RSS
Container Icon

::. 3 Bulan Tak Ada Kabar, Wanita Ini Pergoki Suaminya Sedang Gelar Pernikahan Mewah .::

Sebuah pernikahan bertujuan menyatukan dua orang yang saling mencintai untuk mendapat kebahagiaan. Namun dalam realitanya terkadang dalam perjalanan membina rumah tangga tidak seindah yang kita bayangkan.

Ibarat rumah semegah apapun, lama kelamaan tentu akan mengalami rusak dan bocor. Mobil semewah apapun, tentu akan mengalami lecet atau baret bila tidak dikemudikan dengan baik. Air setenang apapun, tentu akan ada riak dan gelombangnya. Demikian pula menjaga komitmen pernikahan. Bila tidak dijaga dengan baik, akan berujung pada kehancuran.

Seperti yang dialami wanita **** binti Zulkifly (nama sengaja di samarkan) yang harus merasakan kesedihan mendalam karena tanpa sepengetahuannya sang suami pergi dan menikah dengan perempuan lain. Kisah yang dikutip dari fanspage 'My Media Hub' ini sengaja kami tuangkan sebagai pembelajaran dengan maraknya peluang dan kejadian perselingkuhan yang banyak terjadi di kota-kota besar.

Semoga kisah ini tidak menjadi terulang dan menjadi pelajaran yang sangat berharga betapa selingkuh itu sangat menghancurkan kehidupan berkeluarga. Mohon bantu sebarkan agar bisa menjadi manfaat bagi keluarga-keluarga yang lainnya..



Saat diri dihiasi dengan baju pernikahan, muka dirias dengan berbagai warna. Debaran jantung juga semakin terasa, dalam beberapa menit lagi saya akan menjadi menyandang title seorang istri. Berkumpul sanak saudara, adik beradik dan keluarga bakal mertua di rumah. Saat Pak Penghulu mengatakan, "Sudah siap semua?" Jantung berdegup kencang entah ke mana perginya. Saat tangan Calon suami bersalaman dengan Pak Penghulu, air mata saya mulai menggenang.
"Aku nikahkan kau dengan ********** binti Zulkifly dengan maskawin  **** tunai. Sah !!"
Alhamdulillah, dengan sekali lafaz, saya telah sah menjadi istrinya. Allahu Akbar, air mata tanpa saya sadari mengalir tanpa henti. Kegembiraan tidak bisa diungkap dengan kata-kata. Saat suami memandang wajah saya dengan linangan air mata, dalam hati saya bertanya "Apa benar dia suami saya yang kami akan sehidup-semati setelah ini?"

Dimulailah episode kehidupan kami sebagai suami istri, susah senang hidup bersama, melalui berbagai cobaan setelah menikah. Jatuh bangun bersama-sama, saat susah menangis bersama-sama, senang bersama-sama di saat bahagia (termasuk saat menantikan si buah hati).

Saat hampir setahun pernikahan, ada yang mulai bertanya sudah ada 'isi' atau belum? Di saat itu juga mulailah hati ini semakin 'down'. Bila diberitahu pada suami, dia kata "biarkanlah mereka, itu semua kan rezeki Allah SWT". Hilang rasa sedih bila mendengar semua itu dari mulut suami.

Tahun kedua pernikahan, rasa bahagia itu tinggi menggunung. Rasa bahagia yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Namun, kebahagiaan kami diuji dengan kehadiran orang ketiga yang datang menganggu.

15 Oktober 2015, suami mengatakan dia memiliki agenda kerja di Melaka, untuk mencari rezeki halal, katanya. Lalu saya pun berkata, "Pergilah sayang" meskipun naluri saya mengatakan itu dia pergi ke Melaka bukan untuk tugas pekerjaan. Sampai satu saat, Allah SWT memberi petunjuk siapa suami saya yang sebenarnya. Allahu Akbar, hancurnya hati saya ya Allah. Orang yang saya percaya, orang yang saya sayangi sanggup mengkhianat saya.

Apa salah dan dosa saya? Saya belajar untuk bersabar, pada pandangan orang, saya nampak kuat. Dari tutur kata, saya nampak gigih untuk terus senyum. Padahal semua itu hanya akting saja untuk menunjukkan pada orang kalau saya ini kuat, tapi hati saya sebenarnya sudah hancur, menangis setiap hari tanpa diketahui orang.

Pura-pura berkata dengan keluarga mertua saya keadaan baik-baik saja dan tidak diceritakan tentang apa yang dia perbuat suaminya. Padahal hati saya, ya Allah. Takkanlah keluarga mertua tidak sadar kalau saya sedang bersedih dengan sikap anak mereka?

24 Desember 2015, tanggal yang saya tidak akan lupa sampai ke akhir hayat. Saya masih lagi istrinya yang sah, tetapi mengapa ini balasan yang mereka berikan pada saya? Betapa hancurnya hati, bagaikan mau mati harus menerima kenyataan ini.

Tiga bulan suami pergi tanpa berita dan akhirnya mendapat kabar bahwa dia sedang bahagia bersama insan lain yang memiliki ikatan sah.

6 Februari 2016, saya datang sendiri melihat dengan mata saya sendiri betapa hebatnya suami duduk di pelaminan bersama wanita lain. Begitu megah sekali pesta pernikahannya. 10.000 tamu dia bisa beri makan, tetapi saya seorang diabaikan selama tiga bulan tanpa sebutir nasi ditinggalkan? Saya diabaikan dari 15 Oktober 2015 hingga ke hari ini. Mana sifat perikemanusiaan? Tatkala baik mengambil anak orang, kenapa ini kesudahan yang dia berikan pada kami semua?

Begitu perih untuk saya menerima semua ini. Lepaskanlah saya dengan cara baik. Pulangkanlah saya dengan cara baik kepada keluargaku. Sebagaimana mereka merasa hari ini, begitu jugalah kami merasa ketika dikhianati sebelumnya. 

Saya ridha saat dihina, dicaci oleh orang yang dekat dan saya sayang. Hari ini, hinalah lagi, kecamlah lagi, cacilah lagi. Saya terima semuanya. Banyak lagi yang masih menyayangi saya dan mendukung saya.

Dulu, saya kalah karena banyak yang percaya dia dengan sikap pembohongnya. Saya pejamkan mata, pekakkan telinga dan seolah tidak tahu sebab saya tahu Allah Ta'ala selalu ada bersama saya. Tidak ada seorang perempuan pun saat dia dinikahkan meminta diabaikan, disakiti, dikhianati.

Tidak ada seorang perempun pun yang sedang menghormatinya dipijak suami, kehormatannya tidak dilindungi atau harga dirinya tidak ada arti lagi. Tidak ada seorang pun perempuan yang ingin mengharap simpati suami sendiri, mengemis kasih untuk menumpang. Suami mungkin terlepas di dunia. Pura-pura seperti raja, tapi istri diperlakukan seperti budak.

Nanti di pengadilan agung Allah, kamu akan ditanya tanpa mampu mengelak. Setiap kewajiban yang kamu tinggalkan, semua akan diadili meskipun sebesar kuman. 

***

Postingan ini pun menuai beragam komentar yang sebagian besar menaruh simpati kepada si wanita. Seperti yang diungkapkan akun Azra Sagitarius, "Kalau memang salah sekali pun dia  tidak boleh abaikan isteri ... kalau tidak suka, naik ruang sidang, lepaskan dengan cara baik, seperti saat kau nikah begitpula lah saat bercerai ...."

Akun Nordiana Muhammad pun mengatakan, "Pernah dengar tidak, pepatah mengatakan bengkoknya istri karena bengkoknya si suami. Kalau isteri ada kesalahan pun patut kah berbuat macam itu. Kalau sudah tidak mau sekali pun lepaskanlah dengan cara yg betul, bukan dibiarkan seperti itu...." (*)




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Bilal Bin Rabah : Muadzin Yang Mendahului Rasulullah SAW Berjalan Masuk Surga .::



Bilal bin Rabah adalah salah seorang sahabat dekat Rasulullah. Seperti yang kita tahu, Bilal adalah seorang keturunan Afrika, Habasyah tepatnya. Kini Habasyah biasa kita sebut dengan Ethiopia



Seperti penampilan orang Afrika pada umumnya, hitam, tinggi dan besar, begitulah Bilal. Pada mulanya, ia adalah budak seorang bangsawan Makkah, Umayyah bin Khalaf. Meski Bilal adalah lelaki dengan kulit hitam pekat, namun hatinya, insya Allah bak kapas yang tak bernoda. Itulah sebabnya, ia sangat mudah menerima hidayah saat Rasulullah SAW berdakwah.

Meski ia sangat mudah menerima hidayah, ternyata ia menjadi salah seorang dari sekian banyak sahabat Rasulullah SAW yang berjuang mempertahankan hidayahnya. Antara hidup dan mati, begitu kira-kira gambaran perjuangan Bilal bin Rabab. Keislamannya, suatu hari diketahui oleh sang majikan. Sebagai ganjarannya, Bilal disiksa dengan berbagai cara. Sampai datang padanya Abu Bakar yang membebaskannya dengan sejumlah uang tebusan.

Boleh dikata, di antara para sahabat, Bilal bin Rabah termasuk orang yang amat tegas dalam mempertahankan agamanya. Zurr bin Hubaisy, suatu ketika berkata, orang yang pertama kali menampakkan keislamannya adalah Rasulullah SAW. Kemudian setelah beliau, ada Abu Bakar, Ammar bin Yasir dan keluarganya, Shuhaib, Bilal dan Miqdad.

Selain Allah SWT tentunya, Rasulullah SAW dilindungi oleh paman beliau. Dan Abu Bakar dilindungi pula oleh sukunya. Dalam posisi sosial, orang paling lemah saat itu adalah Bilal. Ia seorang perantauan, budak belian pula, tak ada yang membela. Bilal, hidup sebatang kara. Tapi itu tidak membuatnya merasa lemah atau tak berdaya. Bilal telah mengangkat Allah sebagai penolong dan wali-nya, itu lebih cukup dari segalanya.

Derita yang ditanggung Bilal bukan alang kepalang. Umayyah bin Khalaf, sang majikan, tak berhenti hanya dengan menyiksa Bilal saja. Setelah puas hatinya menyiksa Bilal, Umayyah pun menyerahkan Bilal pada pemuda-pemuda kafir berandalan. Diarak berkeliling kota dengan berbagai siksaan sepanjang jalan.

Tapi dengan tegarnya, Bilal mengucap, "Ahad, ahad," puluhan kali dari bibirnya yang mengeluarkan darah.

Bilal bin Rabah, meski dalam strata sosial posisinya sangat lemah, tapi tidak di mata Allah SWT. Ada satu riwayat yang membukti-kan betapa Allah SWT memberikan kedudukan yang mulia di sisi-Nya.

Suatu hari Rasulullah SAW memanggil Bilal untuk menghadap. Rasulullah SAW ingin mengetahui langsung, amal kebajikan apa yang menjadikan Bilal mendahului berjalan masuk surga ketimbang Rasulullah SAW .

"Wahai Bilal, aku mendengar gemerisik langkahmu di depanku di dalam surga. Setiap malam aku mendengar gemerisikmu."

Dengan wajah tersipu tapi tak bisa menyembunyikan raut bahagianya, Bilal menjawab pertanyaan Rasulullah. "Ya Rasulullah, setiap kali aku berhadats, aku langsung berwudhu dan shalat sunnah dua rakaat." "Ya, dengan itu kamu mendahului aku," kata Rasulullah SAW membenarkan. Subhanallah, demikian tinggi derajat Bilal bin Rabah di sisi Allah SWT.

Meski demikian, hal itu tak menjadikan Bilal tinggi hati dan merasa lebih suci ketimbang yang lain. Dalam lubuk hati kecilnya, Bilal masih menganggap, bahwa ia adalah budak belian dari Habasya, Ethiopia. Tak kurang dan tak lebih.

Bilal bin Rabah, terakhir melaksanakan tugasnya sebagai muadzin saat Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah. Saat itu, Bilal sudah bermukim di Syiria dan Umar mengunjunginya.

Saat itu, waktu shalat telah tiba dan Umar meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan sebagai tanda panggilan shalat. Bilal pun naik ke atas menara dan bergemalah suaranya.

Semua sahabat Rasulullah SAW, yang ada di sana menangis tak terkecuali. Dan di antara mereka, tangis yang paling kencang dan keras adalah tangis Umar bin Khattab. Dan itu, menjadi adzan terakhir yang dikumandangan Bilal, hatinya tak kuasa menahan kenangan manis bersama manusia tercinta, nabi akhir zaman.

Suatu malam, jauh sepeninggal Rasulullah SAW, Bilal bin Rabbah, salah seorang sahabat utama, bermimpi dalam tidurnya. Dalam mimpinya itu, Bilal bertemu dengan Rasulullah SAW. "Bilal, sudah lama kita berpisah, aku rindu sekali kepadamu," demikian Rasulullah SAW berkata dalam mimpi Bilal. "Ya, Rasulullah, aku pun sudah teramat rindu ingin bertemu" kata Bilal masih dalam mimpinya. Setelah itu, mimpi tersebut berakhir begitu saja. Dan Bilal bangun dari tidurnya dengan hati yang gulana. Ia dirundung rindu.

Keesokan harinya, ia menceritakan mimpi tersebut pada salah seorang sahabat lainnya. Seperti udara, kisah mimpi Bilal segera memenuhi ruangan kosong di hampir seluruh penjuru kota Madinah. Tak menunggu senja, hampir seluruh penduduk Madinah tahu, semalam Bilal bermimpi ketemu dengan Nabi junjungannya.

Hari itu, Madinah benar-benar diselubungi rasa haru. Kenangan semasa Rasulullah SAW masih bersama mereka kembali hadir, seakan baru kemarin saja Rasulullah SAW tiada. Satu persatu dari mereka sibuk sendiri dengan kenangannya bersama manusia mulia itu. Dan Bilal sama seperti mereka, diharu biru oleh kenangan dengan nabi tercinta.

Menjelang senja, penduduk Madinah seolah bersepakat meminta Bilal mengumandangkan adzan Maghrib jika tiba waktunya. Padahal Bilal sudah cukup lama tidak menjadi muadzin sejak Rasulullah SAW tiada. Seolah, penduduk Madinah ingin menggenapkan kenangannya hari itu dengan mendengar adzan yang dikumandangkan Bilal.

Akhirnya, setelah diminta dengan sedikit memaksa, Bilal pun menerima dan bersedia menjadi muadzin kali itu. Senja pun datang mengantar malam, dan Bilal mengumandangkan adzan. Tatkala, suara Bilal terdengar, seketika, Madinah seolah tercekat oleh berjuta memori. Tak terasa hampir semua penduduk Madinah menitiskan air mata. "Marhaban ya Rasulullah," bisik salah seorang dari mereka.

Sebenarnya, ada sebuah kisah yang membuat Bilal menolak untuk mengumandangkan adzan setelah Rasulullah SAW wafat. Waktu itu, beberapa saat setelah malaikat maut menjemput kekasih Allah SWT, Muhammad SAW, Bilal mengumandangkan adzan. Jenazah Rasulullah SAW, belum dimakamkan. Satu persatu kalimat adzan dikumandangkan sampai pada kalimat, "Asyhadu anna Muhammadarrasulullah."

Tangis penduduk Madinah yang mengantar jenazah Rasulullah pecah. Seperti suara guntur yang hendak membelah langit Madinah.

Kemudian setelah Rasulullah SAW telah dimakamkan, Abu Bakar meminta Bilal untuk adzan. "Adzanlah wahai Bilal," perintah Abu Bakar. Dan Bilal menjawab perintah itu, "Jika engkau dulu membebaskan demi kepentinganmu, maka aku akan mengumandangkan adzan. Tapi jika demi Allah kau dulu membebaskan aku, maka biarkan aku menentukan pilihanku." "Hanya demi Allah aku membebaskanmu Bilal," kata Abu Bakar. "Maka biarkan aku memilih pilihanku," pinta Bilal. "Sungguh, aku tak ingin adzan untuk seorang pun sepeninggal Rasulullah," lanjut Bilal. "Kalau demikian, terserah apa kehendakmu," jawab Abu Bakar.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Tsa'labah bin Abdurrahman : Masuk Surga Karena Mengintip Wanita Mandi .::


Tsa'labah bin Abdurrahman adalah salah satu sahabat yang juga merupakan pembantu Rasulullah SAW. Suatu hari, Rasulullah SAW mengutusnya untuk suatu keperluan. Di tengah perjalanan, ia menengok ke salah satu pintu rumah sahabat Anshor dan dilihatnya seorang wanita yang sedang mandi. Iapun lalu mengintip berulang-ulang.

Syahdan, tidak berselang lama, Tsalabah menyesal dan takut setengah mati. Dalam hatinya, bagaimana nanti apabila ada wahyu yang turun menceritakan kelakuannya itu ? Betapa malunya diriku!!

Iapun memutuskan untuk pergi dan tak akan kembali ke Madinah, Ia melarikan diri ke lembah gunung diantara Makkah dan Madinah , meninggalkan Rasulullah SAW.Selama empat puluh hari Nabi kehilangan Tsalabah.

Kemudian datanglah Malaikat Jibril kepada beliau dan berkata:Wahai Nabi, Allah SWT telah berkirim kepadamu salam, dan Allah SWT bersabda: Sesungguhnya salah satu umatmu telah melarikan diri, dan sekarang berada diantara gunung ini dan itu. Dia selalu memohon perlindungan padaKu dari neraka,.

Nabi kemudian mengutus Umar bin al-Khatthab dan Salman Al Farisi (radliyallahu anhuma) menyusuri bukit dan gunung-gunung Madinah. Keduanya bertemu pengembala yang bernama Dzufafah, dan bertanya:Apakah kamu melihat seorang pemuda diantara gunung ini dan itu ?

Zufafah menjawab: Oooo, orang yang berlari dari neraka Jahannam itukah?Umarpun gantian bertanya:Bagaimana engkau tahu kalau dia lari dari Neraka Jahannam?

Jawab Zufafah: Apabila dia keluar dari gunung itu, selalu memegang kepalanya seraya berkata:Wahai Tuhanku, Cabutlah nyawaku, dan leburkan jasadku, dan jangan Engkau telanjangi aku di hari kiamat kelak !Oh, betul. Itulah orang yang aku maksud tukas Sayyidina Umar ra.

Ketiga sahabat itu lalu mengendus ke sebuah gunung. Pada tengah malam ketiganya melihat Tsalabah keluar dari gunung seraya berkata sebagaimana yang diceritakan oleh Zufafah.

Umar ra. kemudian berlali mengejar Tsa'labah dan mendekapnya. Beliau berkata: Aman, aman......... Dan Selamat dari Neraka. Aku Umar.

Tsalabah kemudian bertanya: Wahai Umar, Tahukah Rasulullah akan dosaku?.Aku tidak mengerti. Namun Nabi kemarin menyebut-nyebut mu, kemudian beliau menangis dan mengutus aku dan Salman untuk mencarimu Jawab Umar.

Wahai Umar !, jangan pertemukan aku dengan Rasulullah SAW, kecuali beliau sedang sholat , atau Bilal sedang Iqomah Kata Tsalabah.

Mereka lalu menuju ke Madinah, dan sampai disana sedangkan Rasulullah SAW sedang sholat. Ketiganya menempatkan barisan shaf berjamaah. Namun ketika Rasulullah SAW membaca al-Quran dalam sholat tersebut, Tsalabah tak sadarkan diri karena saking takutnya dengan Allah dan nerakaNya.

Usai sholat, Nabi bertanya pada Umar dan Salman:Wahai Umar dan Salman, bagaimana keadaan Tsalabah ?Keduanya menjawab dengan serentak: Itu, Tsalabah wahai Rasul.

Nabi mendatangi Tsalabah dan memanggilnya:Wahai Tsalabah.! Tsa'labahpun menatap Rasul dan menjawab:Labbaika Ya Rasulallah..

Mengapa engkau meninggalkan aku Tsalabah ? tanya Rasulullah SAW.

Karena dosaku wahai rasul jawab Tsalabah.


Bukankah aku telah mengajarkan kepadamu ayat yang menghapus dosa ? kata Rasulullah SAW.


Sumber Dari : http://m.inilah.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS