Dari
atas gedung apartemen yang ia tempati di Jakarta tatkala membawa puteranya
berobat ke salah satu rumah sakit kanker, ia melihat ke bawah, sungguh
pemandangan yang mengerikan seandainya ia lompat saja menyudahi segala cobaan
dan ujian yang berat ini.Untuk apa rasanya hidup dengan segala gelimang
kemewahan, jika puteranya sekarat diujung kematian. Untuk siapa hasil usaha
travel yang ia bina seandainya kematian merenggut nyawa anak satu-satunya..?
Ya..bunuh
diri, itulah perasaan yang menghantuinya setelah mendengar vonis dokter bahwa
tipis sekali kemungkinan puteranya dapat disembuhkan dari kanker tulang yang
telah menggerogoti seluruh tubuhnya.
Penyakit
itu bermula tatkala puteranya yang berumur sepuluh tahun itu tergelincir jatuh
yang membuat tulang pundaknya cidera. Karena masih anak-anak dan takut dimarahi
orang tua, hal itu dia sembunyikan hingga lambat laun menjadi kanker ganas .
Ia
telah melakukan berbagai usaha pengobatan untuk anaknya tercinta, bahkan tidak
puas berobat di negerinya, dia juga membawa anaknya berobat ke manca negara, ke
Singapore maupun Malaysia yang- konon kabarnya- memiliki peralatan medis dan
para dokter yang handal.
Untuk
berobat dia telah keluarkan puluhan bahkan ratusan juta demi kesembuhan
puteranya. Tetapi hari kesembuhan puteranya tak kunjung datang, bahkan
semangkin bertambah hari, kondisi puteranya itu semangkin bertambah parah dan
kritis .
Berbagai
tindakan medis telah dihadapi puteranya hingga harus berkali-kali di cammo
therapy dengan segala efeknya yang dahsyat mulai denga merontokkan rambutnya,
hingga melepaskan satu-demi satu kuku tangan. Ia
termenung dan berkata dalam hatinya..seandainya kesehatan puteranya itu adalah
paket yang dapat dibeli… pastilah dia akan bayar dengan semua kekayaan yang dia
miliki. Ternyata kekayaan bukanlah segalanya, toh ternyata tak mampu membeli
kesehatan manusia.
Setelah
upaya berobat berminggu bahkan berbulan, masa kritis itupun berakhir dengan
kamatian yang telah menjemput puteranya... Inna lillahi wa inna ilahi rajiun. Bak
kata pepatah” untung tak dapat di raih dan malang tak dapat di tolak” manusia
berusaha dan Allah jua yang menentukan. Di salah satu rumah sakit tenar di negeri
tetangga Malaysia, puteranya wafat.
Harapan
membawa putera pulang dalam keadaan sehat pupuslah sudah berganti duka dan
tangisan tatkala ia harus membawa jasad puteranya tercinta. La haula wala
quwwata illa billahi. Ingin
dia hujat guratan-guratan takdir yang telah tertulis, ingin rasanya ia menjerit
histeris protes atas ketentuan Allah yang dianggapnya tidak adil dan kejam.
Kenapa harus puteranya yang diambil, apa salah dan dosanya hingga Allah tega
menjatuhkan takdir ini padanya.
Terkenang
dalam ingatannya masa lalu puteranya yang begitu rajin mengaji membaca Quran
dan mengerjakan sholat. Sungguh bisnis telah melalaikannya untuk dapat menemani
puteranya, mengajarkannya mengaji ataupun sholat. Hari-harinya
adalah kerja dan uang, tidak cukup hanya dirinya bahkan istrinya pun tak kalah
sibuk. Tinggalah sang putera “semata wayang” di rumah dari pagi hingga sore
bersama pembantu yang setia menemani hari-harinya yang sunyi dan kering dari
kasih sayang kedua orang tua. Syukur juga tatkala sang pebantu berhasil mengajarinya
mengaji dan sholat.
Usai
acara pemakaman hidup terasa hambar baginya, alangkah kejam dunia di matanya,
hilang darinya segala harapan hidup. Keputus asa-an bagaikan pisau yang
menyayat-nyayat tubuh dan memporak-porandakan hidupnya. Dengan
segala kepiluan hati, dia tawarkan istrinya untuk pulang ke kampung halaman
menyudahi tali pernikahan yang gagal ini. Dia pun berazam untuk pulang ke
kampung halamannya.
Biarlah
segala kenangan manis bersama putera dan istrinya dia kubur saja di Batam,
biarlah dia menghabiskan usiannya dengan segala kekecewaan kepada Tuhan, yang
tidak mencintainya bahkan membencinya. Bias
keputus asa-an telah menguasai dirinya, harapannya hancur dan semangat hidupnya
pun pupus. Kalaulah bukan karena Rahmat Allah semata, niscaya lelaki ini akan
menghabisi nyawanya.
Dalam
acara berkabung itulah dia mendapatkan siraman rohani yang kembali menghidupkan
semangat dirinya. Tersebutlah seorang ikhwan yang satu tempat perumahan
dengannya bertakziyah menghiburnya dengan siraman kata-kata yang menyejukkan.
Dia
sebutkan bahwa Allah mencintai puteranya lebih dari kecintaannya terhadap
puteranya sendiri. Sungguh di balik segala kejadian ada hikmah yang tersirat
jika hamba mau menjadikannya i’tibar. Boleh saja kelak puteranya yang dapat
menyelamatkannya dari azab Allah di hari kiamat. Ikhwan itu menuturkan padanya
keutaman yang dimiliki orang tua dihari kiamat tatkala anaknya wafat kecil dan
dia ridho dengan keputusan Allah.
Petuah
demi petuah terasa indah di telinga yg jarang mendapatkan sentuhan rohani.
sekaligus membuat hatinya terhibur dan menghidupkan kembali semangat hidupnya .
Ia pun berupaya mengikhlaskan kepergian anaknya. Begitu
besar pengaruh kata-kata tetangganya itu, meruntuhkan segala bentuk ketidak
ridhoan dirinya dari ketentuan takdir Allah. Ikhwan tersebut terus berupaya
menasehatinya dan mengajaknya untuk kembali pada Allah, dan mengambil pelajaran
dari kematian puteranya.
Sungguh
laksana air sejuk yang diberikan pada seseorang yang dahaga, petuah dan nasehat
itu dia terima dengan dada yang lapang. Sejak itu-atas saran ikhwan
tersebut-dia mulai menyenangi salah satu radio dakwah yang konsisten
mendakwahkan sunnah di negerinya. Tidak
sampai disitu, bahkan dia juga termotifasi turut serta dalam dua hari penuh,
mengikuti sesi demi sesi kajian dasar keislaman yang digagas Yayasan Dakwah
Islam di negerinya melalui lembaga QSM nya,membuatnya semangkin yakin akan
kebenaran dakwah sunnah. Meskipun hidayah baru secara perlahan-lahan dia
amalkan.
Setelah
mengadakan perjalan ritual umrah bersama para ikhwan salaf dan menyaksikan tata
cara peribadatan yang sesuai sunnah yang dia pelajari dahulu di praktekkan
dinegeri tersebut, barulalah hidayah menghujam kuat di dati sanubarinya. Sejak
pulang umrah hingga kini, betapa rajinnya dia mengikuti kajian-kajian di
halaqah-halaqah ilmu, bahkan sering turut serta mendampingi para asatidzah yang
pergi berdakwah ke luar Batam.
Sungguh
kematian putera tercintanya membawa kebaikan besar dalam hidupnya. Merubah
haluannya untuk selalu berbekal menuju negeri akhirat. Seandainya puteranya
tidak wafat, boleh jadi dia tidak akan pernah mengenal hidayat sunnah, dan
tidak pula mengenal tujuan hidup. Tidak mustahil pula kelak kekayaannya akan
menjadi penyebab kebinasaannya dan menenggelamkannya dalam lumpur azab Allah di
hari kiamat kelak.
Ya
Allah…ajarkan kami untuk senantiasa menerima dengan lapang dada segala
ketentuan takdir yang telah kau gariskan. Ampuni diri kami yang lemah ini
tatkala tergelincir menghujat ketentuan-Mu.
Sumber Dari : http://www.kisahislam.net
0 comments:
Post a Comment