Buat
kalian para Suami, para Istri maupun para calon suami istri, perlu kalian tau
bahwa ini adalah satu kisah ‘tragis’ dalam kehidupan berumah-tangga. Saya yakin
kalian nanti pasti akan menyesal dan terpaksa membaca ulang dari awal jika
melewatkan satu kalimat saja dalam kisah ini dan semoga kita bisa mendapat
pelajaran dari kisah ini.
***
Semuanya
berawal dari sebuah rumah mewah di pinggiran desa, yang mana hiduplah disana
sepasang suami istri, sebut saja Pak Andre dan Bu Rina.
Pak
Andre adalah anak tunggal keturunan orang terpandang di desa itu, sedangkan Bu
Rina adalah anak orang biasa. Namun demikian kedua orang tua Pak Andre, sangat
menyayangi menantu satu-satunya itu. Karena selain rajin, patuh dan taat
beribadah, Bu Rina juga sudah tidak punya saudara dan orang tua lagi. Mereka
semua menjadi salah satu korban gempa beberapa tahun yang lalu.
Sekilas
orang memandang, mereka adalah pasangan yang sangat harmonis. Para tetangganya
pun tahu bagaimana mereka dulu merintis usaha dari kecil untuk mencapai
kehidupan mapan seperti sekarang ini. Sayangnya, pasangan itu belum lengkap.
Dalam
kurun waktu sepuluh tahun usia pernikahannya, mereka belum juga dikaruniai
seorang anakpun. Akibatnya Pak Andre putus asa hingga walau masih sangat cinta,
dia berniat untuk menceraikan sang istri, yang dianggapnya tidak mampu
memberikan keturunan sebagai penerus generasi. Setelah melalui perdebatan
sengit, dengan sangat sedih dan duka yang mendalam, akhirnya Bu Rina pun
menyerah pada keputusan suaminya untuk tetap bercerai.
Sambil
menahan perasaan yang tidak menentu, suami istri itupun menyampaikan rencana
perceraian tersebut kepada orang tuanya. Orang tuanya pun menentang keras,
sangat tidak setuju, tapi tampaknya keputusan Pak Andre sudah bulat. Dia tetap
akan menceraikan Bu Rina.
Setelah
berdebat cukup lama dan alot, akhirnya dengan berat hati kedua orang tua itu
menyetujui perceraian tersebut dengan satu syarat, yaitu agar perceraian itu
juga diselenggarakan dalam sebuah pesta yang sama besar seperti besarnya pesta
saat mereka menikah dulu. Karena tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya,
maka persyaratan itu pun disetujui.
Beberapa
hari kemudian, pesta diselenggarakan. Saya berani sumpah bahwa itu adalah
sebuah pesta yang sangat tidak membahagiakan bagi siapapun yang hadir. Pak
Andre nampak tertekan, stres dan terus menenggak minuman beralkohol sampai
mabuk dan sempoyongan. Sementara Bu Rina tampak terus melamun dan sesekali
mengusap air mata nelangsa di pipinya. Di sela mabuknya itu tiba-tiba Pak Andre
berdiri tegap dan berkata lantang,
“Istriku, saat kamu pergi nanti… Ambil saja dan bawalah serta semua barang berharga atau apapun itu yang kamu suka dan kamu sayangi selama ini..!”
Setelah
berkata demikian, tak lama kemudian ia semakin mabuk dan akhirnya tak sadarkan
diri. Keesokan
harinya, seusai pesta, Pak Andre terbangun dengan kepala yang masih
berdenyut-denyut berat. Dia merasa asing dengan keadaan disekelilingnya, tak
banyak yang dikenalnya kecuali satu. Rina istrinya, yang masih sangat ia
cintai, sosok yang selama bertahun-tahun ini menemani hidupnya.
Maka,
dia pun lalu bertanya,
“Ada dimakah aku..? Sepertinya ini bukan kamar kita..? Apakah aku masih mabuk dan bermimpi..? Tolong jelaskan…”
Bu
Rina pun lalu menatap suaminya penuh cinta, dan dengan mata berkaca dia
menjawab,
“Suamiku… ini dirumah peninggalan orang tuaku, dan mereka itu para tetangga. Kemaren kamu bilang di depan semua orang bahwa aku boleh membawa apa saja yang aku mau dan aku sayangi. Dan perlu kamu tahu, di dunia ini tidak ada satu barangpun yang berharga dan aku cintai dengan sepenuh hati kecuali kamu. Karena itulah kamu sekarang kubawa serta kemanapun aku pergi. Ingat, kamu sudah berjanji dalam pesta itu..!”
Dengan
perasaan terkejut setelah tertegun sejenak dan sesaat tersadar, Pak Andre pun
lalu bangun dan kemudian memeluk istrinya erat dan cukup lama sambil terdiam.
Bu Rina pun hanya bisa pasrah tanpa mampu membalas pelukannya. Ia biarkan kedua
tangannya tetap lemas, lurus sejajar dengan tubuh kurusnya.
“Maafkan aku istriku, aku sungguh bodoh dan tidak menyadari bahwa ternyata sebegitu dalamnya cintamu buat aku. Sehingga walau aku telah menyakitimu dan berniat menceraikanmu sekalipun, kamu masih tetap mau membawa serta diriku bersamamu dalam keadaan apapun…”
Kedua
suami istri itupun akhirnya ikhlas berpelukan dan saling bertangisan
melampiaskan penyesalannya masing-masing. Mereka akhirnya mengikat janji (lagi)
berdua untuk tetap saling mencintai hingga ajal memisahkannya.
________________________________________
Tahukah
kalian, apa yang dapat kita pelajari dari kisah di atas?
Kalau
menurut Kang Sugeng sih begini, tujuan utama dari sebuah pernikahan itu bukan
hanya untuk menghasilkan keturunan, meski diakui mendapatkan buah hati itu
adalah dambaan setiap pasangan suami istri, tapi sebenarnya masih banyak
hal-hal lain anyg juga perlu diselami dalam hidup berumah-tangga.
Untuk
itu rasanya kita perlu menyegarkan kembali tujuan kita dalam menikah yaitu
peneguhan janji sepasang suami istri untuk saling mencintai, saling menjaga
baik dalam keadaan suka maupun duka. Melalui kesadaran tersebut, apapun kondisi
rumah tangga yang kita jalani akan menemukan suatu solusi. Sebab proses
menemukan solusi dengan berlandaskan kasih sayang ketika menghadapi sebuah
masalah, sebenarnya merupakan salah satu kunci keharmonisan rumah tangga kita.
“Harta dalam rumah tangga itu bukanlah terletak
dari banyaknya tumpukan materi yang dimiliki, namun dari rasa kasih sayang dan
cinta pasangan suami istri yang terdapat dalam keluarga tersebut. Maka jagalah
harta keluarga yg sangat berharga itu..!”
Sumber Dari : http://ayomembacacerit4.blogspot.com