Sama-sama tinggal di
Jakarta membuat cinta mereka semakin bersemi. Mereka saling berjanji untuk
sering bertemu dan merindukan satu sama lain. Habibie kerap menjemput Ainun
yang bekerja di RSCM. Pada malam hari mereka pacaran dan melewati waktu dengan
sangat indah. Sesekali mereka naik becak dengan jok tertutup, meskipun
sebenarnya malam tidak diguyur hujan. Dan ketika mereka semakin dekat, Habibie menguatkan hati untuk mejatuhkan pilihannya pada Ainun.
Ia melamar Ainun dan mempersunting menjadi istrinya.
Ainun
disunting oleh BJ Habibie menjadi istrinya pada tanggal 12 Mei 1962. Mereka
menghabiskan bulan madu di tiga kota. Kaliurang, Yogyakarta, dilanjutkan ke
Bali lalu diakhiri di Ujung Pandang, daerah asal B. J. Habibie. Dari pernikahan
ini mereka dikaruniai dua orang putra; llham Akbar dan Thareq Kemal dan enam
orang cucu. Namun demikian dalam penganugerahan gelar Doktor kehormatan
kepadanya oleh Universitas Indonesia, Habibie mengatakan kalau ia punya cucu
ribuan jumlahnya: “Saya mau garis bawahi. Di usia saya yang 74 tahun ini, anak
biologis saya cuma dua. Cucu biologis saya hanya enam. Tetapi anak cucu
intelektual saya ribuan jumlahnya.” Tentu saja yang dimaksudkan Habibie adalah
mahasiswanya yang tersebar di berbagai belahan dunia.
========= *** =========
Ainun dan Habibie memang banyak kesamaan sehingga mereka sering
dijodoh-jodohkan oleh guru dan
teman-temannya. Antara lain mereka
sama-sama anak ke empat dari delapan
bersaudara, sama-sama dibesarkan dalam
keluarga yang berpendidikan. Selain itu mereka juga menjadi anak-anak yang beruntung karena memiliki ibu
yang mendorong mereka untuk mengutamakan pendidikan. Kesamaan lain adalah, mereka sama-sama tinggal di Bandung
dan sekolah di tempat yang sama. Yang tidak kalah unik
adalah, mereka sama-sama hobi berenang.
Kisah cinta
antara dua anak manusia ini memang
sudah terlihat sejak mereka sama-sama
sekolah. Rasa cinta tersebut mulai terbesit
saat mereka sekolah di SMAK Dago, Kota
Bandung. Ainun adalah seorang gadis yang sangat suka berenang. Karena terlalu
banyak dan sering berenang, kulitnya menjadi lebih hitam.
Pada suatu hari, saat jam istirahat
belajar, Habibie lewat di depannya.
Saat melihat Ainun Habibie mengatakan: “Hei, kamu sekarang kok hitam dan gemuk?” Ungkapan ini menjadikan Ainun
berfikir
dan merasakan sebuah getaran aneh di dalam
dadanya. “Apakah Habibie perhatian
padanya?” Apalagi teman-temannya heran
dengan kejadian itu dan mengatakan kalau Habibie
memang perhatian padanya. Memang, saat itu Ainun
memang menjadi pujaan di sekolahnya dan menjadi incaran
banyak siswa laki-laki,
termasuk Habibie.
Habibie
pernah mengomentari tentang Ainun dengan ungkapan: “Wah cakep itu anak, si item
gula Jawa”.
Namun mereka berpisah cukup lama. Setelah lulus SMA, Habibie
melanjutkan pendidikannya ke ITB
Bandung, namun tidak sempat selesai. Habibie dikirimkan
oleh orang tuanya ke luar negeri untuk
melanjutkan pendidikan. Adalah ibunya
yang sangat semangat menyuruhnya belajar ke negeri “Panzeer” tersebut. Ia berangkat dengan biaya dari orang
tunya sendiri, dan tidak
mendapat beasiswa pemerintah Indonesia, namun pemerintah
memberinya
izin belajar ke sana. Lalu ia berangkat ke Jerman Barat, untuk
melanjutkan pendidikan di sana. Ia masuk ke Universitas Technische
Hochscheule di kota Achen, Jerman. Tahun
1960 terhitung Habibie tidak pulang ke Indonesia selama tujuh tahun. Ini membuatnya
sangat home sick, terutama ia sangat ingin mengunjungi pusara
Bapaknya.
Setelah menanti agak lama, akhirnya
Habibie
punya kesempatan pulang ke Indonesia. Saat Habibie pulang ke Indonesia, ia
berkesempatan menziarahi makam bapaknya di Ujung Pandang. Menjelang lebaran ia pulang ke Bandung dan bertamu ke rumah
tetangganya yang lama, keluarga Ainun.
Saat itu pula Ainun secara kebetulan sedang mengambil cuti dari tempat kerjanya di RSCM dan pulang ke Bandung. Di sanalah cinta
lama bersemi kembali setelah sekian
lama mereka tidak bersua. Saat berjumpa
dan bertatap mata Habibie mengatakan: “Kok gula Jawa sekarang sudah
menjadi gula pasir?”. Pertemuan mereka berlanjut di Jakarta. Habibie mengikuti Ainun
yang kembali ke Jakarta untuk masuk kerja
di RSCM. Di
Jakarta Habibie tinggal
di Jl. Mendut, rumah kakaknya yang
tertua.
Sama-sama tinggal di Jakarta
membuat cinta mereka semakin bersemi.
Mereka saling berjanji untuk sering
bertemu dan merindukan satu sama lain. Habibie kerap menjemput Ainun yang bekerja di RSCM. Pada malam hari mereka pacaran dan melewati waktu dengan sangat indah. Sesekali
mereka naik becak dengan jok
tertutup, meskipun sebenarnya malam tidak diguyur
hujan. Dan ketika mereka semakin dekat, Habibie menguatkan hati untuk mejatuhkan pilihannya
pada Ainun. Ia melamar Ainun
dan mempersunting menjadi istrinya.
Habibie & Ainun Menikah |
Ainun disunting oleh BJ Habibie menjadi istrinya
pada tanggal 12 Mei 1962. Mereka menghabiskan bulan madu di tiga
kota. Kaliurang, Yogyakarta, dilanjutkan ke Bali lalu diakhiri di Ujung Pandang, daerah asal B. J. Habibie. Dari pernikahan ini mereka
dikaruniai dua orang putra; llham Akbar dan Thareq Kemal
dan enam orang cucu.
Setelah menikah Ainun ikut dengan Habibie yang harus menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Jerman. Kehidupan
awal di sana dilalui dengan
perjuangan yang luar biasa. Setidaknya ia
harus bersabar dengan pendapatan yang teramat kecil dari beasiswa Habibie. Namun dengan tekun dan sabar ia tetap menyertai Habibie. Bahkan untuk menghemat ia menjahit
sendiri keperluan
pakaian bayi yang dikandungnya.
Dan disanalah ia mengandung dua putranya, llham Akbar dan Thareq Kemal.
Ainun adalah seorang ibu yang sangat bertanggung jawab dalam
mebesarkan anak-anaknya. Sejak kecil ia membiasakan
anak untuk mengembangkan kepribadian mereka sendiri. Ia
membebaskan anak-anak untuk berani bertanya
tentang hal yang tidak diketahuinya.
Dan Ainun akan memberikan jawaban jika ia mampu atau ia
akan meminta Habibie jika tidak
mampu. Hal ini tentu saja karena ia sadar kalau anak-anak sejak kecil harus dibangun
keingintahuan
dan kreatifitasnya.
Selain itu Ainun juga membiasakan
anaknya hidup sederhana. Uang jajan diberikan
pas untuk satu minggu. Dengan demikian si anak memiliki kebebasan
untuk memilih jajanan yang mereka sukai., dan mengelola uang mereka sendiri.
Anak-anak Ainun tumbuh sebagai anak yang menghargai kesederhanaan itu.
Pernah mereka harus bolak-balik dari satu toko ke toko lain untuk mendapatkan harga yang pas sebelum
membeli suatu barang. Hal yang juga tidak kalah penting dalam mendidik anak adalah membiasakan mereka mengemukakan pendapat dengan
mengajak mereka berdiskusi di rumah.
Menurut Ainun, jika anak-anak berani mengeluarkan pendapat, artinya mereka sedang belajar dalam hidupnya. Dan bagi
orang tua, itulah saatnya
melaksanakan kewajiban memberikan bekal bagi kehidupan mereka.
Dan benar saja, hasil didikan itu
menjadikan kedua anak mereka tumbuh sebagai seorang yang luar biasa. Seperti kita tahu bahwa Ilham
Habibie
menyelesaikan pendidikan di Muenchen dalam
ilmu aeronautika dan meraih gelar PdD dengan predikat summa cumlaude, lebih tinggi dari predikat ayahnya. Sementara Thareq Kemal menyelesaikan Diploma Inggeneur di Braunsweig, Jerman.
Dalam buku karangan Habibie “Detik-detik
Yang Menentukan” tergambar dengan sangat baik
bagaimana Ainun mendampingi Habibie dalam kondisi yang sangat gawat dan krusial. Habibie dalam sebuah cerita yang panjang memasukkan dengan gamblang apa
saja yang dilakukan Ainun dalam mendampinginya.
Dan Ainun pula yang menjadikan Habibie selalu tenang dan matang dalam mengambil sebuah keputusan.
Kehidupan religius Ainun
jelas tergambar dalam Detik-detik yang menentukan, karya Habibie.
Beberapa kali Habibie menulis mengenai istrinya,
saat Ainun sedang di atas sajadah. “Ainun yang sedang membaca al-Qur’an” atau “Ainun yag baru saja selesai melaksanakan shalat malam” dan lain sebagainya.
Di rumah mereka di Jakarta pada saat Habibie masih menjadi menristek, lalu wakil
presiden, sampai menjadi presiden, dilaksanakan
pengajian rutin yang diikuti warga
sekitar dan istri-istri pejabat
negara.
Ainun juga paling
hobi jogging.
Hampir setiap
hari di Jerman ia melakukan Jogging. Bahkan terkadang tidak peduli panas
dingin.
Namun hobi Jogging tersebut hanya dilakukan Ainun
saat berada di Jerman. Jika di Indonesia
Ainun hanya fitnes atau lari di atas treadmill.
Hal ini disebabkan Ainun
sensitif
dengan debu, mungkin kena sinus. Udara di Jakarta
dan kota lain di Indoensia banyak debu, jadi Ainun tidak pernah jogging.
Kondisi kesehatan ini juga
menjadi salah satu alasan Habibie
untuk menetap di Jerman setelah ia tidak
lagi menjadi pejabat negara.
Mendampingi Suami
Ainun memang mendampingi Habibie dalam segala
hal. Saat mula-mula Habibie menjadi tekhnokrat, ia menjadi sosok yang mengatur
Habibie di belakang layar.
Misalnya, ia yang selalu mengingatkan Habibie
dalam masalah waktu kerja. Ketika jam telah menunjukkan pukul 22.00, Ainun
menelpon Habibie dan mengingatkannya agar menjaga kesehatan. Habibie terkadang
meminta stafnya menjawab kalau ia sudah di lift hendak pulang. Padahal ia terus
duduk di belakang meja kerjanya. Ainun juga menjadi pengingat waktu saat
Habibie memberikan kuliah atau ceramah. Kita tahu kalau Habibie yang memberi
kuliah ia sering lupa waktu. Memeng secara isi materi tidak ada masalah, sebab
semua orang akan senang. Namun hal ini dapat mengganggu jadwal acara yang lain
yang mengikutinya. Nah, Ainun dengan cara tertentu akan memberikan isyarat kalau
habibie sudah harus berhenti. Setelaha melihat Isyarat Ainun, Habibie akan
mengatakan :
“Saya
akhiri ceramah ini, saya sudah diperingatkan oleh Ainun”
Wardiman Djojonegoro, mantan menteri pendidikan
(1993-1998) pada era Soeharto mengatakan kalau Ainun juga sangat memperhatikan
makanan untuk Habibie. Dilaah yang menetukan asupan gizi yang baik untuk sang
suami. Sebagai Dokter hal ini memang mungkin dilakukannya. Sehingga kalau di
depan Ainun, Habibie sangat taat dengan aturan makan yang diterapkan istrinya.
Namun terkadang kalau Habibie makan berpisah dengan Ainun, ia sering lupa
dengan aturan makan dari istrinya. Hal ini terjadi karena tidak ada orang yang
tahu bagaimana makanan yang pas untuk Habibie keculai Ainun, istrinya.
Pada saat Habibie menjadi Wakil Presiden
republik Indonesia, Ainun adalah seorang yang dengan tulus ikhlas membantu
suaminya mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Dalam buku karangan Habibie “Detik-detik Yang
Menentukan” tergambar dengan sangat baik bagaimana Ainun
mendampingi Habibie dalam kondisi yang sangat gawat dan krusial. Habibie dalam
sebuah cerita yang panjang memasukkan dengan gamblang apa saja yang dilakukan
Ainun dalam mendampinginya. Dan Ainun pula yang menjadikan Habibie selalu
tenang dan matang dalam mengambil sebuah keputusan.
Kisah-Kisah
Unik
Dalam acara seminar atau ceramah yang Habibie menjadi penceramahnya, Ainun menjadi “tukang tekan bel,” memperingatkan Habibie mengenai waktu. Pernah Habibie diberikan kesempatan untuk menjadi penceramah dalam bulan Ramadhan. Ceramah diberikan setelah shalat isya sebelum tarawih. Biasanya ceramah ini hanya berlangsung selama sepuluh atau lima belas menit. Namun Habibie melakukannya lebih lama, sehingga membuat para jamaah gelisah. Sebab ada agenda lain yang harus dilaksanakan yaitu shalat tarawih. Ainun tahu kondisi ini. Ia meminta seorang cucunya untuk memberikan isyarat pada Habibie karena ia duduk agak jauh. Cucunya datang ke tempat yang terlihat oleh Habibie dan membuat sebuah gerakan layaknya orang Shalat. Habibie-pun paham. Sebelum mengkhiri ceramahnya, Habibie mengatakan:
“Ini pasti Ainun yang suruh”
Ada pengalaman unik dari Ibu Linda, mantan wartawan Majalah Tempo saat bertugas di istana pada masa Soeharto. Ia sering menjumpai Habibie dengan pipi yang ada bekas lipstiknya sebelum masuk kantor. Saat ditegur, Habibie dengan santai mengatakan kalau istrinya sering mencium sebelum ia berangkat, bahkan ketiak sudah digarasi mobil. Dan itu terjadi berkali-kali. Saat diberitahu ia Habibie menjawab dengan bangga:
“Ya begini nih istri Oom….. seperti nggak mau pisah dan ditinggal ke kantor lama-lama. Senang ya punya pasangan seperti begini?”.
Ibu Linda yang kebetulan berjumpa dengan Ibu Ainun, Istri Habibie “melaporkan” kejadian itu pada Ainun. Ainun menjawab:
“Aduuuh, bikin malu ya? Artinya suami saya nggak hapus lagi dong kalau memang masih ada bekas lipstik?, Awas saja nanti sampai di rumah mau saya tanya ah …hahahaaa… !”.
Menjelang Kematian Ainun
Saat Ainun tiba di Jerman beberapa bulan lalu sempat menjalani pemeriksaan kesehatan di rumah sakit setempat. Di sinilah terungkap penyakit yang diderita Ainun. Dokter memvonis Ainun terkena penyakit kanker usus besar. Operasi langsung dilakukan. 60 Persen kanker berhasil diangkat dalam operasi ini. Namun operasi ini pun tidak berhasil menyembuhkan Ainun. "Namun 40 persennya masih tersisa dan itu membuat repot sekali. Dan yang 40 itu sudah menyebar ke mana-mana sampai ke hati" kata adik kandung Habibie, Junus Effendi Habibie, di Jl Patra Kuningan XIII, Jakarta Selatan. Keluarga sempat akan melakukan kemoterapi untuk membersihkan sisa kanker. Namun dengan kondisi fisik yang terus menurun, langkah itu urung dilaksanakan.
24 Maret lalu, saat BJ Habibie tiba di Jerman, ia ikut mengantar langsung sang istri ke RS Munich, Jerman. Dan sejak itu hingga Ainun meninggal, tidak pernah sekali pun Habibie meninggalkan istrinya. "Ini menunjukkan cinta mereka yang sangat besar sekali. Mereka tidak bisa terpisahkan. Selama dua bulan itu juga Bapak terus mendampingi Ibu," jelas Junus.
Menemani Ainun Dirumah Sakit |
Menemani Ainun Dirumah Sakit |
Habibie Saat Melepas Kepergian Ainun |
Sehari sebelum Ainun tutup usia, Junus sudah meminta agar kakaknya mengikhlaskan istrinya tersebut. Habibie mendengar nasihat Junus. "Lalu keesokan hari (22/5) waktu saya jumpa dia kembali, dia mengatakan sudah ikhlas," jelas Junus menceritakan kondisi abangnya. "Dia tampak lebih tegar karena sudah ikhlas. Sambil mengelus terus kepala Ibu Ainun, dan sampailah kepada jalan (meninggal) Ainun," kenang Junus.
Hasri Ainun Besari (Ainun Habibie) |
Dalam sebuah sambutan yang diberikan Habibie setelah upacara pemakaman istrinya ia mengungkapkan rasa cinta itu dengan sebuah kalimat puitis nan indah: “12 Mei 1962 kami dinikahkan. Bibit cinta abadi dititipkan di hati kamu dan hati saya, pemiliknya Allah. Cinta yang abadi dan sempurna. Kamu dan saya, sepanjang masa. Nikmatnya dipatri dalam segala-galanya, satu batin dan perasaanya”.
Surat terakhir Bacharuddin Jusuf Habibie untuk Alm. Hasri Ainun Habibie :Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada, aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia,kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
selamat jalan, calon bidadari surgaku ….BJ.HABIBIE
Ungkapan ini bukan hanya pemanis bibir. Habibie telah menunjukkan dalam laku dan
perbuatannya. Ia mencurahkan seluruh cinta dan hatinya
pada sang istri, Ainun
Haibie,
sampai ia
menutup mata.
Sumber Dari :
1. detikNews.com
2. The True Life Of Habibie
3. bigblackhorse.blogspot.com
4. Google.com
Selamat Jalan Ibu Hasri Ainun Besari Habibie...
Sumber Dari :
1. detikNews.com
2. The True Life Of Habibie
3. bigblackhorse.blogspot.com
4. Google.com
0 comments:
Post a Comment