“Bu,
apa kabar? Semoga iman selalu tertanam di dalam dadamu. Semoga Islam selalu
menjadi pegangan hidupmu, hingga Izrail menjemputmu. Semoga taqwa senantiasa
mengiringi hari-harimu. Semoga ihsan senantiasa menemanimu, dimana dan kapanpun
kau berada.
“Bu, apakah kau sudah makan pagi ini?” Menu apakah yang kau masak dan sediakan untuk dirimu dan adik-adikku? Ah, jika bicara makanan, aku pasti ingat akan dirimu. Karena kau adalah koki paling hebat di dunia ini. Sekalipun hanya bayam, bawang merah, bawang putih dan cabe, namun kau bisa menyulapnya menjadi makanan yang penuh cinta, full kasih, sarat sayang. Sehingga aromanya adalah nikmat, rasanyapun mantab. Tak ayal, sederhana yang nampak luar biasa. Dan kini, aku sungguh merindukan luar biasanya masakanmu itu.
“Bu, apakah kau sudah makan pagi ini?” Menu apakah yang kau masak dan sediakan untuk dirimu dan adik-adikku? Ah, jika bicara makanan, aku pasti ingat akan dirimu. Karena kau adalah koki paling hebat di dunia ini. Sekalipun hanya bayam, bawang merah, bawang putih dan cabe, namun kau bisa menyulapnya menjadi makanan yang penuh cinta, full kasih, sarat sayang. Sehingga aromanya adalah nikmat, rasanyapun mantab. Tak ayal, sederhana yang nampak luar biasa. Dan kini, aku sungguh merindukan luar biasanya masakanmu itu.
“Bu,
apakah kau sudah sholat ? Kawan, aku malu jika menanyakan ini pada ibuku.
Dulu, ketika aku masih kecil, beliaulah yang cerewet mengajakku untuk sholat.
Dengan segala macam kesibukan yang beliau emban, beliau sempatkan mencariku
yang tengah asyik dengan duniaku. Dengan cinta beliau menyapaku, “Mas, sudah
sholat belum?” Beliau memanggil aku dengan bahasa cintanya, ”Mas”. Dan kini,
aku bukan ingin mengguruinya dengan menanyakan sholatnya. Bukan itu, aku hanya
ingin mengingatkannya. Karena aku tidak mau kita berbeda tempat di akhirat
kelak. Inginku sederhana Bu, kita bersama menghuni surga-Nya, Aamiin aa Rabb.
Bahkan
beliau tak pernah menyerah untuk menanyai sholatku, padahal hampir setiap
ditanya, bukan jawaban yang kuberikan, melainkan mirip bantahan, ”Ngapain
nanya-nanya sholat segala?”, ucapku kesal. “Gak lihat sedang asyik main sama
teman apa?” lanjutku kesal. Astaghfirullah.. Maafkan aku Bu, semoga Allah
mengampuni semua khilafku padamu.
“Bu,
Ibu sudah mandi?” Ingin sekali aku dimandikan oleh mu, seperti dulu ketika aku kecil.
Mandi bersamamu dengan air sayang, dicampur kehangatan kasih. Membersihkan
setiap kotoran yang melekat ketika diri memang belum berdaya apa–apa. Pun,
ketika diri ini sudah bisa berlari dan bermain, Aku masih sering dimandikan olehmu.
Tanganmu lembut sekali, belaianmu benar-benar menguatkanku.
Dengan sabar kau lakukan peran itu. Menggosok pelan tubuhku, membersihkannya dengan sepenuh jiwa, seperti kau memandikan dirimu sendiri. Bahkan, kau lebih bersih, lebih teliti dalam memandikanku, daripada ketika kau bersihkan dirimu sendiri. Dengan segenap batas, ijinkan aku untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk kasihmu yang tiada terbalas.
Dengan sabar kau lakukan peran itu. Menggosok pelan tubuhku, membersihkannya dengan sepenuh jiwa, seperti kau memandikan dirimu sendiri. Bahkan, kau lebih bersih, lebih teliti dalam memandikanku, daripada ketika kau bersihkan dirimu sendiri. Dengan segenap batas, ijinkan aku untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk kasihmu yang tiada terbalas.
“Bu,
Ibu sedang apa sekarang ?”. Mudah-mudahan Allah melapangkan semua aktivitas
kebaikanmu. Semoga Allah mencegahmu dari berbuat keburukan, sekecil apapun.
Semoga, Allah menjadikan setiap lakumu adalah keberkahan, sehingga bisa
mengantarkanmu dan kami (anak-anakmu) ke surgaNya kelak, Amiin. Jangan lupa ya
Bu, iringi setiap langkah dengan dzikir, dengan munajat panjang untuk kami,
anak-anakmu. Karena Allah tidak akan menolak doa kebaikan dari seorang Ibu
kepada anaknya. Untuk yang kesekian kalinya, ijinkan aku mengucapkan,
”Jazakillah ahsanal jaza’ atas semua yang kau berikan kepada kami, termasuk
doa–doa panjangmu, yang tak pernah putus demi kebaikan kami, anakmu”
Bu,
aku tersinggung ketika kau bertanya demikian, ”Mas, nanti kalau Ibu sudah tua
gimana? Ibu khawatir jika kalian akan meninggalkan Ibu sendirian.” Hatimu sungguh halus, selembut sutra bahkan
lebih lembut lagi. Jangan khawatir Bu, Allah pasti memudahkanku untuk
merawatmu, sebagaimana kau merawatku dulu. Akan kuajak kau serumah denganku,
dengan istriku, juga dengan cucu-cucumu nanti. Insya Allah, Allah pasti akan
memudahkan terwujudnya niat baikku itu. Tak perlu kau risau, tak perlu kau
ragu. Aku sudah berkomitmen untuk tidak menjadi seperti Malin Kundang yang
durhaka pada ibunya.
Aku hanya ingin seperti para sahabat Nabi yang membaktikan hidupnya untuk oran tua mereka. Karena kebaktian kepadamu, karena kedekatan hati denganmu, adalah sumber keberkahan di dunia ini, juga dia khirat kelak. Tentunya, selama kau tidak menyuruhku untuk melanggar aturan-aturan Allah.
Aku hanya ingin seperti para sahabat Nabi yang membaktikan hidupnya untuk oran tua mereka. Karena kebaktian kepadamu, karena kedekatan hati denganmu, adalah sumber keberkahan di dunia ini, juga dia khirat kelak. Tentunya, selama kau tidak menyuruhku untuk melanggar aturan-aturan Allah.
“Bu,
jikapun kami jauh dari fisikmu. Yakinlah! Bahwa diriku tengah mencoba
mendekatkanmu dalam setiap jenak kehidupan. Dalam setiap doa bahkan desah
nafasku. Dalam setiap langkah, aku akan selalu menyertakanmu. Karena Rasul
pernah bersabda, Ridho Allah tergantung kepada Ridho orang tua. Murka Allah
tergantung kepada murka orang tua. Maka dari itu, Ridhoilah anakmu ini agar
Allah tidak memurkai diri yang banyak salah ini.”
“Bu,
usiamu semakin senja. Namun, sedikitpun tak kujumpai kelelalahan dalam dirimu.
Senyummu tambah merekah, tawamu tambah renyah, bincangmupun semakin sarat
makna. Aku tak tahu, terbuat dari apakah dirimu, sehingga begitu tegarnya dalam
mengahadapai karang kehidupan yang seringkali mengahantammu sesukanya. Ah,
lagi-lagi aku lupa! Bahwa kau adalah manusia terbaik di dunia ini setelah
Rasulullah. Bukankah Allah pernah berpesan bahwa Ibu berbanding tiga kali
dengan Ayah? Maka, di senjanya usiamu yang kian bergairah, ijinkan kami untuk
berbakti, sekali lagi, walaupun apa dadanya.”
“Bu,
kini, aku tengah dewasa, sudah saatnya aku mencari menantu yang akan
menjadikanmu sebagai Ibu. Aku akan taat dengan pilihanmu. Aku akan dengan
senang hati menjadikan pilihanmu sebagai belahan jiwaku. Sebagaimana kau telah
menjadikanku sebagai belahan hatimu. Oleh karena itu, kumohon, carikan aku
wanita sholihah yang kelak bisa membantuku untuk mencintai Allah, Rasulullah
juga mencintaimu setulus jiwa. Jika pilihanmu adalah seperti petunjuk
Rasulullah, yang bagus gamanya. Maka, tak ada alasan bagiku untuk menolaknya.
Aku akan menikahi pilihanmu itu. Namun, jika tak ada pilihan yang kau berikan,
maka ijinkan aku untuk memilihnya sendiri, tentunya dengan persetujuanmu.”
Bu,
jangan berhenti melantunkan doa cinta untuk kami. Agar kami bisa menggapai
mimpi kami. Mimpi untuk membuatmu tersenyum di dunia ini juga dia akhirat
kelak.
Ah,
aku lupa!!
Kawan,
Apakah Ibumu sudah bertemu Allah?
Jika
‘Iya,’ maka belum terlambat. Masih ada waktu untuk berbakti padanya. Doakan
dengan doa terkhusyu’ yang kau punya. Agar Allah mengumpulkanmu dan Ibumu di
surgaNya. Lakukan pula sedekah, lalu hibahkan pahala untuknya. Karena Nabi
mengajarkan hal itu. Lakukan pula haji dan niatkan untuk menghajikan Ibumu jika
ternyata beliau belum sempat bertamu ke bumi Allah di Makkah. Lakukan pula amal
sholih, terus menerus, agar beliau tersenyum melihat kegigihanmu di dunia ini.
Jika Ibuku yang masih hidup saja sangat kurindukan, padahal bisa kutemui sewaktu-waktu, maka aku tidak bisa membayangkan betapa rindunya dirimu kepada Ibumu yang telah berada di negeri yang sangat susah untuk sekedar kau temui atau untuk kau kecup keningnya. Tapi, yakinlah kawan! Bahwa kau akan menemuinya kelak di Surga, Aamiin Ya Rabb.
Jika Ibuku yang masih hidup saja sangat kurindukan, padahal bisa kutemui sewaktu-waktu, maka aku tidak bisa membayangkan betapa rindunya dirimu kepada Ibumu yang telah berada di negeri yang sangat susah untuk sekedar kau temui atau untuk kau kecup keningnya. Tapi, yakinlah kawan! Bahwa kau akan menemuinya kelak di Surga, Aamiin Ya Rabb.
Terakhir,
untuk para calon Ibu, “Jadilah Ibu yang melahirkan pahlawan bagi agama Allah.
Karena tidak ada balasan bagi para mujahid selain menang atau surga. Jangan
biarkan dirimu dipersunting oleh orang yang tidak mau tahu tentang AgamaNya.
Namun relakan dirimu, ketika ada orang yang dengan tulus akan mengajakmu meniti
jalan cinta para pejuang, jalan cinta yang akan mengantarkanmu, pasanganmu dan
keluargamu ke Surga yang sangat indah.”
Untuk
para ibu dan calon ibu di seluruh dunia, kuucap syahdu penuh rindu, “Semoga Allah
memudahkanmu untuk mendidik para Mujahid di jalan Allah. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan keberkahan kepadamu. Semoga Allah melindungimu, selamanya. Aku,
mencintaimu karena Allah..”
Sumber Dari : http://arsi12.abatasa.co.id
0 comments:
Post a Comment