Dalam Al-Qur’an banyak terdapat potret keluarga sepanjang zaman. Ada
potret keluarga saleh dan ada juga potret keluarga celaka. Potret-potret
keluarga tersebut meskipun terjadi pada masa dan lingkungan yang berbeda dengan
masa saat ini, akan tetapi ia tetap mengandung banyak hikmah dan pelajaran
berharga yang senantiasa kekal sepanjang zaman. Dalam tulisan sederhana ini,
kita akan mengetengahkan beberapa potret keluarga teladan dalam Al-Qur’an untuk
kemudian kita petik hikmah dan pelajaran-pelajaran berharganya.
***
1. Keluarga Imran
Satu-satunya surat dalam
Al-Qur’an yang diberi nama dengan nama sebuah keluarga adalah surat Ali Imran
(keluarga Imran). Tentunya bukan sebuah kebetulan nama keluarga ini dipilih
menjadi salah satu nama surat terpanjang dalam Al-Qur’an..
Satu hal yang unik adalah
bahwa profil Imran sendiri yang namanya diabadikan menjadi nama surat ini tidak
pernah disinggung sama sekali. Yang banyak dibicarakan justru adalah istri
Imran (imra’atu Imran) dan puterinya; Maryam. Hal ini seolah mengajarkan kita
bahwa keberhasilan seorang kepala rumah tangga dalam membawa anggota
keluarganya menjadi individu-individu yang saleh dan salehah tidak serta merta
akan menjadikan profilnya dikenal luas dan tersohor.
Dikisahkan bahwa Imran dan
istrinya sudah berusia lanjut. Akan tetapi keduanya belum juga dikaruniai
seorang anak. Maka istri Imran bernazar, seandainya ia dikaruniai Allah seorang
anak, akan ia serahkan anaknya itu untuk menjadi pelayan rumah Allah (Baitul
Maqdis). Nazar itu ia ikrarkan karena ia sangat berharap agar anak yang akan
dikaruniakan Allah itu adalah laki-laki, sehingga bisa menjadi khadam (pelayan)
yang baik di Baitul Maqdis. Ternyata anak yang dilahirkannya adalah perempuan.
Istri Imran tidak dapat berbuat apa-apa.
Allah SWT telah menakdirkan
anaknya adalah perempuan dan ia tetap wajib melaksanakan nazarnya. Ia tidak
mengetahui bahwa anak perempuan yang dilahirkannya itu bukanlah anak biasa.
Karena ia yang kelak akan menjadi ibu dari seorang nabi dan rasul pilihan
Allah. Setelah itu, anak perempuan yang kemudian diberi nama Maryam tersebut
diasuh dan dididik oleh Zakaria yang juga seorang Nabi dan Rasul, serta masih
terhitung kerabat dekat Imran. Kisah ini dapat dilihat pada surat Ali Imran
ayat 35-37.
Artinya : (Ingatlah) Ketika Isteri Imran Berkata : "Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmad (Dibaitul Maqdis). Karena itu, Terimalah (Nazar) itu daripadaku, sesungguhnya Engkaulah maha mendengar lagi maha mengetahui" (Q.S Ali Imran 3:35)
Artinya : Maka tatkala isteri ´Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya
Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih
mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak
perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan
untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada
syaitan yang terkutuk" (Q.S Ali Imran 3:36)
Artinya : Maka Tuhan menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan
mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya
pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati
makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu
memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi
Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa hisab." (Q.S Ali Imran 3:37)
***
2. Keluarga Nabi Ibrahim as
Barangkali dari sekian
potret keluarga yang disinggung dalam Al-Qur’an, keluarga Nabi Ibrahimlah yang
banyak mendapat sorotan. Bahkan dimulai sejak Ibrahim masih muda ketika ia
dengan gagah berani menghancurkan berhala-berhala kaum musyrikin sampai ia
dikaruniai anak di masa-masa senjanya. Keluarga Nabi Ibrahim as termasuk
keluarga pilihan di seluruh alam semesta. Sebagaimana disebutkan dalam surat
Ali Imran ayat 33:
Artinya : “Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga
Ibrahim dan keluarga Imran di seluruh alam semesta.”
Akan tetapi, kita hanya
akan mengambil beberapa episode saja dari rangkaian sejarah keluarga Nabi
Ibrahim di dalam Al-Qur’an. Episode paling terkenal
dari kisah Nabi Ibrahim adalah ketika Allah SWT mengaruniakan seorang putra
kepadanya di saat usianya sudah sangat lanjut, sementara istrinya adalah
seorang yang mandul. Namun Allah SWT Maha Kuasa, sekali pun hal itu melanggar
undang-undang alam (sunan kauniyah), karena toh alam itu sendiri Dia yang
menciptakan.
Ibrahim yang sudah renta
dan istrinya yang mandul akhirnya memperoleh seorang putra yang diberi nama
Ismail. Penantian yang sekian lama membuat Ibrahim sangat mencintai anak semata
wayangnya itu. Tapi, Allah SWT ingin menguji imannya melalui sebuah mimpi yang
bagi para nabi adalah wahyu. Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anaknya.
Sebelum melaksanakan perintah itu, terjadi dialog yang sangat harmonis dan
menyentuh hati antara anak dan bapak. Ternyata, sang anak dengan hati yang
tegar siap menjalani semua kehendak Allah. Ia bersedia disembelih oleh ayahnya
demi menjalankan perintah Allah SWT.
Ketegaran sang ayah untuk menyembelih sang
anak dan kesabaran sang anak menjalani semua itu telah membuat mereka berhasil
menempuh ujian yang maha berat tersebut. Allah SWT menebus Ismail dengan seekor
domba, dan peristiwa bersejarah itu diabadikan dalam rangkaian ibadah korban
pada hari Idul Adha. Kisah ini direkam dalam Al-Qur’an surat ash-Shaffaat ayat
100-107.
***
3. Keluarga Luqman
Ulama berbeda pendapat
apakah Luqman seorang Nabi atau hanya seorang yang bijak bestari. Pendapat
terkuat adalah bahwa Luqman bukanlah seorang Nabi melainkan seorang ahli hikmah
(hakiim). Namanya diabadikan menjadi nama salah satu surat dalam Al-Qur’an.
Luqman adalah orang yang disebut dalam Al-Qur'an dalam surah Luqman [31]:12-19 yang terkenal karena nasihat-nasihatnya kepada anaknya. Ibnu Katsir berpendapat bahwa nama panjang Luqman ialah Luqman bin Unaqa' bin Sadun. Sedangkan asal usul Luqman, sebagian ulama berbeda pendapat. Ibnu Abbas menyatakan bahwa Luqman adalah seorang tukang kayu dari Habsyi. Riwayat lain menyebutkan ia bertubuh pendek dan berhidung mancung dari Nubah, dan ada yang berpendapat ia berasal dari Sudan. Dan ada pula yang berpendapat Luqman adalah seorang hakim pada zaman nabi Dawud
Dalam sebuah riwayat menceritakan bahwa pada suatu hari Luqman Hakim telah masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor himar, manakala anaknya mengikut dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orang pun berkata, "Lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki." Setelah mendengarkan desas-desus dari orang ramai maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu. Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula, "Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya sedap menaiki himar itu, sungguh kurang ajar anak itu."
Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang himar itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang ramai pula berkata lagi, "Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, mereka sungguh menyiksakan himar itu." Oleh karena tidak suka mendengar percakapan orang, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, "Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikenderai." Dalam perjalanan mereka kedua beranak itu pulang ke rumah, Luqman Hakim telah menasihati anaknya tentang sikap manusia dan celoteh mereka. Ia berkata, "Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah saja. Siapa saja yang mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam tiap-tiap satu."
Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, "Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang), dan hilang kemuliaan hatinya (keperibadiannya). Lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan meringan-ringankannya."
Sebagian besar ayat-ayat dalam surat Luqman bercerita tentang nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya.
Luqman adalah orang yang disebut dalam Al-Qur'an dalam surah Luqman [31]:12-19 yang terkenal karena nasihat-nasihatnya kepada anaknya. Ibnu Katsir berpendapat bahwa nama panjang Luqman ialah Luqman bin Unaqa' bin Sadun. Sedangkan asal usul Luqman, sebagian ulama berbeda pendapat. Ibnu Abbas menyatakan bahwa Luqman adalah seorang tukang kayu dari Habsyi. Riwayat lain menyebutkan ia bertubuh pendek dan berhidung mancung dari Nubah, dan ada yang berpendapat ia berasal dari Sudan. Dan ada pula yang berpendapat Luqman adalah seorang hakim pada zaman nabi Dawud
Dalam sebuah riwayat menceritakan bahwa pada suatu hari Luqman Hakim telah masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor himar, manakala anaknya mengikut dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orang pun berkata, "Lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki." Setelah mendengarkan desas-desus dari orang ramai maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu. Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula, "Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya sedap menaiki himar itu, sungguh kurang ajar anak itu."
Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang himar itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang ramai pula berkata lagi, "Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, mereka sungguh menyiksakan himar itu." Oleh karena tidak suka mendengar percakapan orang, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, "Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikenderai." Dalam perjalanan mereka kedua beranak itu pulang ke rumah, Luqman Hakim telah menasihati anaknya tentang sikap manusia dan celoteh mereka. Ia berkata, "Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah saja. Siapa saja yang mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam tiap-tiap satu."
Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, "Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang), dan hilang kemuliaan hatinya (keperibadiannya). Lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan meringan-ringankannya."
Sebagian besar ayat-ayat dalam surat Luqman bercerita tentang nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya.
Sumber Dari : http://www.metro7.co.id
0 comments:
Post a Comment