Wajah
Siti Aisyah Pulungan terlihat sedikit bahagia. Bocah usia delapan tahun ini pun
banyak menaruh harapan. Beban penderitaan yang dirasakan selama hampir dua
tahun itu, dirasakan mulai berkurang. Tidak lagi merawat ayah tercintanya,
Muhammad Nawawi Pulungan, yang tak berdaya tidur di atas becak barang,
Selama
ini, ayah Aisyah itu hanya tergeletak di atas becak. Badannya yang kurus kering
tidak mampu untuk bangkit. Aisyah merawat ayahnya itu meski hanya mengandalkan
air minum dan mencari makan dari belas kasihan orang. Aisyah tidak pernah
mengeluh.
"Dulu
aku pernah duduk di bangku kelas satu sekolah dasar di kawasan Halat. Tapi saya
berhenti sekolah karena merawat ayah yang sakit. Kami tidak punya tempat
tinggal," ujar Aisyah kepada SP saat ditemui di Rumah Sakit Umum (RSU) Dr
Pirngadi Medan, Kamis (20/3).
Selama
hampir tiga tahun itu, Aisyah setia merawat Nawawi. Saban hari, mereka
mengharapkan belas kasihan dari dermawan ketika melewati Masjid Raya kawasan Jl
Sisingamangaraja Medan, yang tidak jauh dari lokasi Istana Maimun Medan.
"Jika
malam tiba, saya bersama ayah tidur di atas becak. Kami tidur di depan
pertokoan dan salon. Pagi hari, saya ambil air dari masjid, begitu juga sore
harinya. Air itu buat membersihkan badan ayah, biar tidak merasa kegerahan, dan
supaya tubuhnya tetap terlihat bersih," katanya.
Karena
Nawawi sakit, Aisyah lah yang selalu mengayuh becak setiap harinya. Tidak
sedikit orang yang melihat pemandangan memilukan tersebut. Ada yang menaruh
rasa kasihan saat melihat kisah hidup ayah dan anak itu. Warga yang prihatin
selalu memberikan bantuan makanan, minuman dan uang.
Namun,
tidak sedikit pula di antara masyarakat yang melihat kejadian tersebut
menganggapnya pemandangan biasa saja. Bahkan, Aisyah kerap kali harus memanjat
tembok untuk mengambil air dari masjid. Itu dia lakukan supaya pejabat yang
salat, tidak melihatnya.
"Aku
sengaja membawa ayah untuk menghindari pemandangan pejabat. Ini kulakukan agar
kami tidak diusir dari tempat biasa mencari nafkah. Setiap hari, saya dan ayah
di trotoar kawasan Masjid Raya itu. Malamnya, kami pergi dan tidur di depan
pertokoan maupun rumah orang," ungkapnya.
Tubuh
kurus Aisyah pun tidak menghalangi semangatnya membawa ayahtercintanya. Anak
malang ini tidak mengenal wajah ibunya yang bernama Sugiarti. Sejak berusia
satu tahun, Aisyah ditinggalkan bersama Nawawi. Sugiarti meninggalkan suami dan
anaknya itu karena faktor ekonomi.
Selama
menjalani kehidupan berat tersebut, Aisyah tidak pernah menyerah. Demi Nawawi
dia mengaku tidak pernah mengeluh tidur di atas becak. Becak itu merupakan
harta paling berharga. Jika ban bocor, Aisyah mengharapkan bantuan tukang
tempel ban untuk menambalnya.
Dzulmi Eldin (Plt Walikota Medan) |
Kebahagiaan
Aisyah mulai terpancar dari raut wajahnya ketika Pelaksana tugas Wali Kota
Medan, Dzulmi Eldin akhirnya menerima laporan. Eldin langsung melakukan pengecekan,
dan melihat langsung kisah memilukan tersebut. Nawawi yang dalam kondisi lemas
diboyong ke rumah sakit.
Aisyah
pun juga dibawa. Pihak medis pun memberikan pertolongan. Nawawi ternyata sudah
lama mengidap penyakit paru-paru. Usai menjalani pemeriksaan di unit gawat
darurat, Nawawi langsung dibawa ke dalam Ruang Flamboyan 18. Aisyah masih setia
mendampinginya.
"Dulu
anak ini pernah sekolah namun terpaksa berhenti. Anak malang ini masih sangat
menginginkan untuk sekolah lagi. Mulai besok, dia dapat sekolah di SD Purwo,
yang tidak jauh dari rumah sakit ini. Pulang sekolah, dia bisa mendampingi
ayahnya. Jadi, mereka terus bersama," ujar Eldin.
Dalam
kesempatan itu, Eldin yang kembali menyambangi Nawawi dan Aisyah di rumah
sakit. Eldin memberikan bantuan pakaian seragam sekolah, buku, tas dan alat
tulis untuk perlengkapan sekolah anak malang tersebut. Eldin merasa iba dengan
melihat kehidupan anak itu.
"Biaya
perawatan Nawawi selama di rumah sakit dan biaya pendidikan buat Aisyah akan
ditanggung oleh pemerintah. Aisyah memang harus mendapatkan pendidikan yang
layak. Bahkan, kita merencanakan mempersiapkan rusunawa buat tempat tinggal
mereka," ungkapnya.
Kisah
Aisyah ternyata mengundang banyak perhatian. Tidak sedikit yang memberikan
bantuan, bahkan ada yang merencanakan menggalang dana melalui perkumpulan
pengusaha dermawan supaya membantu Aisyah. Ada komite donatur yang dipimpin
Cahyo Pramono untuk mendesain bantuan buat Aisyah. Buat dermawan yang ingin
membantu, bisa langsung melakukan komunikasi dengan Cahyo di nomor 0811638383.
Pengamat
sosial di Medan, Badaruddin menyampaikan, kisah pilu Aisyah bersama ayahnya,
harus menjadi perhatian semua orang. Bahkan, pemerintah diminta tidak hanya
berjanji untuk memberikan tempat tinggal. Sebab, perjalanan hidup bapak dan
anak itu masih panjang.
"Selain
memberikan pendidikan gratis, perawatan gratis selama di rumah sakit,
pemerintah juga harus memikirkan upaya menyambung hidup bapak dan anak
tersebut. Misalnya, Nawawi setelah sembuh diberikan pekerjaan untuk menafkahi
anaknya, atau diberikan modal untuk berjualan," jelasnya.
Dia
mengkhawatirkan, kisah pilu ini akan terjadi lagi jika pemerintah tidak
mempertimbangkan hal tersebut. Sebab, kisah Aisyah merupakan bagian dari
segelintir kasus anak yang terpaksa menjalani hidup keras di tengah perkotaan.
Lembaga untuk penanganan anak pun diharapkan mempunyai peranan.
Menurut
Dewi (40), salah seorang warga di seputaran Jl Mahkamah Medan, Aisyah bersama
Nawawi sudah sangat lama hidup terlunta-lunta. Masyarakat di sana sering
memberikan bantuan buat bapak dan anak tersebut. Bahkan, keduanya tidak
dilarang ketika memarkirkan becak di depan rumah.
"Kalau
untuk memberikan bantuan nasi dan makanan sudah sering diberikan. Kita semua
kasihan melihatnya. Kami juga bersyukur karena pada akhirnya pemerintah mau
membantu Nawawi dan Aisyah. Semoga janji pemerintah direalisasikan, sehingga
Aisyah dan ayahnya bisa merasakan tidur di rumah barunya," harapnya.
Sumber Dari : http://www.beritasatu.com
0 comments:
Post a Comment