MESKI
terlahir dari keluarga terpandang, Mohammad Husni Thamrin dikenal sangat peduli
dengan nasib pribumi yang tertindas oleh kebijakan pemerintah Belanda.
Mohammad
Husni Thamrin atau MH Thamrin lahir di Sawah Besar, Jakarta, pada Jumat, 16
Februari 1894. Dia anak dari pasangan Tabri Thamrin dan Nurchomah. Ayahnya
seorang pejabat di pemerintahan Belanda, sementara ibunya orang Betawi.
Sang
kakek, Ort, adalah seorang Inggris yang merupakan salah satu pemilik hotel di
Petojo. Ort menikah dengan perempuan Betawi bernama Noeraini.
Sejak
kecil, MH Thamrin atau Mat Seni dirawat oleh pamannya dari pihak ibu karena
ayahnya meninggal, sehingga ia tidak menyandang nama Belanda.
MH
Thamrin mengawali pendidikan di Institut Bosch. Setelah itu, dia melanjutkan
pendidikan di Gymnasium Konning Willem III. Setelah itu dia bekerja di
kepatihan. Prestasi kerja yang baik membawanya di Kantor Karesidenan hingga
akhirnya bekerja di maskapai pelayaran KPM (Koninklijke Paketvaart
Maatscappij).
Perkenalan
dengan sosialis bernama Daniel van der Zee, mengantar MH Thamrin yang fasih
berbahasa Belanda berkarier di Gemeenteraad (Dewan Kota Praja/ DPRD) pada 27
Oktober 1919 atau saat dia berusia 25 tahun.
Di
awal pidato pengangkatannya sebagai anggota Gemeenteraad, Husni Thamrin antara
lain bercerita tentang pesan ibunya. "Beliau mengharapkan saya menjadi
orang pandai, agar dapat memikirkan kehidupan bersama di sekeliling saya."
Di
Gemeenteraad, Husni Thamrin berjuang untuk menuntut perbaikan kota, khususnya
perkampungan rakyat. Dia sering masuk
kampung keluar kampung, menyaksikan keadaan rakyat dengan mata kepala sendiri.
Dia
pun berpidato di Dewan Kota, menuntut kepada pemerintah supaya segera
memperbaiki kampung-kampung di Jakarta. Pidatonya mendapat tanggapan baik.
Pemerintah turun tangan. Usaha pertama yang dilakukan ialah membuat saluran air
yang cukup besar agar kampung-kampung terhindar dari banjir. Usaha itu kemudian
ditingkatkan dengan membangun 'Kanal Ciliwung'.
Empat
tahun kemudian atau tahun 1923, Husni Thamrin diangkat menjadi ketua Organisasi
Kaum Betawi. Perkumpulan ini bertujuan memajukan perdagangan, pendidikan, dan
kesehatan masyarakat.
Husni
Thamrin diangkat menjadi anggota Volksraad (Dewan Perwakilan Nasional/DPR) pada
tahun 1927. Hal ini bermula saat salah satu kursi Volksraad dinyatakan kosong
oleh Gubernur Jenderal. Awalnya, kursi itu ditawarkan kepada HOS Cokroaminoto
tetapi ditolak. Kemudian, ditawarkan lagi kepada Dr. Sutomo tetapi juga
ditolak.
Dengan
penolakan kedua tokoh besar ini, dibentuklah suatu panitia, yaitu panitia Dr. Sarjito yang akan
memilih seorang yang dianggap pantas untuk menduduki kursi Volksraad yang
lowong. Panitia Dr. Sarjito akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada MH Thamrin.
Alasan yang dikemukakannya ialah bahwa Husni Thamrin cukup pantas menduduki
kursi itu mengingat pengalamannya sebagai anggota Gemeenteraad.
Menjadi
anggota Volksraad, MH Thamrin bersuara lantang tentang kesejahteraan buruh. Dia
menuntut agar buruh mendapat hak kesehatan dan gaji yang pantas. Dia juga
memperjuangkan penghapusan larangan sekolah swasta seperti Tamansiswa dan
Muhammadiyah. Pada 1933, sekolah-sekolah itu diperbolehkan beroperasi.
Dalam
Sidang Volksraad, dia juga mengkritik perlakuan terhadap buruh di Sumatera
Timur. Hal ini tak terlepas dari hasil kunjungannya ke Sumatera Timur. Dia
melihat kondisi buruh memprihatinkan. Mereka dituntut bekerja keras, tetapi
kondisi sosial tidak memadai. Dengan sengaja, di sekitar permukiman buruh
dibangun tempat judi dan tempat mabuk. Bila melakukan pelanggaran berat, mereka
dicambuk atau dirotan.
Ternyata,
kritik keras MH Thamrin terdengar hingga luar negeri. Amerika Serikat
mengeluarkan reaksi keras. Muncul kampanye untuk tidak membeli tembakau Deli
selama Poenale Sanctie atau hukuman yang dikenakan oleh pengusaha perkebunan
Belanda kepada para kuli yang dianggap salah atau menyalahi kontraknya,
diberlakukan. Akibat reaksi itu, Poenale Sanctie dihapuskan.
Pada
27 Januari 1930, dibentuk "Fraksi Nasional" dalam Volksraad yang
diketuai oleh MH Thamrin. Fraksi Nasional terkenal dengan kecaman-kecaman
pedasnya terhadap tindakan pemerintah kolonial yang menangkapi
pemimpin-pemimpin PNI. Tindakan yang membawa korban dan banyak keluarga
menderita itu menggerakkan Thamrin untuk membantu korban-korban di kalangan
kaum pergerakan.
Pikiran
dan tindakan politis MH Thamrin telah mendorong 'Kaum Betawi' masuk dalam PPPKI
(Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) yang
terbentuk dalam tahun 1927 di Bandung.
Husni Thamrin terpilih menjadi bendaharawannya. Pada tahun 1932, dalam
kongresnya di Surabaya, MH Thamrin terpilih menjadi Ketua PPPKI dengan wakil
ketua Otto Iskandar Dinata, rekannya dalam Volksraad. (Baca juga: Otto Iskandar
Dinata, Si Jalak Harupat dari Bojongsoang).
Setelah
Dokter Sutomo meninggal p0ada 1938, MH Thamrin yang menjabat sebagai wakil ketua
Partai Indonesia Raya dengan gigih memperjuangkan agar istilah Inlander diganti
dengan Indonesia atau Indonesisch. Hal itu dia lakukan pada 15 Agustus 1939.
Sebelum
Perang Pasifik berkobar, Menteri Perdagangan Jepang Kobajashi berkunjung ke
Jakarta. Tujuannya menuntut konsesi yang lebih besar dalam pembelian minyak
bumi dan batu bara yang dihasilkan Belanda. Koran-koran memuat pernyataan
Kobajashi bahwa Jepang berminat meluaskan pengaruhnya di Hindia Timur. Untuk
itu Jepang memerlukan dukungan rakyat Indonesia.
Singkat
cerita, Pemerintah Hindia Belanda mulai mencurigai orang-orang Indonesia yang
dianggap pro-Jepang. MH Thamrin termasuk yang dicurigai. Ia kemudian dijadikan
tahanan rumah pada 6 Januari 1941 karena dianggap berkhianat kepada
pemerintahan Belanda.
Saat
itu, MH Thamrin sedang sakit. Dia tidak boleh dikunjungi oleh kawan-kawannya,
kecuali dokter pribadinya, yakni dr Kayadu, istrinya, anak angkat, dan
pembantunya yang setia, Entong. Dalam keadaan sakit dengan status tahanan rumah
itu, MH Thamrin tetap memberikan perhatiannya kepada perjuangan nasional. Ia
masih mengirimkan pesan kepada kawan-kawannya secara sembunyi-sembunyi.
Beberapa
kali dia jatuh pingsan. Sekalipun dr Kayadu yang merawatnya berusaha sekuat
tenaga menyelamatkan nyawanya, Tuhan menentukan Iain. MH Thamrin meninggal
dunia 11 Januari 1941.
Ribuan
orang mengantar sosok yang pernah menyumbangkan 2.000 gulden untuk membuat
lapangan Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ, cikal bakal Persija Jakarta,
red) di Petojo pada 1932 itu, ke tempat peristirahatan terakhir di Pemakaman
Umum Karet Bivak, Jakarta.
Berdasarkan
SK Presiden RI Nomor 175 Tahun 1960 tertanggal 28 Juli 1960, Mohammad Husni
Thamrin dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Sumber Dari : http://daerah.sindonews.com
0 comments:
Post a Comment