RSS
Container Icon

::. Ayah Yang Bijak Dan 2 Orang Pengamen .::

Suatu ketika anak dari seorang yang bijak bertanya kepada ayahnya “Ayah kenapa ya yah, aku sudah taat kepada Allah SWT, sholat lima waktu dan sunahnya tidak pernah ketinggalan, namun do’a ku tidak kunjung dikabulkan Allah SWT, sementara si fulan yang tidak taat kepada Allah tetapi do’anya cepat dikabulkan Allah SWT, padahal sifulan sholatnya jarang paling-paling hanya hari jum’at saja??”

Sesaat setelah anak tersebut bertanya datanglah seorang pengamen yang berbau tidak sedap, berprilaku tidak sopan dan suaranyapun tidak baik,, baru menyanyikan 1 bait lagu, sang ayah bijak tersebut langsung memberikan uang pecahan 1.000 rupiah kepadanya, dan setelah menerima pemberian uang tersebut, pengamen tersebut langsung buru-buru pergi meninggalkan ayah yang bijak beserta anaknya tanpa mengucapkan terimakasih atau sebuah senyuman…

Selang beberapa menit pengamen yang pertama tersebut pergi datanglah seorang pengamen yang wangi, prilakunya santun dan suaranya indah menghampiri ayah yg bijak beserta anaknya tersebut, namun kali ini perlakuan ayah yang bijak tersebut berbeda kepada pengamen yang kedua ini, ayah tersebut tidak buru buru memberi pengamen tersebut uang, namun ayah yg bijak tersebut membiarkan pengamen tersebut menyanyikan lagunya hingga usai, bahkan setelah usai, ayah yang bijak tersebut meminta agar pengamen tersebut menyanyi lagi.

Dan setelah pengamen tersebut selesai menyanyi ayah yang bijak tersebut akhirnya memberikan pengamen tersebut uang yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengamen pertama, pengamen kedua tersebut mengucapkan terimakasih serta senyuman sumringah kepada ayah yang bijak dan anaknya tersebut… 

Setelah suasana terdiam beberapa saat, sang anak mengajukan pertanyaan baru kepada ayahnya, ayah kenapa “ayah berlaku tidak adil kepada dua pengemis tersebut ?“


“Anakku, ketika ingin melakukan sesuatu kita sangat dianjurkan untuk berlaku bijak dimanapun dan kapanpun, hal yang ayah lakukan tadi adalah bentuk kebijakan ayah, mungkin terlihat tidak adil menurut kamu, namun menurut ayah itu sesuatu yang sangat adil, dan tahukah kamu anakku, apa yang ayah lakukan tadi adalah jawaban atas pertanyaan mu yg pertama tadi?” 

“apa maksud ayah? sungguh aku jadi bingung dibuatnya”

“Begini anakku, sifulan yang tidak taat kepada Allah SWT ketika berdo’a namun doanya cepat di ijabah Allah SWT, bisa saja Allah SWT mengabulkan do’anya karna Allah SWT tidak suka terhadap sifulan dan cepat2 Allah SWT mengabulkan do’a sifulan tersebut agar sifulan bisa berhenti memohon kepadanya dengan cara yg salah, dan sementara untuk kamu, bisa saja Allah SWT menunda-nunda agar do’amu terkabul, karna Allah SWT sangat sayang kepadamu disaat kamu berdo’a, serta karna ketaatanmu kepada-NYA dan bisa saja bukan, nanti ketika Allah SWT mengabulkan doamu, Allah akan memberikan sesuatu yang jauh lebih besar dari apa yang kamu harapkan anakku, seperti ketika ayah memberikan uang yang lebih kepada pengemis yang bersuara indah tadi”

“Terimakasih ayah jawaban ayah sangat memuaskan, lalu apa yg harus saya lakukan setelah ini ayah” 

“Lakukanlah seperti yg pengemis bersuara indah tadi lakukan, ketika engkau sedang berusaha agar do’a mu dikabulkan Allah SWT, lakukanlah apa yg diminta Allah kepadamu, jika Allah SWT menyuruhmu taat maka taatlah, jika Allah SWT menyuruhmu sabar maka sabarlah, dan ingat anakku setelah do’amu terkabul jangan lupa ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, agar senantiasa kasih sayang Allah selalu tercurah kepadamu”

“Alhamdulillah terimakasih ya ayah“ 

“Alhamdulillah anakku”


Sumber Dari : http://www.dream.co.id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Pak Dul : Biarkan Saya Menambal Jalan .::

Pak Abdul Syukur
Seorang tukang becak renta membuat terharu ribuan netizen, khususnya pengguna Facebook di Surabaya, Rabu (13/5/2015).

Tukang becak itu bernama Abdul Syukur (56 tahun) atau biasa disapa Pak Dul.

Yang membuat ribuan netizen bersimpati padanya, meski kondisi ekonominya yang terbatas, Pak Dul masih sempat-sempatnya secara sukarela, menambal lubang-lubang di jalanan Kota Surabaya.

Semua itu ia lakukan tanpa pamrih, dan tak mendapat bayaran sesenpun dari siapa saja.

Cerita tentang Pak Dul awalnya dikemukakan oleh seorang pengguna Facebook bernama Himan UtomoHiman, yang tergerak hatinya melihat Pak Dul menambal jalan, lalu memotret lelaki tua itu, dan mengunggahnya dalam status di Facebook.


"Saat itu pukul 23.05 seorang bapak tua tukang becak ini berhenti pas di depan ITC, bapak tua ini turun dan menurunkan bongkahan batu aspal dan menaruhnya dibeberapa jalan yg berlubang.. setelah beberapa kali mondar-mandir dari becak ke jalan berlubang tadi saat dirasa pas bapak tua ini mengambil hammer (palu besar) untuk meratakan bongkahan batu aspal tadi, setelah semua rata bapak ini duduk sebentar sembari mengipas-ngipaskan topi hitam miliknya sembari berucap 'Alhamdulillah',

"Saya pun akhirnya menghampiri bapak tua ini dan duduk disamping beliau serta menawarkan rokok kepada beliau, saya bertanya 'bapak dari dinas kota kah kok meratakan jalan dan cuma memakai becak?? bukankah dinas kota punya fasilitas?,"
Bapak tua ini menjawab "Bukan mas, saya tukang becak biasa..,"
Saya heran dan bertanya lagi "Lha bapak digaji berapa? dan ikut siapa?"
Bapak tua ini menjawab "Saya gak kerja sama siapa2 dan tidak digaji siapa2..,"

Saya makin penasaran dan bertanya lagi "Lha bapak nglakuin ini gak dibayar kok mau, bukankah sudah jd tanggung jawab pemerintah kota, kan kita jg bayar pajak untuk pembangunan kota jg?"

Bapak tua ini tersenyum dan berkata "Gak papa mas, ini sudah jadi hobby saya tiap malam.., setelah cari rejeki dengan menjadi tukang becak, malamnya saya selalu mencari bongkahan batu aspal, buat nutup jalan yg berlobang.., ya hitung2 abdi saya sebagai warga kota surabaya..,"

Allahu Akbar...!!!! Masih ada orang seperti bapak ini di Surabaya...

Bapak tua ini jg berkata tentang lika-liku nya menutup jalan yg berlubang :

"saya sering di olok-olok sama teman2 seprofesi tukang becak, "wes pak de, gak onok sing mbayari kok yo dilakoni ae, gak kiro direken lah karo wong-wong nduwuran pemerintah kota.. opo maneh bu risma.. istirahat ae sampeyan wes tuek"

Hahahaha, bapak tua ini tertawa kecil dan sering menjawab : "Demi kemanusiaan saja, kalo ada yg kejeglong trus kecelakaan gimana??? iya kalo musim panas, terus kalo banjir? kan gak kelihatan.., sudah gak apa-apa kalo jalannya gak berlubang semua yang lewat kan juga enak.."

Iki lho rek,, abdine wong asli suroboyo, masio gak dibayar, gak direken uwong, tapi sek dilakoni gawe keamanan dalan..

Yang masih penasaran sama hasilnya pak tua tukang becak ini bisa lihat di depan ITC pas ada jalan berlubang yg sudah ditutup sekitar 3 lubang.. terus rel Semut arah ke Pecindilan, sama Gembong Tebasan, sampai Tambak Adi.

Mudah-mudahan ada bapak/ibu pejabat yang baca postingan saya dan memberi beliau penghargaan atas kerja keras beliau selama ini. Amin..amin ya robbal alamin

Status dari Himan Utomo ini lalu menyebar bagai virus dengan cepatnya ke ribuan netizen Surabaya. Tak kurang, 11.221 orang membagikan (share) status Himan ini lewat Facebook! Cerita Himan makin meledak, setelah ia mengunggahnya ke portal radio Suara Surabaya.


Berita tentang Pak Dul, mendapat simpati berupa likes tak kurang dari 9.000 netizen. Himan pun kebanjiran permintaan konfirmasi pertemanan dan ucapan terima kasih dari netizen lain, karena sudah berbagi cerita soal Pak Dul.

"Suwun cak wis di-confirm,, ijin share link pak dul Aku dadi terharu cak ! mugo-mugo dowo umure, jembar lan gampangne rezekine kaleh gusti ALLAH,"

(Terimakasih cak sudah dikonfirmasi (pertemanan Facebook) saya jadi terharu cak. Semoga panjang usianya, luas dan mudah rezekinya oleh Gusti Allah). Demikian kata seorang pengguna Facebook bernama Eka Ardi.

Dan dari Shohibul Djamil : "Matur suwun cak, semoga kisah nyata pak dul dapat menginspirasi banyak orang, ijin share ya cak,"

Menurut Himan, Pak Dul tinggal di Jalan Tambak Segaran Barat I/27. Tukang becak renta itu biasa mangkal di depan pusat perbelanjaan ITC Surabaya, dekat Pasar Atum. (*)


http://suryamalang.tribunnews.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Pangeran Salim & Anarkali : Cinta Putera Raja Kepada Penari Istana .::

Salim & Anarkali (Jodha Akbar)
Pangeran salim adalah putra sultan akbar yang agung dari kekaisarn mughal, India (1542-1605) Pada masanya, Kesultanan mughal mengalami masa keemasan, tak heran ia mendapati julukan “The Great Mughal Emperor”. Dari ratunya yang bernama Mariam uz Zamani, sultan memiliki 3 putra, si kembar yang meninggal saat masih kecil serta pangeran salim yang kelak menjadi Sultan Jahangir (1605-1627).

Pangeran pewaris takhta ini dikenal sebagai pangeran yang manja, tidak disiplin bahkan cenderung kasar. Jelasnya tidak menunjukkan diri sebagai calon raja. Hal itu membuat Sultan Akbar cemas dan khawatir, mungkinkah kelak pangeran salim bisa menjadi penerusnya, menjadi seorang raja yang berkuasa dan diharapkan rakyatnya?

Untuk mendidiknya, Sang ayah mengutus pangeran salim terjun memimpin tentara di medan-medan peperangan. Dengan demikian menurut sultan, pangeran salim akan belajar memimpin, membuat keputusan, dan menjadi lebih bijaksana, sebagai bekal kelak jika sudah menjadi raja. Kemudian salim bertugas selama 14 tahun di tengah-tengah medan pertempuran.

Ketika kembali dari medan pertempuran, pangeran salim disambut ibunya beserta selir-selir istana Lahore dengan suka cita. Kedatangannya dirayakan dengan pesta meriah dan mujra, tari-tarian dengan penari muda terkenal Nadeera, gadis biasa putri Noor Khan Argun.

Nadeera dikenal piawai dalam melakukan gerak tari yang lemah gemulai yang indah nun mempesona. Ditambah kebeliaan membuatnya bak bunga mekar. Sultan akbar pun menjuluki Nadeera sebagai Anarkali (bunga delima nan mekar).

Pangeran salim menyaksikan si anarkali, dan saat itu juga tersambar panah asmara, membuatnya seketika jatuh cinta. Sejak itulah kisah cinta mereka dimulai. Anarkali, demikian selanjutnya ia dipanggil, seorang gadis dari kasta biasa menyambut cinta Sang Pangeran. Cinta mereka mekar dan penuh gelora seiring dengan merambatnya usia masing-masing.


Awalnya percintaan mereka berlangsung secara sembunyi-sembunyi. Sebagai seorang pangeran, Salim memahami bahwa ia akan menikahi seorang putri pula, yang dalam dirinya mengalir darah seorang raja. Pernikahan yang lebih bersifat politis demi melanggengkan kekuasaan dan menyatukan dua kekuatan.

Sebelum pangeran salim menceritakan rencananya menikahi gadis penari anarkali, angin telah menyenandungkan kisah cinta mereka ke telinga raja. Sultan akbar sangat marah. Ia langsung memanggil putranya dan meminta ia melupakan cintanya pada anarkali. Namun pangeran salim menolaknya.

Karena tetap saja pangeran salim berhubungan dengan anarkali, maka sang ayah (sultan akbar) kembali mengirim putra mahkotanya itu ke medan perang untuk menaklukkan daerah-daerah lain dan meluaskan kekuasaan Mughal, sekaligus untuk menjauhkan Salim dari Anarkali. Berbulan-bulan pangeran di sana, tetap saja ia berhubungan dengan Anarkali lewat sepucuk surat yang di antar oleh utusan pangeran salim. Ketika kembali ke Istana ia bahkan sudah berencana memperistri anarkali. Sultan Akbar pun semakin murka dengan keadaan ini.

Pangeran salim pun sadar bahwa sang ayah (sultan akbar) akan memisahkannya dengan anarkali sehingga pangeran salim berniat untuk melancarkan kudeta untuk merebut kekuasaan dari ayahnya.

Pusat kesultanan pada waktu itu sudah pindah dari Lahore (Pakistan) ke India. Pangeran salim tak sabar runtuk berkuasa dan bisa menentukan sendiri gadis yang ingin di nikahi tanpa di dikte dan di paksa oleh sang ayah. Namun sayang kudetanya gagal, ia pun ditangkap dan akan dijatuhi hukuman mati.

Pada detik-detik hukuman itu, Anarkali datang menghadap sultan akbar memohon pengampunan dan pembebasannya. Setelah berfikir panjang serta karena kasih sayangnya yang besar pada putranya, Sultan akbar mengabulkan dengan satu syarat. Yakni, Anarkali harus meninggalkan pangeran salim sejauh mungkin bahkan harus meninggalkan wilayah India. Demi cintanya pada sang pangeran, Anarkali pun menyutujui syarat tersebut namun sebelum melaksanakan syarat itu anarkali terlebih dahulu harus di ijinkan menemani sang pangeran salim di dalam penjara untuk 1 malam.

Akhirnya hari yang sudah di tentukan itupun tiba, Anarkali datang ke penjara tempat pangeran salim ditahan. Mereka berpelukan saling bertangis-tangisan. Anarkali meminta sang pangeran menerima takdirnya menjadi raja yang besar tanpa dirinya.


"Jangan menangis pangeran.... semua akan baik baik saja. Dan ketika aku sudah tidak disini, maka engkau akan menjadi raja agung yang sangat di hargai oleh rakyatmu... Aku tidak pantas menjadi sang ratu... Meskipun kita tidak bisa bersatu. Namun percayalah bahwa antara engkau dan aku sesungguhnya ada ikatan bathin yang tidak akan pernah terpisahkan..."

Namun sang pangeran menolak permintaan anarkali. Sepanjang malam itu mereka hanya berpelukan seakan tak ingin dipisahkan lagi. Tapi anarkali hanya sekadar melembutkan hati sang pangeran. Ia berencana memenuhi janjinya pada sultan akbar. Maka pada dini hari ia melepaskan diri dari Sang Pangeran, namun Salim tak mau melepaskan hingga para pengawal memaksa dan memisahkan keduanya.

Ternyata sultan akbar tidak menepati janjinya untuk membiarkan anarkali pergi meninggalkan india tapi justru sultan menyuruh para pengawal untuk membunuh anarkali.

Di kamar penjara itu ada dinding mencekung. Pengawal membawa Anarkali dan memasukkan ke cekungan tersebut. Setelah itu batu bata segera dipasang menandakan bahwa ia akan di tutup dinding, dikubur hidup-hidup. Pangeran salim menjerit-jerit dan berteriak sekuat tenaga dan berusaha mendobrak mengubrak abrik jeruji penjara namun pangeran salim tidak mampu keluar dari bilik penjara. Dia hanya bisa menyaksikan para pengawal mengubur orang yang di cintainya dalam keadaan hidup hidup.


***
Versi sejarah lain menyebutkan bahwa Anarkali dan Sultan Akbar menyepakati perjanjian. Anarkali pura pura dikubur hidup hidup. Dinding di belakangnya bisa dibuka dan menembus ke sebuah terowongan yang akan digunakannya untuk keluar. Segera setelah dinding di depannya tertutup, dibukalah dinding di belakangnya sehingga Anarkali bisa keluar. Sang ibu sudah menunggunya di sana dan mereka berdua lalu lari sepanjang terowongan hingga keluar dari India menuju Lahore. (semoga versi ini yang benar)

Kisah ini dipercaya oleh masyarakat India dan Pakistan hingga saat ini. Orang yang pertama kali menceritakan Anarkali dan Pangeran Salim adalah seorang penjelajah dari Inggris William Finch dan Edward Terry. Pada awal abad 17 ia memberikan informasi mengenai makam dan kisah di baliknya.


Sumber Dari : http://www.akbarelhamed.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Lubang Ghaib Yang Dipercaya Bisa Menembus Ka'bah, Ada Dipulau Buton .::

Dalam Buku Tambaga/Perak berjudul "Assajaru Huliqa Daarul Bathniy Wa Daarul Munajat" Oleh Laode Muhammad Ahmadi, mengatakan bahwa dua puluh tahun sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW kira-kira tahun 624 Masehi, ketika beliau berada di Madinah dan berkumpul dengan para sahabat dan terdengarlah dua kali demtuman bunyi begitu keras, ketika itu pula Rasulullah Muhammad SAW  mengutus Abdul Gafur dan Abdul Syukur yang keduanya merupakan kerabat dekat Nabi Besar Muhammad SAW  untuk mencari pulau Buton (Al-Bathniy), diapun melanglang buana mencarinya hingga menelan lamanya waktu pencarian hingga 60 tahun yakni sampai tahun 684 Masehi di kawasan Asia Tenggara.

Mesjid Agung Wolio (Mesjid Keraton Buton)
Kemudian setelah melewati selat pulau Buton sesudah waktu shalat Magrib barulah dia mendengar suara adzan persis sama dengan suara adzan yang dikumandankan di Masjidil Haram Mekkah. Sewaktu tiba shalat zhuhur, maka diapun turun dari kapalnya lalu mencari sumber suara adzan tersebut.

Ternyata suara adzan tersebut adalah dikumandankan oleh Husein yang tak lain ialah kerabat dekatnya sendiri yang dilihatnya muncul dari sebuah lubang ghaib berbentuk kelamin perempuan terdapat di atas bukit. Lubang ghaib ini tembus ke Ka'bah Baitullah Mekkah.

Didepan lubang ghaib inilah Abdul Gafur meneteskan air matanya merenungkan kebesaran Allah SWT, seraya mengingat kembali pesan Rasulullah Muhammad SAW sebelum meninggalkan Madina, bahwa isyarat tanda inilah telah menunjukkan disitulah terdapat Pulau Al-Bathniy yang dicarinya.

Didepan lubang ghaib inilah Abdul Gafur bisa melihat secara kasat mata semua yang terjadi di Masjidil Haram Mekkah, termasuk juga orang yang sedang melakukan adzan ketika itu dan diapun mengenal orang tersebut yang tak lain adalah sanak keluarganya sendiri bernama Zubair.

Pada Zaman Kerajaan Wa Kaa Kaa atau nama aslinya Mussarafatul Izzati Al fakhriy yang terjadi pada Abad XIII yang pusat Kerajaannya di bukit dekat lubang ghaib tersebut. Pusat lubang ghaib itu berada di wilayah pusat Kerajaan Wa Ka kaa (sekarang Keraton Buton)  disucikan dan dipeliharan dengan baik yang kemudian dijadiakan tempat sakral untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk ghaib atas kehendak Allah SWT. Ketika berselang masuknya ajaran Islam di pulau Buton pada Abad XV yang dibawah oleh Shaikh Abdul Wahid, maka pemerintahan sistem Kerajaan sudah berubah menjadi pemerintahan sistem Kesultanan dengan sultan pertama Buton bernama Murhum.

Maka ketika itu dibangunlah Mesjid Keraton Buton yang mana pusat lubang ghaib tersebut diletakkan di tengah-tengah dalam ruang mihrab Imam Mesjid Keraton Buton tempat Imam mesjid memimpin shalat. Sang Imam mesjid Keratonpun pada zamannya ketika memimpin shalat lima waktu bisa secara ghaib melihat kejadian di Masjidil Haram Mekkah seolah-olah dia sedang berada memimpin shalat disana, sehingga menambah makin khusu'nya sang Imam tersebut dalam memimpin shalat berjamaah di Mesjid Keraton Buton Bukan itu saja, Sultan Buton dan para Sara pemerintahan Sultan Buton apabila ada keperluan dalam kepemerintahannya serta mau melihat keadaan perkembangan bangsa-bangsa di dunia atau apa saja, maka dapat mengunjungi lubang ghaib tersebut yang selanjutnya di lubang ghaib tersebut akan muncul keajaiban atas kehendak Allah SWT guna mengatasi segala permasalahan yang ada.

Sejak akhir tahun 1970-an, lubang ghaib yang terdapat di mihrab Imam Mesjid Keraton itu telah ditutup rapat dengan semen.  Hal ini dilakukan oleh para tokoh adat Keraton mengingat masyarakat umum sudah banyak yang menyalahgunakan lubang ghaib ini yang dikuatirkan bisa menduakan Tuhan YME atau murtad. Selain itu juga sebelum ditutupnya lubang ghaib tersebut terjadi kejadian histeris seorang mahasiswa yang berkunjung ke lubang ghaib ini karena disini dia melihat kedua orang tuanya yang sudah meninggal yang disayanginya.

Dalam mihrab Imam mesjid Keraton tersebut dibagian atas dari letak lubang ghaib tersebut terdapat dua gundukan mirip buah dada perempuan gadis. Kedua gundukan tersebut ketika Imam mesjid Keraton Buton melakukan sujud sholat, maka ketika sujud dia memegang kedua gundukan mirip buah dada perempuan itu, sedang lubang ghaib berada dibagian bawa pusarnya atau berada disekitar arah kelamin sang Imam tersebut.

Lain halnya lubang ghaib yang terdapat di pulau Wangi-Wangi di bagian timur pulau Buton, tepatnya di desa Liya Togo letaknya 30 meter dibelakang mesjid Keraton Liya. Pada zamannya lubang ghaib ini juga dipelihara oleh Raja atau Sara Liya mengingat banyaknya keajaiban yang dapat dilihat dilubang ghaib tersebut.


*** Lubang Ghaib ***

Lubang Ghaib
Lubang ghaib yang tembus ke Ka'bah Mekkah yang terdapat di Liya Togo ini sengaja tidak diletakkan di dalam mesjid Keraton Liya sebagaimana yang terdapat di mihrab mesjid Keraton Buton sebab tidak boleh dilakukan sama. Sultan Buton apabila mengunjungi Keraton Liya setelah melakukan shalat di mesjid Keraton Liya, selanjutnya sang Sultan langsung mengunjungi lubang ghaib tersebut lalu memohon kepada Allah SWT untuk dapat melihat seluruh keadaan dan kejadian pemerintahannya sehingga dia dapat melihat secara ghaib untuk menjadi kewaspadaan Sultan.

Kedua lubang ghaib tersebut saat ini secara spritual sudah tidak terpelihara lagi sehingga kini tinggal kenangan saja. Hanya dengan penegakan kembali sistem peradaban hakiki Islam dan penegakan Sara Agama pada masing-masing wilayah barulah mungkin rahasia lubang ghaib itu bisa berfungsi kembali atas izin Allah SWT.  

Diperkirakan lubang ghaib serupa ini juga terdapat satu buah di Serambih Aceh Sumatera Utara pintu masuk pertamanya Islam di Indonesia. Sehingga di Indonesia terdapat 3 buah lubang ghaib yang dibentuk oleh alam atas kehendak sang Khalik.

Berdasarkan petunjuk spritual di dunia ini terdapat 5 buah lubang ghaib tembus ke Ka'bah Baitullah Mekkah, 2 di antaranya terdapat di dataran Cina dan dataran Eropah Barat. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguak kisah ini secara ilmiah oleh para ilmuwan dunia sehingga dapat ditarik manfaatnya untuk perbaikan kualitas hidup dan kehidupan manusia dalam penegakan Iman dan Keyakinan kepada Allah SWT serta pembenaran perkembangan kemajuan peradaban manusia di muka bumi ini.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Kisah Lengkap Pemuda Ashabul Kahfi: Keagungan Allah, Kehebatan Ali, Kecerdasan Tamlikha .::

Dalam surat Al-Kahfi, Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan nabi Musa as dan nabi Khaidir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam Al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya.


Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim. Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian.

Dengan izin Allah SAW mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT (Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-‘Adzim; jilid:3 ; hal.67-71).

Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya. Penulis kitab Fadha’ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari kitab Qishashul Anbiya. Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi:

إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

“(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo’a: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)” (QS Al-Kahfi: 10)

***

Dikala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: “Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi. 

“Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan,” sahut Khalifah Umar.

Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?” Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. 
Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu
Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin!
Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya!
Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau!
Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok!
Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik?
Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara?
Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik?
Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?”

Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: “Bagi Umar, jika ia menjawab ‘tidak tahu’ atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan! 

Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: “Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil! 

Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: “Kalian tunggu sebentar!”

Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: “Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam! 

Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: “Mengapa?”

Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah SAW Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: “Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!

Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: “Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah SAW sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!

Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!

Ya baik!” jawab mereka.
Sekarang tanyakanlah satu demi satu,” kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya: “Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?
“Induk kunci itu,” jawab Ali bin Abi Thalib, “ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!
Para pendeta Yahudi bertanya lagi: “Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?
Ali bin Abi Thalib menjawab: “Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah! 

Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: “Orang itu benar juga!” Mereka bertanya lebih lanjut: “Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!

Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta,” jawab Ali bin Abi Thalib. “Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!”

Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: “Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!

Ali bin Abi Thalib menjawab: “Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: “Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!

Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: “Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!

Ali bin Abi Thalib menjawab: “Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular).”

Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: “Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!

Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda.”

Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan,” sahut Imam Ali.

Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?” Tanya pendeta tadi.

Ali bin Ali Thalib menjawab: “Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu.

Pendeta Yahudi itu menyahut: “Aku sudah banyak mendengar tentang Qur’an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!


Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: “Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah SAW kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki).

Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana.”

Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!

Ali bin Abi Thalib menerangkan: “Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi.

Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala.”

Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat? 

“Hai saudara Yahudi,” kata Imam Ali menerangkan, “mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam.

Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja.

Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri.”

Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: “Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!

Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah SAW menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.

Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni.

Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.

Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.

Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai “tuhan” dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah SWT.

Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah SWT.

Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala.

Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan –seorang cerdas yang bernama Tamlikha– memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: “Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan.

Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: “Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?”

“Teman-teman,” sahut Tamlikha, “hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.”

Teman-temannya mengejar: “Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?”
“Sudah lama aku memikirkan soal langit,” ujar Tamlikha menjelaskan.”

Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah?

Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu?

Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?’ Kemudian kupikirkan juga bumi ini: ‘Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala?

Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?’ Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: ‘Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius’…”

Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: “Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!”

“Saudara-saudara,” jawab Tamlikha, “baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!” 

“Kami setuju dengan pendapatmu,” sahut teman-temannya.

Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.

Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: “Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar.

Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.

Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: “Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu? 

“Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,” sahut penggembala itu. “Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!” 

“Ah…, susahnya orang ini,” jawab mereka. “Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?”

 “Ya,” jawab penggembala itu.

Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: “Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian.”

Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya.”

Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: “Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?

“Hai saudara Yahudi,” kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, “kekasihku Muhammad Rasul Allah SAW. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir.

Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.

Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: “Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah SWT” Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi.

Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua.”

Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: “Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?! 

Imam Ali menjelaskan: “Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!

Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua.

Kemudian Allah SWT memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah SWT mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah SWT lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.

Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.

Kepada para pengikutnya ia berkata: “Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!

Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: “Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu.

Dalam gua tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.

***

Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah SWT mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: “Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!

Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah SWT membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: “Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi. 

Tamlikha kemudian berkata: “Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini! 

Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: “Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah.

Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: “Kusangka aku ini masih tidur!” Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: “Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?

Aphesus” sahut penjual roti itu.
Siapakah nama raja kalian?” tanya Tamlikha lagi. “Abdurrahman,” jawab penjual roti.
Kalau yang kau katakan itu benar,” kata Tamlikha, “urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!

Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.

Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!

Imam Ali menerangkan: “Kekasihku Muhammad Rasulullah SAW menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!

Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: “Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!”

“Aku tidak menemukan harta karun,” sangkal Tamlikha. “Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!”

Penjual roti itu marah. Lalu berkata: “Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?”

Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: “Bagaimana cerita tentang orang ini?”

“Dia menemukan harta karun,” jawab orang-orang yang membawanya.

Kepada Tamlikha, raja berkata: “Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat.

Tamlikha menjawab: “Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!
Raja bertanya sambil keheran-heranan: “Engkau penduduk kota ini?
Ya. Benar,” sahut Tamlikha.
Adakah orang yang kau kenal?” tanya raja lagi.
Ya, ada,” jawab Tamlikha.
Coba sebutkan siapa namanya,” perintah raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: “Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?”
Ya, tuanku,” jawab Tamlikha. “Utuslah seorang menyertai aku!

Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: “Inilah rumahku! 

Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis dibawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: “Kalian ada perlu apa? 

Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: “Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!” 
Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: “Siapa namamu?
Aku Tamlikha anak Filistin!
Orang tua itu lalu berkata: “Coba ulangi lagi!
Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: “Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka.

Kemudian diteruskannya dengan suara haru: “Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali! 

Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: “Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?”

Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.

“Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua,” demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.

Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!

Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: “Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!

Tamlikha menukas: “Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?
Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,” jawab mereka.

“Tidak!” sangkal Tamlikha. “Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!

Teman-teman Tamlikha menyahut: “Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?
Lantas apa yang kalian inginkan?” Tamlikha balik bertanya.
Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,” jawab mereka.

Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: “Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!


Allah SWT mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah SWT melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua.

Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah SWT Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah SWT kepada mereka.

Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu.”

Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu.”

Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah SWT berfirman:
“Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahwa janji Allah adalah benar, dan bahwa Saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbalahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, “Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka.” Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, “Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid.”

Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: “Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian? 

Pendeta Yahudi itu menjawab: “Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!

Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha ‘ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasulullah SAW.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS