syuhada uhud lainnya, di
mana para malaikat menaungi dengan sayapnya.
Bahkan bukan hanya itu, bahkan setelah wafatnya
Abdullah bin Amr bin Haram, Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam
menceritakan kegemarannya yang begitu cinta dengan mati syahid yang kemudian
menjadi asbabun nuzul dari surat Ali Imran ayat 169-170:
وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (١٦٩)
فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (١٧٠)
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. (QS. Ali Imran - 169)
Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Ali Imran - 170)
Aku mendengar Jabir
bin Abdillah berkata; ketika Abdullah bin Amr bin Haram terbunuh pada perang
Uhud Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; wahai jabir maukah engkau
aku kabarkan apa yang Allah ‘Azza wa Jalla firmankan kepada ayahmu? Aku
menjawab; tentu ya Rasulullah, tidaklah Allah berbicara kepada seseorang pun
kecuali dari balik hijab tapi Allah telah berbicara kepada ayahmu dengan
bertatap muka, lalu Allah berfirman:
Wahai Hambaku, memohonlah kepada-Ku, niscaya Aku akan memberimu, 'ia menjawab; 'Wahai Rabb, hidupkan aku kembali agar aku terbunuh di jalan-Mu untuk kedua kalinya.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah berlalu dari-Ku bahwasanya mereka tidak akan kembali lagi ke sana, 'ia berkata; 'Wahai Rabb, kalau begitu sampaikanlah kepada orang yang berada di belakangku.'" Beliau bersabda: "Maka Allah Ta'ala menurunkan: "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rizki." (H.R. Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh Albani).
Subhanallah, dari
kisah di atas sungguh penuh hikmah. Sebuah fenomena yang menakjubkan, bahwa
pada dasarnya maut adalah sesuatu yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya
kecuali Allah Ta’ala. Namun begitu mulianya para syuhada, jika Allah
menghendaki tentu pengetahuan tentang maut itu bisa saja dimasukkan dalam
firasat para hambaNya. Inilah bukti kebenaran bagi mereka para mujahid yang
jujur merindukan syahid fi sabilillah. Wallaahu a’lamu bishshawaab.
0 comments:
Post a Comment