Cinta
tanah air adalah sebagian dari Iman. Kita sebagai bangsa Indonesia harus
mencintai bangsa dan tanah air Indonesia. Ngomong-ngomong rasa nasionalisme,
ada kisah uniknih menarik dari seorang Professor asal Jepang yang pernah ngamen
di Jakarta ni gan..seperti dilansir oleh detik.com
Hisanori Kato |
Kato,
begitu ia biasa disapa, kini menjabat sebagai dosen di universitas di Sakai dan
menjadi penasihat bagi pemerintah kota Sakai. Selama kegiatan ASEAN Weekly
Committe, Kato bertindak sebagai pengarah acara sekaligus pemandu.
"Pertama kali menjejakkan kaki di Bandara Sukarno-Hatta,
saya merasa berada di sebuah tempat asing yang berbeda sama sekali dengan
Bandara Jepang atau Amerika yang saya ketahui. Kesibukan dan kebisingan serta
kebingungan ketika menuju ruang tunggu, lebih terasa sebagai sebuah
ketakutan," tutur Kato.
Selama hidup di Ibukota, Kato merasakan banyak
masalah sosial lainnya. Namun yang menjadi puncaknya adalah aksi kejahatan yang
kerap dialami oleh pria lulusan program doktor untuk sosiologi agama di
Universitas Sydney ini.
"Di bus yang hampir tidak pernah digunakan orang asing, entah berapa kali dompet saya dicuri. Saya bahkan pernah ditodong dengan pisau, uang serta jam tangan saya diambil. Pernah juga uang saya dicuri oleh pembantu di rumah. Setiap kali saya mengalami peristiwa seperti itu, pikiran saya untuk meninggalkan negeri ini pun memenuhi benak saya," jelasnya.
"Di bus yang hampir tidak pernah digunakan orang asing, entah berapa kali dompet saya dicuri. Saya bahkan pernah ditodong dengan pisau, uang serta jam tangan saya diambil. Pernah juga uang saya dicuri oleh pembantu di rumah. Setiap kali saya mengalami peristiwa seperti itu, pikiran saya untuk meninggalkan negeri ini pun memenuhi benak saya," jelasnya.
Namun
dia punya cara unik untuk melampiaskan rasa kekecewaannya. Dia bertekad untuk
mengambil kembali apa yang sudah dicuri oleh orang-orang Indonesia. Dengan cara
mengamen.
"Saya
memutuskan mengajak teman sesama orang Jepang yang bisa bermain gitar, lalu
membentuk duo dadakan yang saya namakan “The Selamat”, lalu saya mengamen di
bus kota jurusan Blok M-Kota," urainya.
"Dengan
bahasa Indonesia yang pas-pasan, kami mulai beraksi di bus yang
bergoyang-goyang, dan ketika saya berteriak “kami datang dari Jepang, silakan
dengarkan lagu-lagu kami”," terangnya.
Para
penumpang kagum dan memberi duo dadakan itu banyak uang. Sejak momen itu, cara
pandang Kato terhadap orang Indonesia berubah. Terutama dari cara perlakuan
terhadap warga asing.
"Merekalah
yang mengubahnya, para penumpang bus yang menerima pengamen asing yang
tiba-tiba muncul di dalam bus. Balas dendam saya terhadap Indonesia menjadi
“anugerah” besar yang mengubah pandangan saya terhadap Indonesia dan orang
Indonesia," cerita Kato.
Pada
tahun 1994, Kato meninggalkan Indonesia untuk sekolah master dan doktor di
Sydney. Namun ada satu perasaan aneh yang hinggap di dadanya ketika dia dalam
perjalanan ke bandara.
Sejak
itu, selalu bolak-balik ke Indonesia. Dia pernah mengajar di Universitas
Nasional selama 4 tahun. Pria berkacamata itu juga tertarik dengan kondisi
sosial di Indonesia, terutama mengenai Islam. Sejumlah penelitian sudah dia
buat tentang dunia Islam di Indonesia. Salah satu bukunya yang sudah dibuat
dalam bahasa Indonesia adalah Agama dan Peradaban.
"Dari
situ juga saya kenal dengan Gus Dur, Pak Amien Rais. Saya sangat dekat dengan
Gus Dur sampai akhir hayatnya. Kami saling berkunjung. Saya juga sudah mengajak
beliau ke Sakai," jelas Kato.
Selama
hampir 20 tahun berkutat di Indonesia, Kato kini tinggal di Sakai. Namun
kenangannya tentang Indonesia tak akan pernah pudar. Bahkan, dia baru saja
merampungkan buku soal kisah hidupnya di Indonesia yang berjudul 'Kangen
Indonesia'.
"Saya
berusaha menyampaikan pemikiran saya soal Indonesia. Ada juga pesan saya untuk
para pencopet di bus, sebaiknya mereka gunakan keahlian itu untuk hal lain.
Mungkin hidupnya akan berubah," ujar Kato sambil tertawa.
Suatu
hari, Kato juga berharap bisa tinggal dan menetap di Indonesia. Dia
membayangkan kehidupan yang indah di sebuah kawasan di Yogyakarta dengan rumah
Joglo dan kondisi lingkungan yang hangat, sehangat orang Indonesia.
"Di zaman sekarang ini, istilah internasionalisasi begitu disanjung. Pentingnya mempelajari bahasa asing diserukan, dan banyak orang yang mengeluarkan uang untuk belajar di sekolah bahasa asing. Pada umumnya mereka mengartikan bahasa asing adalah bahasa Inggris. Namun tidak hanya terbatas pada bahasa Inggris, dalam “internasionalisasi” bahasa asing sangatlah penting. Kita tidak bisa mengatakan bahwa tidak ada masalah jika tidak mempelajarinya. Tetapi, jauh sebelum istilah itu didengung-dengungkan, para penumpang bus di Jakarta misalnya, mereka bergembira dan mengatakan “menarik” pada pengamen asing yang jelas-jelas berbeda dengan diri mereka, bahkan berkeinginan untuk bernyanyi bersama dengan pengamen itu, membuat saya berpikir, bukankah itu sesungguhnya langkah awal sebuah “internasionalisasi”? Dalam pengertian tersebut, Indonesia adalah negara yang maju dalam internasionalisasi. Yang saya catat di sini adalah beberapa pengamatan saya yang sangat subjektif tentang Indonesia,"
0 comments:
Post a Comment