Sore
itu hujan deras mengguyur, disebuah pinggiran jakarta, terlihat seorang bapak
setengah baya dengan tergopoh2 mendorong motornya yg tiba2 mogok di
jalan. Sekujur tubuhnya basah kuyup dan sedikit terlihat menggigil menahan
dinginnya hempasan angin di sertai hujan yang menusuk seluruh sendi tulangnya
bak jarum kecil.
![]() |
Ilustrasi |
Alkisah
pria tersebut pun menepi disebuah halte yg sepi, ia memilih untuk tidak terlalu
memaksakan fisiknya yang mulai melemah. Dipinggiran halte ia parkir sepeda motor
bebeknya itu, ia pun duduk sambil mengibas-ibaskan pakaiannya dengan maksud agar
baju yang ia pakai tidak terlalu basah kuyup. Belum lama ia duduk dihalte tsb
tiba-tiba ada sepasang anak muda lelaki dan perempuan berjilbab putih yang ikut menepi
di halte itu, sepertinya mereka anak2 SMU, tapi anehnya sore itu adalah hari
sabtu, seharusnya anak2 sekolah sudah pulang sejak siang tadi.
Karena pemandangan
tsb sudah lumrah di kota besar (jakarta) maka si bapak tidak terlalu
mempedulikan mereka berdua hingga si bapak tersebut mendengar suara perempuan
yang ia rasa tidak asing di telinganya, maka ia pun berbalik menjadi penasaran, kedua
remaja tsb duduk tanpa melepaskan helm mereka sehingga wajah mereka pun tampak
samar.
Bapak
tersebut berinisiatif untuk mendekati mereka berdua dan alangkah terkejutnya si
bapak begitu pula perempuan muda tsb, tapi entah karena alasan apa bapak itu
cuma bilang “maaf dhe klo boleh tau bengkel motor terdekat dari sini dimana
ya??” maka si pemuda SMU tsb memberi tau detail lokasi dan alternatif tempat
lain yang dirasa akan membantu permasalahan bapak tsb. Sedangkan sang perempuan
muda hanya tertunduk malu, entah karena apa sepertinya hanya mereka berdua yg
tau (bapak dan perempuan muda).
Singkat
cerita si bapak pun pergi berlalu mencari bengkel yang ia cari, setelah ia selesai
menservis motornya ia pun memacu motornya untuk segera pulang karena senja semakin
menguning, begitu sampai di rumah sang bapak disambut manis oleh istrinya yang
sudah lama menunggu dengan cemas .
“Bapak
kok tumben pulangnya sore??, ibu khawatir loh pak?!”
“Iya
bu…tadi motor tiba-tiba mogok, mana hujan deras lagi. Tapi untung cuma masalah busi”
“Oia
bu..putriana mana??”
“Iya
nih pak ibu juga cemas, tadi pagi sih pamitannya sehabis sekolah mau langsung ke
tempat temennya utk belajar katanya ada kegiatan apa gitu, ibu lupa…”
“Oh….ya
sudah mudah-mudahan anak kita baik-baik aja, mungkin karena hujan jadi dia agak terlambat”
“Iya
pak ibu juga berharap begitu
Belum
sempat si bapak beranjak ke kamar mandi, terdengar suara ketukan pintu.
“Assalamu’alaikum??”
“Wa’alaikum
salam”
Si
ibu mau membuka pintu langsung dicegah sama si bapak,” biar bapak bu yang
buka..”
“Pak
jangan di marahi ya anak kita, kasihan…”
“Ibu
tenang saja bapak gak bakal marah2 kok”
Pintu
pun dibuka oleh si bapak dan sesosok perempuan muda yang ia jumpai dihalte tadi terlihat tertunduk lesu tanpa berani mengangkat sedikit pun mimik wajahnya.
“Ana
ayo masuk nak nanti kamu masuk angin…” tegur sang bapak kepada perempuan muda
tsb yang tidak lain tidak bukan adalah putrinya sendiri. ”ayo masuk nak kamu
kenapa sih kok mukanya pucet sakit ya?” sambung ibunya.
“Ya
sudah biar putriana aja dulu bu yg mandi, air hangat untuk bapak biar dipake
dulu, bapak mau bersih-bersih motor dulu”si bapak pun keluar rumah menuju motor
kesayangannya.
“Ayo
putri.. kamu kenapa sih nak??” tanya si ibu
“Enggak
kok bu…cuma kedinginan”
“ya
sudah mandi dulu sana pake air hangat, ibu mau ngerebus air buat bapak kamu”
“Iya
bu…”
Singkat
cerita malam itu suasana rumah menjadi agak canggung dimata putriana, ia merasa
sangat malu dengan kejadian tadi sore di halte, dimana sang ayah mengetahui
bahwa anaknya jalan sama cowok, padahal hal tsb dilarang oleh ayahnya, namun ia
masih tak habis pikir kenapa ayahnya tidak langsung memarahinya saat dihalte
malahan pura-pura tidak kenal anaknya sendiri. hal ini bener-benar membuat putriana
gelisah, sangat-sangat gelisah.
Ketika
putriana keluar dari kamar ia jumpai ibunya sedang menina bobo adeknya yg masih
berusia 4 tahun di depan TV yang merangkap sebagai ruang tamu, karena sang ibu ikut
tertidur maka putriana pun sangat hati-hati saat mencoba membuka pintu
depan, setelah membuka pintu depan rumahnya ia dapati sang ayah sedang duduk-duduk sendirian
diteras rumah.
Sang ayah terlihat murung dan sedih semakin dekat putriana
melangkah semakin jelas bahwa sang ayah sedang menangis, airmatanya mengalir
membentuk garis-garis seperti anak sungai yang dilihat dari ketinggian, air mata sang
ayah berkilat-kilat terkena pantulan cahaya lampu teras.
Putriana
pun duduk didepan ayahnya sambil tertunduk malu, ia tidak berani membuka
perbincangan karena ia sadar bahwa segala alibi yang ia ucap pasti malah menambah
kesalahannya di mata sang ayah.
“Bapak
sedih…. Bapak kecewa pada diri bapak sendiri, ternyata selama ini bapak terlalu
percaya diri dengan cara bapak mendidik kamu bapak terlalu sombong di hadapan
Allah subhaanahu wa ta’ala sehingga bapak memandang sebelah mata do’a untuk
kebaikan anak yang seharusnya bapak panjatkan setiap pagi dan sore. Maafkan
bapakmu nak atas sikap bapak tadi sore yang berpura-pura tidak mengenalimu.
Bapak sangat
malu menjumpai anak kesayangan bapak sendiri dalam keadaan seperti
itu, berdua-duaan dengan lelaki sementara bapak sudah tanamkan sebelumnya ke anak bapak
bahwa perbuatan itu diharamkan dalam Agama, tetapi ketika bapak menemui
kenyataanny sore tadi, bapak mulai sadar ternyata apapun yg bapak ajarkan keanak tidak ada gunanya, tidak diambil maknanya sehingga bapak semakin sadar
bahwa bapak memang orang bodoh tidak pernah sekolah seperti kamu, bapak hanya
orang dusun yg mencoba mengadu nasib dijakarta dengan harapan bisa
menyekolahkan anak agar nasibnya jauh lebih baik dibandingkan bapaknya.
Bapak
akui memang bapak bodoh nak. sebenarnya bapak cuma menjalani tanggung jawab saja
sebagai orang tua yang wajib mendidik anak-anaknya namun bila mana anak punya pilihan
hidup sendiri bapak hanya bisa berdo’a agar anak tidak salah melangkah “
Putriana
pun langsung bersimpuh dan berlutut dihadapan sang ayah, ia pegang telapak tangan
ayahnya dan ia cium serta ia benamkan kepalanya di pangkuan sang ayah sambil
menangis sejadi-jadinya’
“Maafin
putriana ayah, maafin kesalahan putri, maafin kelancangan putri yang sudah berani
melanggar pesan bapak…..!”
“Sudahlah
jangan buat ibumu terbangun dan tahu masalah ini karena nanti hanya menambah
kesedihannya saja.. sudah.. sudah bapak sudah maafin kamu sejak kamu pulang
tadi, bapak minta kamu lebih bijak lagi ya menanggapi nasehat orang tua, semua
demi kebaikanmu sendiri bukan untuk kepentingan orang tuamu”
Putriana
benar-benar seperti baru terbangun dari tidur panjang, ia seakan baru sembuh dari
pengaruh bius setan yang melenyapkan kesadarannya, ia begitu malu pada dirinya
sendiri karena telah berani lancang terhadap sang ayah yang sedemikian bijak
membimbingnya, membesarkannya dengan penuh kasih sayang dan berbagai pengorbanan
lainnya yang tak ternilai demi kebaikan dirinya.
Semenjak
hari itu putriana berubah total, ia memilih menghindar dari pergaulan teman-temannya
yang selama ini selalu mengajak untuk berhura-hura, pacaran etc, kini ia lebih banyak
menghabiskan waktunya diperpustakaan sekolah, meski hal tersebut mendapat
banyak reaksi negative dari teman2nya namun ia jalani dengan sabar dan memberi
penjelasan kepada mereka secara bijak.
Kini
ia tahu bahwa kebahagiaan yang selama ini di cari oleh banyak orang ternyata
salah satunya ada pada perbuatan berbakti kepada kedua orang tua.
Sumber dari : http://sdnkarangsentulsatu.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment