Sheikh Ahmed Deedat |
Anak
kecil ini hidup sebagaimana kebanyakan anak kecil di perkampungan miskin
tersebut, tidak ada yang membedakan antara dirinya dengan lainnya dalam masalah
ketergantungannya kepada kedua orang tuanya, tidak juga kecerdasannya.
Ia
memiliki wajah bulat dan gembung, kulit kehitam-hitaman, tingginya sedang,
penuh semangat. Ia selalu kagum dengan segala sesuatu dan tidak ada yang
menghentikan derasnya berbagai pertanyaan di kepalanya kecuali jika ia
dilkalahkan oleh rasa kantuknya.
Ketika
usianya mencapai 9 tahun, bapaknya mempunyai keinginan melakukan perjalanan ke
negeri lain untuk bekerja kepada anak pamannya dengan tujuan mencari pekerjaan
dan kehidupan yang lebih baik.
Terasa
berat kehidupan di India karena kepadatan jumlah penduduk yang menakutkan dan
di sisi lain sumber-sumber kehidupan pada masa kekuasaan Inggris pada saat itu
sedikit sekali. Oleh karena itu ia memberitahukan maksudnya itu kepada
istrinya.
Karena
sangat mencintai anaknya, maka ia ingin jika anaknya ikut bersamanya dan
berjanji kepada istrinya bahwa ia akan kembali setelah setahun. Istrinya pun
merelakan kepergiannya dengan berat hati.
Akhirnya,
sang bapak melakukan perjalanan dan menetap di Kota Dirban untuk beberapa waktu
pada tahun 1927 M. Kota tersebut adalah salah satu kota di Negara Afrika
Selatan. Ia berada di bawah tanggungan anak pamannya dan si anak di sekolahkan
di sana.
Berjalanlah
segala sesuatunya dengan tenang. Ketika sudah delapan bulan mereka tinggal
disana, dan anaknya menunggu waktu untuk mendapatkan kembali pelukan sang ibu,
beberapa hari sesudahnya mereka mendengarkan kabar wafatnya sang ibu dan
kembalinya ia ke haribaan -rahimahallah- sang Pencipta. Anak dan bapak ini
terpukul dengan kabar tesebut. Akhirnya mereka memutuskan untuk menetap di Afrika
Selatan selamanya.
Sang
bapak tinggal di bagian selatan kota Dirban, di mana disana ada perkampungan
bangsa Negro. Ia melakukan banyak pekerjaan dan mampu menciptakan suasana
kebapakan untuk puteranya, seiring dengan usia dan kesehatannya yang mulai berkurang.
Setelah
tujuh tahun berselang melalui mimpi-mimpi dan cita-citanya untuk hidup lebih
baik, dan si anak menuntaskan sekolahnya hingga tingkatan menengah,
berpindahlah sang bapak menuju rahmat Allah pada tahun 1934 M yang pada saat
itu usia si anak masih 16 tahun.
Akhirnya
si anak meninggalkan studinya dan mencari pekerjaan untuk hidupnya. Ia menetap
di perkampungan bangsa Negro tersebut yang ia tidak mengetahui siapa yang akan
melindunginya sedangkan negerinya sendiri dan kerabatnya berada di seberang
samudera yang ia tidak mampu
menyeberanginya.
Kemudian
ia bekerja di banyak pekerjaan dan berpindah dari satu pekerjaan menuju
pekerjaan yang lain, tidak lain karena benturan kebutuhan harian dan
bulanannya. Akhirnya ia mendapatikn pekerjaan dari pemilik toko beragama
Nasrani. Ia
adalah salah satu dari lelaki kulit putih yang tinggal di Afrika Selatan.
Pemilik toko tersebut melihat pada diri anak itu tanda-tanda kelebihan, amanah,
ikhlas, dan kejujuran. Sedikit demi sedikit ia mempercayai anak itu dan berbuat
baik kepadanya. Segala sesuatunya berjalan lancar dan ia bekerja dengan tenang.
Suatu
ketika ketenangan tersebut terusik dengan berhembusnya “angin kencang”. Pada
suatu hari, seorang pendeta Nasrani mengunjungi teman dekatnya, penjual toko
tersebut. Di tengah pembicaraannnya, pendeta itu memalingkan perhatiaannya
kepada anak itu, yang dari wajahnya kelihatan jika ia bukan penduduk asli
Afrika Selatan.
Ia
bisa berbicara Bahasa Inggris, Bahasa Zulu [bahasa negara-negara Afrika Tengah
dan Selatan] dan Bahasa Urdu [bahasa daerah asalnya]. Anak itu memlikii wajah
berseri-seri dan cekatan dalam berkerja. Ia memerintah dan melarang,
mengorganisir pekerjaan di toko sampai tuntas dengan ikhlas. Usianya ketika itu
18 tahun atau kurang sedikit.
Pendeta
tersebut bertanya kepada temannya: “Siapa nama anak ini?”
Pendeta
tersebut bertanya lg dengan perasaan kaget: ”Apakah dia Seorang Muslim?”
Si
pemilik toko menjawab: “Ya!”
Maka
Pendeta itu berkata: “Tidak kah kau tahu bahwa mereka menghinakan Tuhan kita?
dan berkata bahwa Ia adalah Hamba [bukan Tuhan-ed]?”
Penjual
toko itu menimpali: ”Akan tetapi ia adalah anak yang jujur dan terpercaya!”
Pendeta
itu berkata: “Walaupun seperti itu, ia harus masuk Nasrani atau keluarkan ia
tanpa ampun!”
Akhirnya,
pendeta itu berhasil mengobarkan fitnah di hati temannya dan menyebabkannya
langsung menghadirkan anak tersebut.
Penjaga toko itu berkata: “Aku ingin menyelamatkanmu dari kesesatan!”
Penjaga toko itu berkata: “Aku ingin menyelamatkanmu dari kesesatan!”
Anak
itu menjawab: “[Walaupun ia merasa ada harga mahal untuk menerima pertolongan
orang itu] Apa itu?”
Penjaga
toko tersebut berkata: “Sesungguhnya pendeta ini adalah agamawan yang mulia, ia
ingin menyelamatkan domba Tuhan yang hilang dan menolongmu agar engkau
menyelamatkan dirimu sehingga Tuhan akan memberkatimu!”
Anak
ini mengetahui konsekuensinya, yaitu murtad, maka Ia berkata: “Tidak, saya
Muslim!”
Maka
pemilik toko itu berkata: “Pikirkan dulu sebelum memutuskan!”
Namun
anak itu tetap menolak karena ia tidak mengetahui kecuali ada satu sesembahan
yang berhak disembah yakni Allah SWT, adapun Isa adalah Nabiyullah yang mulia,
tidak lebih. Maka
berkatalah pendeta tersebut memotong pembicaraan anak itu dan marah dengan keteguhan
anak itu terhadap agamanya dan menolak murtad: “Apakah kamu tidak tahu bahwa
Islam adalah agama berhala, kalian thawaf di rumah [Ka’bah] yang didalamnya ada
batu dan Rasul kalian beristrikan 9 wanita!”
Kemudian
pendeta itu meyebutkan semua syubhat [kerancuan] bohong tentang Islam, ia
banyak bicara yang tidak satupun dapat meluluhkan hatinya. Anak itu hanya diam
untuk menghormati pemilik toko dan ia berkeyakinan bahwa pemilik toko hanya
membantu temannya sang pendeta. Akan tetapi beberapi hari sesudah itu, pemilik
toko kembali kepada kebiasaannya terdahulu yang mencela dan memerangi Islam dan
keyakinannya.
Ia
tidak bisa membantah syubhat-syubhat itu karena ia tidak tahu hal tersebut
secara sempurna. Maka ia mengambil keputusan yang berada di luar garis kehidupannya,
ia memutuskan untuk mempelajari agama Nasrani. Mulailah anak yang mendekati
baligh ini mempelajari kitab-kitab mereka secara ilmiah.
Maka
ia memperhatikan Injil, mempelajarinya hingga menghafalnya di luar kepala,
kemudian ia membandingkannya dengan Al-Quran, ia mendapati perbedaan yang
banyak. Namun ia belum merasa cukup dan belum hilang hausnya. Maka ia melakukan
perjalanan untuk membela Islam. Pertama
yang ia ajak untuk berdebat adalah pemilik toko, tempat dimana ia bekerja. Ia
mendebatnya dan membuatnya tidak berkutik. Kemudian ia lanjutkan dengan
menantang beberapa pendeta dan ia dapat menjatuhkan mereka melalui tangan
mereka sendiri dan mereka tidak dapat mempertahankan kebenaran keyakinan mereka
di hadapan ribuan orang yang membanjiri ruang pertemuan.
Ia
ingin membungkam mulut orang Nasrani selamanya agar tidak lancang menghina
Islam. Maka ia meningggalkan pekerjaaannya pada pemilik toko nasrani tersebut.
Ia mulai menemui orang-orang Nasrani yang datang ke Afrika Selatan dan
mengajaknya berdiskusi. Ketika dialog dan debat yang ia lakukan telah banyak
dan usianya mencapai tiga puluhan tahun, maka ia memulai dialognya dengan
kalangan pendeta Nasrani.
Semenjak
hari itu, suaranya ibarat petir yang menggelegar hingga negara-negara barat
yang Nasrani, gema yang menggoncangkan aula-aula Vatikan. Pembicaraanya
menggema di barat dengan diskusi dan dialognya yang terkenal dan melambungkan
reputasinya. Dan ia terus menantang dan gaungnya tetap menggema hingga hari
ini.
Pembicaraan
sekitar pertentangan dalam Injil mendorong gereja, pusat-pusat studi Nasrani
dan banyak perguruan tinggi di barat membentuk departemen tersendiri dalam
menaggapi dan mendebat dirinya dan buku-bukunya melalui penelitian dan studi
mendalam.
Pemilik
toko yang biasa dan temannya dari kalangan pendeta diatas telah menggugah akal
dan hati anak muslim ini. Mereka telah membangunkan anak yang lemah lembut itu
hingga menggemparkan dunia dan mengguncang Vatikan, menggetarkan gereja-gereja
mereka dan membongkar banyak kekeliruan dalam agama mereka.
Tahukah
kalian siapa nama anak tersebut? Anak tersebut bernama Ahmad Deedat. Oleh
karena itu orang-orang Nasrani yang telah hancur ajarannya sangat mewaspadai
kemunculan Ahmad Deedat yang lain. Semoga Allah merahmati Ahmad Deedat dan
mengampuni segala dosanya.
Sumber Dari : https://www.islampos.com
Sumber Dari : https://www.islampos.com
0 comments:
Post a Comment