Pertama
kali aku jatuh cinta dulu waktu umur 12 tahun. Waktu itu rasanya masih terlalu
cepat untuk anak seumuranku mengenal cinta. Pada umur 12 tahun itu pula, aku
pertama kali mengenal kata pacaran.
Sebut saja dia cinta pertama sekaligus
pacar pertama untukku. Karena namanya anak-anak, pacarannya juga seolah
main-main dan kekanak-kanakan. Tapi perasaan itu seakan masih membekas sampai
sekarang. Kenangan kebersamaannya juga seakan masih teringat jelas. Aku pikir
itu bukan cinta biasa.
Sekarang
umurku belum baru akan menginjak 17 tahun pada bulan mei 2014 nanti. Lima tahun
lebih berlalu semenjak itu. Hubungan yang dijalin itu memang telah berakhir
hampir 3 atau 4 tahunan yang lalu, saat aku dan dia memutuskan berpisah. Waktu
saat kami mulai sama-sama memasuki bangku SMA. Pemikiran yang dewasa memang
saat aku berpikir bahwa aku tidak begitu lagi mencintainya.
Ternyata
perpisahan waktu itu bukan pilihan yang tepat. Tanpa kusadari di hatiku masih
ada dia, entah itu karena aku melihatnya setiap hari atau apa tapi bisa jadi
karena kami masih satu sekolah. Mungkin karena tidak terlalu besarnya cintaku
padanya, aku pun seolah acuh pada hatiku yang mengatakan aku masih
mencintainya. Dan aku pun menjalin hubungan dengan seseorang, seseorang yang pada
akhirnya membuat aku menunggu sangat lama, seseorang yang seolah mempermainkan
aku dan seseorang yang membuat aku menyesal telah mengabaikan perasaan bahwa
aku masih mencintainya, cinta pertamaku. Tidak tidak, itu bukan sebuah
penyesalan yang pantas disesali.
Dan
untuk ketiga kalinya, aku kembali menjalin hubungan. Aku seperti menjadi orang
jahat waktu bersamanya, selalu melakukan tindakan sesukaku. Huh, aku seolah
melampiaskan perasaanku pada orang ini. Tapi mengapa dia teramat baik untuk
itu? Apakah bila aku kembali memutuskannya, dia akan baik-baik saja? Aku hanya
tak ingin kembali menyakitinya oleh karena sifatku yang seperti ini. Mungkin
memang aku aneh, tapi dibalik itu semua aku menyayanginya.
Aku
tidak terlalu mempercayai itu cinta. Aku mungkin seorang yang kesepian, seorang
yang hanya bisa memendam semuanya sendiri. Bagaimana dengan orang yang kusebut
sahabat? Berpikir mereka memiliki masalahnya masing-masing, itu tak masalah
jika aku tidak begitu mau berbagi masalahku.
Hari-hariku
ku jalani dengan selalu berharap bahwa esok akan lebih baik. Selalu berusaha
menunjukkan bahwa hidupku tidak memiliki masalah dan aku orang yang paling
bahagia di dunia ini serasa melelahkan. Semuanya kebohongan. Saat hatiku merasa
lelah dengan semua ini, saat itu pula aku selalu merindukannya. Dia yang
biasanya menyandarkan bahunya untukku saat aku merasa sedih. Dimana dia saat
ini? Mengapa aku terlambat menyadari bahwa dia teramat berarti untukku.
Otakku
menjadi bingung saat aku memikirkan mengapa aku bersedih saat aku mengetahui
dia sudah memiliki kekasih baru dan sangat senang jika suatu hari dia berpisah
dengan kekasihnya itu. Ada apa denganku? Padahal jelas-jelas aku mengatakan aku
tidak begitu menyukainya lagi. Tapi mengapa saat dia menatapku, hatiku seolah masih
bergetar? Dia, cinta pertamaku, mengapa sekarang dia menjadikan aku orang yang
egois? Aku hanya ingin dia mencintaiku, aku hanya ingin hanya aku di hidupnya
padahal cintaku sendiri tidak sepenuhnya untuknya, hatiku bahkan sekarang
seolah mengatakan aku mencintai orang lain. Tapi mengapa dia seolah abadi dalam
hatiku ini?
Hingga
suatu saat orang lain yang kucintai itu memilih pergi meninggalkanku. Aku
merasa sedih, hatiku seolah hancur. Orang lain itu mengapa seenaknya untuk
datang pergi, mengapa orang lain itu selalu menghancurkan hatiku dan kemudian
memperbaikinya. Dan mengapa orang lain itu seperti telah menjadikan aku orang
yang sangat mencintainya. Tidak, orang lain itu bukan menjadi orang lain lagi,
orang lain itu telah menjadi orang yang penting di hidupku.
Otakku tidak begitu
hebat untuk bisa mengerti hati, bahkan tentang perasaan ini masih sulit
dimengerti. Saat aku mengatakan aku mencintainya, tapi hatiku juga menegaskan
bahwa di sisi lain nama cinta pertamaku itu masih belum hilang. Oh Tuhan, mengapa
saat hatiku hancur karena orang lain itu, Kau malah mengirimkan dia “cinta
pertamaku” untuk menghiburku. Dia
kembali mengatakan bahwa dia masih mencintaiku. Kata-kata itu seperti menjadi
alasan aku tersenyum namun tidak begitu ku indahkan.
Aku buat dia menunggu,
padahal aku tau jawaban hatiku yang tak bisa menerimanya lagi. Ya, sampai suatu
saat orang lain yang begitu aku cinta itu datang kembali. Entah karena aku
bodoh atau apa, aku menyambutnya dengan penuh senyuman dan kebahagiaan. Aku
meninggalkan dia “cinta pertamaku” karena orang lain tanpa berpikir apa yang
akan terjadi padanya. Tapi dia tidak pernah bosan datang dan datang lagi
kepadaku dan aku pun selalu menolaknya.
Hingga
suatu ketika dia datang lagi tapi bukan untuk mengatakan “dia mencintaiku”
melainkan orang lain. Dadaku terasa sesak saat itu dan hatiku seakan sakit.
Bagaimana mungkin aku seperti? Mengapa aku begitu egois. Tidak selamanya dia
akan selalu mencintaiku, tidak selamanya dia rela menunggu.
Aku hanya bisa
menahan tangis dan mengatakan “Berbahagialah. Aku tau suatu saat nanti kamu
pasti menemukan orang yang lebih dari aku”. Dia hanya membalas dengan senyum,
dan aku melanjutkan dalam hati “Tapi bisakah walaupun kau mencintai orang lain
saat ini, aku akan selalu ada di hatimu itu dan selalu abadi disitu”.
kini
perasaan itu muncul lagi, mungkin karena kita masih satu sekolah dan otomatis
setiap hari bertemu. entah apa yang aku rasakan saat ini apakah benar aku masih
membutuhkannya atau hanya perasaan sementara yang muncul di hatiku dan menjadi
pengobat hati untukku. sampai sekarang aku masih bertanya-tanya tentang
perasaanku kepadanya. ya sebenarnya aku tahu kalau dia tidak akan bisa lagi
kembali untukku. namun apa daya semua terjadi begitu saja…
Sumber Dari : http://cerpenmu.com
0 comments:
Post a Comment