Tahukah
Anda, Al-Qur'an diturunkan dengan 7 macam cara baca? Atau dikenal dengan Qiraat
Sab’ah (qiraat tujuh). Disebut Qiraat Tujuh karena ada tujuh Imam Qiraat yang
terkenal. Masing-masing memiliki langgam bacaan tersendiri. Tiap Imam Qiraat
memiliki dua orang murid yang bertindak sebagai perawi (periwayat). Tiap perawi
tersebut juga memiliki perbedaan dalam cara membaca Al-Qur'an sehingga ada empat
belas cara membaca Al-Qur'an yang masyhur. Apa yang kita baca dan terkenal di
masyarakat kita adalah bacaan riwayat Hafs dari Ashim.
***
Menghafalkan
Al-Qur'an dengan satu riwayat saja bukanlah perkara mudah. Tak banyak orang
yang memiliki tekad dan mampu konsisten menjaga semangat sampai berhasil
menghafalkan Al-Qur'an sempurna 30 juz. Menghafalkan Kitabullah ini butuh
ketekunan. Kita bisa lihat mereka yang memulai menghafal Al-Qur'an. Pertama-tama
menghafal beberapa ayat kemudian terkumpul menjadi satu surat. Ayat dan surat
yang telah dihafal terus diulang-ulang sambil menambah hafalan yang baru.
Keadaan tersebut terus berulang hingga beberapa bulan atau tahun ke depan.
Wajar kalau penghafal Al-Qur'an begitu dihargai.
Itu
baru proses menghafalkan satu riwayat, bagaimana kalau lebih dari satu riwayat?
Tentu lebih sulit lagi.
Ada
seorang wanita, namanya Ummu as-Saad binti Muhammad Ali Najm. Ia adalah seorang
ulama wanita penghafal 10 riwayat bacaan Al-Qur'an. Seorang wanita di zaman
modern ini yang sangat terkenal di bidang qiraat.
Masa
Kecilnya
Ummu
Saad dilahirkan pada 11 Juli 1925 di Desa Bandariyah, sebuah desa yang terletak
di utara Kota Kairo, Mesir. Ia kehilangan penglihatannya di usia muda.
Keluarganya berusaha mengobati matanya dengan pengobatan tradisional yang
dikenal di daerah tersebut. Namun sayang, upaya mereka malah membuat Ummu Saad
buta total.Ummu Saad
Kebiasaan
masyarakat pedesaan di sana, apabila ada seorang anak yang buta, maka mereka
mengkhidmatkan sang anak secara total untuk Al-Qur'an. Tentu ini kebiasaan yang
baik, anak yang berkekurangan tidak diciutkan mentalnya dengan mengemis di
jalanan atau hal-hal buruk lainnya. Ia dibesarkan dan dihibur hatinya dengan Al-Qur'an yang menyejukkan hati. Al-Qur'an yang mulia akan mewarisi kemuliaan untuk
mereka. Umur 15 tahun, Ummu Saad berhasil mengkhatamkan hafalannya.
Selanjutnya, Ummu Saad tinggal di Kota Iskandariyah, Mesir.
Berkhidmat
Untuk Al-Qur'an
Setelah
menghafalkan Al-Qur'an, Ummu Saad semakin giat menambah khazanah pengetahuannya
tentang kitabullah. Ia mendatangi seorang ulama wanita, Nafisah binti Abu Ala ulama Al-Qur'an di zamannya- untuk belajar Qiraah 10. Syaikhah Nafisah
mensyaratkan suatu hal yang berat bagi siapa yang ingin mempelajari Qiraah 10.
Syaratnya adalah mereka tidak boleh menikah selama-lamanya. Menurutnya, dengan
menikah, para wanita akan tersibukkan dengan rumah tangga, hingga mereka luput
dari 10 riwayat hafalan Al-Qur'an yang mereka tekuni. Tentu ini adalah syarat yang tidak dibenarkan syariat dan tidak boleh dipenuhi.
Nafisah
sendiri teguh dengan pendiriannya. Dia tidak menikah, mesikupun banyak tokoh
yang hendak menikahinya. Ia menyandang status gadis hingga wafat di usia 80
tahun. Syarat berat dari Syaikhah Nafisah diterima oleh Ummu Saad. Ia siap
mengabdikan hidupnya untuk menjaga 10 riwayat Al-Qur'an tersebut.
Di
usia 23 tahun, Ummu Saad telah berhasil menghafalkan 10 riwayat bacaan Al-Qur'an.
Sebagai bukti kokohnya hafalannya, Syaikhah Nafisah pun memberikan ijazah
pengakuan kepadanya.
Ummu
Saad mengatakan, “Selama 60 tahun; menghafal, membaca, mengulang-ulang hafalan Al-Qur'an, membuatku tidak lupa sedikit pun bagian Al-Qur'an. Aku ingat setiap
ayat. Tahu surat dan juz dari ayat tersebut. Tahu detil ayat-ayat yang mirip
(atau serupa) dengan ayat lainnya. Dan aku tahu bagaimana membaca dengan setiap
riwayat bacaan (langgam) ayat tersebut (dalam setiap qiraat). Aku merasakan
betapa aku menghafalkan Al-Qur'an sebagaimana aku menghafal namaku sendiri. Aku tidak membayang-bayangkan karena lupa, satu huruf pun aku tidak lupa dan keliru
pengucapannya. Aku tidak mengetahui ilmu lain selain Al-Qur'an dan qiraatnya. Aku
tidak pernah menghafal, belajar, atau bahkan mendengar pelajaran selain Al-Qur'an Al-Karim, matan ilmu qiraat, dan tajwid. Selain itu, aku tidak mengetahui
bidang ilmu lainnya.”
Dari
sini kita bisa mengetahui betapa murninya bacaan Al-Qur'an Ummu Saad karena
pikirannya tidak terpengaruh dengan ilmu-ilmu lainnya.
Ummu
Saad Menikah
Ummu
Saad menikah dengan seorang murid terdekatnya, Syaikh Muhammad Farid Nu’man,
seorang qori terkemuka di Iskandariyah. Ummu Saad mengtakan, “Aku tidak bisa
memenuhi janjiku yang telah kuucapkan kepada guruku -Syaikhah Nafisah- untuk
tidak menikah. Muhammad Farid, biasa menyetorkan hafalannya padaku dengan
berbagai qiraat. Aku pun tertarik padanya. Sama sepertiku, ia juga mengalami
kebutaan dan mengahfal Al-Qur'an sejak kecil. Aku mengajarinya selama 5 tahun
lamanya. Setelah ia menyelesaikan belajar 10 qiraat dan mendapatkan riwayat
dariku, ia pun melamarku. Dan aku menerimanya.”
Keduanya
telah mengarungi bahtera rumah tangga selama 40 tahun, namun belum juga
dikaruniai buah hati. Ummu Saad senantiasa berprasangka baik kepada Allah dan
mengambil hikmah dari apa yang ia alami. Di tengah kekurangan tersebut, ia
berucap, “Alhamdulillah.. Aku merasa bahwa Allah memilihku untuk selalu berada
dalam kebaikan. Mungkin, sekiranya aku hamil aku akan sibuk dengan anak-anak
dan terluput dari Al-Qur'an. Lalu hafalanku hilang”.
Jalur
Periwayatannya
Seseorang
patut berbangga ketika ia mempelajari Al-Qur'an, kemudian bacaannya telah diakui
kefasihannya oleh gurunya yang memegang riwayat qiraat. Sehingga kefasihannya
mendapat pengakuan sebagaimana (mirip) bacaan ketika Al-Qur'an diturunkan kepada
Nabi ﷺ
dari Allah ﷻ.
Berikut
silsilah riwayat bacaan Al-Qur'an Ummu Saad: qiraat 10 Ummu Saad dari
asy-Syathibiyyah dan ad-Durrah: Syaikhah Nafisah binti Abu al-Ala dari Abdul
Aziz Ali Kahil dari Abdullah ad-Dasuqi dari Syaikh Ali al-Hadadi –Syaikhul
Qurra di negeri Mesir- dari Syaikh Ibrahim al-Ubaidi dari Syaikh al-Jami’
al-Azhar, Muhammad bin Hasan as-Samnudi dari Ali ar-Rumaili dari Syaikh
Muhammad bin Qasim al-Baqri dari Syaikh Abdurrahman bin Syuhadzah al-Yamani
dari Ali bin Ghanim al-Maqdisi dari Muhmmad bin Ibrahim as-Samdisi dari
asy-Syihab Ahmad bin Asad al-Amyuthi dari Muhammad bin Muhammad bin Muhammad
bin al-Jazari asy-Syafi’i dari Abdurrahman bin Ahmad al-Baghdadi dari Muhammad
bin Ahmad ash-Sha-igh dari Ali bin Syuja’ul Kamal adh-Dharari (Imam
asy-Syathibi) dari Imam Abi al-Qasim dari Imam Ali bin Muhammad bin Hudzail
al-Balansi dari Abi Dawu Sulaiman bin Najah dari Imam Abi Amr ad-Dani dari
Thahir bin Ghalbun dari Ali bin Muhammad al-Hasyimi dari Ahmad bin Shal
al-Asynani dari Abi Muhammad Ubaid bin ash-Shabah dari Hafsh bin Sulaiman dari
Ashim bin Bahdalah bin Abi an-Najud dari Abi Abdurrahman Abdullah bin Hubaib
as-Silmi dari Utsman dan Ali dan Abdullah bin Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab dan
Zaid bin Tsabit dari Rasulullah ﷺ yang menerima wahyu dari perantara
Malaikat Jibril dari Allah ﷻ.
Itulah
rantai periwayat Ummu Saad bersambung hingga Rasulullah ﷺ.
Murid-muridnya
Banyak
pelajar Al-Qur'an yang mengambil riwayat darinya. Baik tua maupun muda, laki-laki
atau perempuan, kalangan insinyur yang mendalami Al-Qur'an, demikian juga
dokter-dokter, para guru, dosen-dosen, mahasiswa, dll.
Setiap
murid, ia berikan waktu dan perhatian khusus. Masing-masing memiliki waktu
tidak lebih dari 1 jam setiap harinya. Mereka membaca, kemudian dikoreksi oleh
Ummu Saad kualitas bacaan surat yang telah mereka hafalkan. Ia perbaiki
kesalahan-kesalahan muridnya juz per juz hingga selesai 30 juz atas
bimbingannya. Koreksi bacaan atau tahsin al-qiraah dilakukan per qiraat.
Sedetil itulah ia membimbing murid-muridnya.
Setiap
selesai satu qiraat, ia berikan ijazah tertulis sebagai pengakuan atas kualitas
bacaan sang murid. Ijazah tersebut juga sebagai bukti bahwa sang murid telah
membaca Al-Qur'an di hadapannya dengan sempurna, benar, dengan detil tajwid yang
tepat. Masya Allah… betapa waktunya ia dermakan untuk Al-Qur'an dan menjaga kalam
ilahi.
Di
antara murid-murid tersebut ada yang hanya mengambil satu qiraat. Sedikit di
antara mereka yang mengambil 10 qiraat.
Murid-muridnya
yang terkenal adalah dr. Ahmad Nu’aini’, Syaikh Miftah as-Sulthani, dan pengajar-pengajar
Ma’had al-Qiraat di Iskandariyah.
Perjalanan
Ke Hijaz
Salah
seorang murid Ummu Saad menghadiahinya tiket perjalan ke tanah haram untuk
menunaikan haji dan umrah. Sang murid juga menjamunya di sana. Dalam kesempatan
itu pula, Ummu Saad memberikan sanad bacaan kepada puluhan penghafal Al-Qur'an dari berbagai negara. Seperti Arab Saudi, Pakistan, Sudan, Palestina, Libanon,
Chad, dan Afganistan. Ijazah termuda diberikan kepada salah seorang penghafal Al-Qur'an dari Arab Saudi yang baru berusia 10 tahun.
Wafatnya
Sang Penjaga Al-Qur'an
Ummu
Saad wafat di waktu fajar, tanggal 16 Ramadhan 1427 H bertepatan dengan 9
Oktober 2006 M. Allah ﷻ menganugerahkannya usia cukup
panjang, 81 tahun. Jenazahnya dishalatkan di wilayah Bahri, Iskandariyah,
Mesir.
Semoga
Allah ﷻ
merahmati Ummu Saad, membalas segala usaha kebaikannya dan kesungguhannya dalam
menjaga Al-Qur'an Al-Karim. Sedari kecil, ia meng-akrabi Al-Qur'an. Menekuni
cabang-cabang kelimuannya. Puluhan tahun berlalu dari usianya, di usia senja,
ia tetap bersemangat mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk Al-Qur'an.
***
Semoga
kisah perjuangan Ummu Saad dalam menghafal, menjaga, dan mengajarkan Al-Qur'an mampu memberikan inspirasi kepada kita untuk menghafalkan Al-Qur'an, mempelajari
hukum-hukumnya, mengamalkan dan mendakwahkannya.
Murid-murid
Ummu Saad dengan beragam profesi mereka mengajarkan kepada kita, bahwa Al-Qur'an pun bisa dihafalkan oleh mereka yang sibuk.
Sumber Dari : http://kisahmuslim.com
0 comments:
Post a Comment