Ini
adalah ungkapan suci seorang istri ketika mendengar permohonan ijin dari
suaminya untuk menikah lagi. Istri mana yang rela suaminya menikah lagi dan
membagi cinta untuk dua wanita? Rasanya tidak ada seorang wanita pun di dunia
ini yang ingin diduakan, apalagi diduakan di depan mata.
Rasanya
duniaku runtuh ketika mendengarmu, suamiku tersayang, meminta ijinku untuk
menikah lagi. Membayangkan dirimu, lelaki yang paling kusayangi, membagi segala
bentuk cinta, perhatian, dan kebahagiaan lainnya dengan wanita lain bukan hanya
membangkitkan rasa cemburuku, tapi juga rasa sakit hati tak berujung. Jangan
protes jika aku merasa begitu cemburu, hatiku sudah seperti disayat sembilu
mendengarmu ternyata akan segera membagi cintamu.
Jangan
memprotesku yang memiliki sejuta cemburu, wahai suamiku. Cemburuku ini adalah
bukti nyata besarnya rasa cinta yang kumiliki untukmu. Cintaku sudah tidak
perlu lagi kau ragukan. Aku begitu menghormatimu sehingga secepat kilat aku
mengoreksi diriku sendiri. Apa sebetulnya kurangku hingga membuatmu berpaling
kepada wanita lain. Apa saja kelemahan diriku yang membuatmu harus melabuhkan
separuh hatimu untuk wanita lain. Rasanya semua upaya sudah aku kerahkan untuk
membahagiakanmu, namun akhir yang harus aku terima tetaplah dimadu.
Sepanjang
malam aku memikirkan jawaban atas pertanyaan tersulit yang kau lontarkan. Apa
yang harus kukatakan untuk menjawab pertanyaan yang sebetulnya sangat tidak
ingin aku jawab itu? Suamiku tercinta, tidak ada seorang wanita pun di dunia
ini yang ingin cintanya dibagi dengan wanita lain. Tidak akan ada wanita yang
rela melihat suaminya bermesraan dengan wanita lain di depan mata. Sebelum kau
melakukannya, duhai suamiku, pernahkah kau mencoba berada di posisiku dan
menjadi aku? Maukah kau diduakan olehku? Tahukah kau bagaimana perasaanku?
Membayangkannya saja aku sudah tak mampu, bagaimana aku harus melaluinya?
Kodratku
sebagai wanita tentu menolaknya. Aku tidak mau membagi suamiku baik secara
fisik maupun secara emosional dengan wanita lain. Pernikahan kita adalah
tentang kita berdua, bukan tentang dia. Bagaimana mungkin kau tega memasukkan
sosoknya di kebhidupan kita? Nanti, apakah rasa bahagiaku masih bisa sama?
Bisakah kau memberikan jaminan cinta yang sama rata antara aku dan dia? Ribuan
pertanyaan menyerang otak dan batinku. Rasanya batinku tidak lagi mampu
memikirkan jawaban pertanyaanmu.
Tibalah
hari di mana aku harus menjawab pertanyaanmu. Kukembalikan batinku kepada
Tuhanku. Bahasa iman menggugah kesadaranku kembali. Aku harus menguatkan diriku
dan diri suamiku. Kuyakinkan diriku bahwa ini semua sudah diatur oleh Tuhan.
Jika aku memprotesnya, sama saja dengan aku memprotes keputusan Tuhan. Jodoh
sudah digariskan oleh Tuhan dan jika jodoh wanita itu adalah suamiku, apakah
aku harus menyalahkannya? Suamiku telah bertahun-tahun menjadikan aku ratu di
hidupnya, maka tidak seharusnya aku menyebutnya sebagai pengkhianat atas segala
rasa kasih sayangku.
Aku
memutuskan untuk mengatakan "ya, aku mengijinkanmu menikah dengan wanita
itu." Semoga ketika kau telah bersamanya, akan ada penghargaan lebih atas
kebersamaan kita. Dan aku pastikan kau tidak akan merasa ditinggalkan olehku.
Aku tahu bebanmu akan terasa lebih berat ke depannya karena akan sangat sulit bagimu
untuk memilih. Maka aku tak akan membawamu pada posisi memilih.
Sekaranglah
saatku untuk membuktikan padamu bahwa aku pantas menjadi perhiasan terindah
yang pernah kau miliki dengan sebentuk cinta yang aku miliki. Aku buka
pikiranku dengan keikhlasan. Dan keikhlasan itu akhirnya berbuah pikiran bahwa
engkau bukanlah milikku yang abadi.
Semoga
kelegaan hatiku dan kemuliaan niatmu bukan hanya sekedar omong kosong. Semoga
seua itu akan menjadi bukti nyata pernyataan cinta kita yang hanya karena
Tuhan. Dan kini, aku mempersembahkan wanita itu untukmu. Benar- benar sebuah
akhir yang sangat melegakan bagi sebuah kecintaan yang hanya karena Tuhan.
Sumber Dari : http://ceritacintaromantisandmengharukan.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment