Khalifah
Umar bin Khaththab radhiallahu 'anhu memiliki kegemaran melakukan ronda malam
sendirian untuk melihat langsung kondisi rakyatnya. Sepanjang malam ia
memeriksa keadaan rakyatnya secara langsung dari dekat.
Ketika
melewati sebuah gubuk, khalifah merasa curiga melihat lampu yang masih menyala.
Di dalamnya terdengar suara orang berbisik-bisik. Khalifah Umar menghentikan
langkahnya. Ia penasaran ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Dari
balik bilik Khalifah Umar mengintipnya. Tampaklah seorang ibu dan anak
perempuannya sedang sibuk mewadahi susu.
"Bu,
kita hanya mendapat beberapa kaleng hari ini," kata anak perempuan itu.
"Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit."
"Benar
anakku," kata ibunya.
"Tapi
jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita akan gemuk.
Kita bisa memerah susu sangat banyak," harap anaknya.
"Hmm,
sejak ayahmu meninggal penghasilan kita sangat menurun. Bahkan dari hari ke
hari rasanya semakin berat saja. Aku khawatir kita akan kelaparan," kata
ibunya. Anak perempuan itu terdiam. Tangannya sibuk membereskan kaleng-kaleng
yang sudah terisi susu. "Nak," bisik ibunya seraya mendekat.
"Kita campur saja susu itu dengan air. Supaya penghasilan kita cepat
bertambah."
Anak
perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ah, wajah iu
begitu lelah dan letih menghadapi tekanan yang amat berat. Ada rasa sayang yang
begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya.
"Tidak, Bu!" katanya cepat. "Khalifah melarang keras semua
penjual susu mencampur susu dengan air." Ia teringat sanksi yang akan
dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat curang kepada pembeli.
"Ah!
Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak
akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu," gerutu ibunya kesal.
"Ibu,
hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku
curang pada pembeli?"
"Tapi
tidak akan ada yang tahu kita mencampur dengan air! Tengah malam begini tak ada
yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita,"
kata ibunya tetap memaksa. "Ayolah, Nak, mumpung tengah malam. Tak ada
yang melihat kita!"
"Bu,
meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur susu
dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan
kita serapi apapun kita menyembunyikannya," tegas anak itu. Ibunya hanya
menarik nafas panjang. Sungguh kecewa hatinya mendengar anaknya tak mau
menuruti suruhannya. Namun, jauh di lubuk hatinya ia begitu kagum akan kejujuran
anaknya.
"Aku
tidak mau melakukan ketidakjujuran pada waktu ramai maupun sunyi. Aku yakin,
Allah tetap selalu mengawasi apa yang kita lakukan setiap saat," kata anak
itu. Tanpa berkata apa-apa, ibunya pergi ke kamar. Sedangkan anak perempuannya menyelesaikan
pekerjaannya hingga beres. Di luar bilik, Khalifah Umar tersenyum kagum akan
kejujuran anak perempuan itu.
"Sudah
sepantasnya ia mendapatkan hadiah!" gumam Khalifah Umar. Dia beranjak
meninggalkan gubuk itu kemudian ia cepat-cepat pulang ke rumahnya.
***
Keesokan
paginya, Khalifah Umar memanggil putranya, Ashim bin Umar. Diceritakannya
tentang gadis jujur penjual susu itu. "Anakku
menikahlah dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya," kata Khalifah
Umar. "Di zaman sekarang, jarang sekali kita jumpai gadis jujur seperti
dia. Ia bukan takut pada manusia. Tapi takut pada Allah yang Maha Melihat."
Ashim bin Umar menyetujuinya.
Beberapa
hari kemudian Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak perempuan
itu dengan kedatangan putra khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan ditangkap
karena suatu kesalahan.
"Tuan
saya dan anak saya tidak pernah melakukan kecurangan dalam menjual susu. Tuan
jangan tangkap kami," sahut ibu tua ketakutan. Putra
khalifah hanya tersenyum. Lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak
menyunting anak gadisnya. "Bagaimana mungkin? Tuan adalah seorang putra
khalifah, tidak selayaknya menikahi gadis miskin seperti anakku?" tanya
ibu dengan perasaan ragu.
"Khalifah
adalah orang yang tidak membedakan manusia. Sebab, hanya ketakwaanlah yang
meninggikan derajat seseorang di sisi Allah," kata Ashim sambil tersenyum.
"Ya.
Aku lihat anakmu sangat jujur," kata Khalifah Umar. Anak gadis itu saling
berpandangan dengan ibunya. Bagaimana khlaifah tahu? Bukankah selama ini ia
belum pernah mengenal mereka. "Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa
rakyatku. Malam itu aku mendengar pembicaraan kalian," jelas Khalifah Umar.
Ibu
itu bahagia sekali. Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana dengan menilai
seseorang bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya. Sesudah Ashim menikah
dengan gadis itu, kehidupan mereka sangat bahagia dan membahagiakan kedua
orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Beberapa tahun kemudian mereka
dikaruniai anak dan cucu yang kelak menjadi orang besar dan memimpin bangsa
Arab, yakni Umar bin Abdul Aziz.
Sumber Dari : http://www.madinatulilmi.com
0 comments:
Post a Comment