RSS
Container Icon

::. United Arab Emirat Dan Kebenaran Sabda Nabi Muhammad SAW .::

Kehidupan ini adalah nyata. Lebih nyata dari pendapat siapa pun tentang kenyataan. Ia terus bergerak, mengalir, dan berubah. Hari ini, seseorang miskin bertelanjang kaki. Esok hari, tiba-tiba ia menjadi miliyuner yang membangun gedung pencakar langit yang tinggi. Nabi Muhammad  pernah bersabda menggambarkan situasi kehidupan akhir zaman.

“Dan bila engkau menyaksikan mereka yang berjalan tanpa alas kaki, tidak berpakaian, fakir, dan penggembala kambing, (kemudian) berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi.”

Sabda beliau ini nyata! Lebih nyata dari pendapat siapapun tentang kenyataan.

Kali ini kita bercerita tentang Dubai, sebuah emirat (propinsi) di negara Uni Emirat Arab yang menjadi bukti dari sekian banyak kebenaran sabda Nabi.



*** 
Sabda Nabi Muhammad 

Suatu hari, bumi menjadi saksi pertemuan dua makhluk agung dan mulia. Malaikat yang terbaik berjumpa dengan manusia termulia. Malaikat Jibril datang menjumpai Nabi kita Muhammad . Jibril datang dengan wujud manusia. Ia datang dengan penampilan indah. Mengenakan baju yang teramat putih ditimpali warna rambut yang hitam kelam. Ia datang berdialog dengan Nabi Muhammad untuk memberikan pengajaran kepada para sahabat. Jibril bertanya tentang Islam, iman, dan ihsan. Kemudian ia bertanya tentang tanda kiamat. Di antara jawaban Nabi adalah,

وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ.
“Dan bila engkau menyaksikan mereka yang berjalan tanpa alas kaki, tidak berpakaian, fakir, dan penggembala kambing, (kemudian) berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi.” (HR. Muslim).

Inilah di antara tanda-tanda hari kiamat. Tanda hari kiamat ada yang sifatnya baik. Ada pula yang buruk. Ada pula hanya sekedar kabar atau tanda yang aslinya tidak bersifat baik ataupun buruk. Hanya sekadar tanda dan kabar agar manusia sadar bahwa kiamat pasti terjadi. Contohnya seperti berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi ini. 

Dalam hadits lain, yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ada keterangan tambahan. Ibnu Abbas bertanya kepada Nabi Muhammad :

يَا رَسُـولَ اللهِ، وَمَنْ أَصْحَابُ الشَّاءِ وَالْحُفَاةُ الْجِيَـاعُ الْعَالَةُ قَالَ: اَلْعَرَبُ.
“Wahai Rasulullah, dan siapakah para pengembala, orang yang tidak memakai sandal, dalam keadaan lapar dan yang miskin itu?” Beliau menjawab, “Orang Arab.” (Musnad Ahmad, IV/332-334, no. 2926).

***
Emirat Dubai

Dubai adalah salah satu emirat di wilayah Uni Emirat Arab (UAE). UAE sendiri merupakan sebuah negara federasi yang terdiri dari tujuh emirat yang kaya akan minyak bumi. Tujuh emirat ini adalah: Abu Dhabi, Ajman, Dubai, Fujairah, Ras al-Khaimah, Sharjah, dan Umm al-Qaiwain. Pada tahun 1971, enam dari emirat ini – Abu Dhabi, Ajman, Fujairah, Sharjah, Dubai, dan Umm al-Qaiwain – bergabung untuk mendirikan Uni Emirat Arab. Setahun berikutnya, Ras al-Khaimah menyertai mereka. Dubai adalah ke-emiran yang paling populer.

Ada yang mengatakan, nama kota ini berasal dari bahasa Persia. Karena dulu wilayah ini berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Sasaniyah Persia. Ada pula yang mengatakan kata Dubai berasal dari bahasa Arab dabba (Arab: دَبَّ – يَدُبُّ) yang artinya menjalar atau mengalir. Karena di Dubai terdapat aliran sebuah sungai air garam yang sekarang dikenal dengan Khor Dubai atau Dubai Creek.

Dubai terletak di sepanjang pantai Teluk Arab dipimpin oleh keluarga al-Maktoum sejak 1883. Pemimpinnya saat ini adalah Mohammed bin Rashid al-Maktoum yang juga menjabat sebagai Perdana Menteri dan Wakil Presiden UEA.

***
Dubai Sebelum Metropolis

Dalam wawancara dengan BBC, Syaikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum menunjukkan rumah kakeknya, tempat bermain di masa kecilnya. Ia mengatakan, “Inilah tempat ayahku, ibuku, dan kami tinggal. Saat aku lahir tidak ada listrik di sini. Hanya bagian itu dan itu (ia menunjuk dua titik tempat lampu menyala di rumah besar itu) dan tidak ada air”.

Pernyataan singkat ini, menggambarkan bagaimana keadaan Dubai sebelum bertransofmasi menjadi kota metropolis. Rumah keluarga al-Maktoum, keluarga Emir Dubai, adalah rumah yang gelap dan kesulitan air. Apalagi rumah rakyat biasa.

Meskipun minyak sudah ditemukan sejak tahun 1966, tahun 1973, hanya ada satu hotel berkelas di sana, Hotel Sheraton. Kalau sekarang malah sangat sulit menemukan hotel yang tidak berbintang lima di Dubai, bahkan ada hotel berbintang tujuh di sana.

Simaklah gambar berikut untuk mengetahui kondisi Dubai sebelum menjadi kota metropolis:

Sebuah pasar di pusat Kota Dubai pada tahun 1970

Caravan onta di Dubai. Berlangsung antara tahun 1960an - 1970an.


Dubai pada tahun 1960an-1970an

***
Dubai Metropolis

Islam adalah agama yang tidak menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Inovasi dalam hal dunia dibuka selebar-lebarnya selama tidak melanggar syariat. Di zaman dahulu umat Islam terkenal dengan kemajuan arsitekturnya. Oleh karena itu, tanda hari kiamat berupa berlomba-lombanya manusia dalam meninggikan bangunan tidak dikategorikan sebagai permasalahan yang nilai dasarnya jelek. Bahkan bisa jadi pembangunan ini bermanfaat dan maslahat.

Sekarang di Dubai, semuanya serba besar, luas, dan tinggi. Megah, mewah, sampai membuat mulut ternganga. Dubai adalah kota dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Gurun yang kosong telah berubah menjadi gedung-gedung pencakar langit. Onta-onta telah berubah menjadi Ferrari, Mercedes, Hummer, dll. Di antara bangunan tinggi di Dubai adalah:

Pertama: Burj Dubai atau yang dikenal Burj Khalifa, Merupakan bangunan tertinggi di dunia. Tingginya 818 m, kurang 182 m lagi jadi 1 Km. di dalamnya ada 30.000 rumah dan 9 hotel mewah.


Kedua: 10 Hotel tertinggi di dunia, 7 di antaranya ada di Dubai. Lima hotel tertinggi; JW Marriott Marquis Dubai (355 m), Rose Rayhaan (333 m), Burj Al Arab (321 m) hotel termewah di dunia, Jumeirah Emirates Towers Hotel (309 m), The Address Downtown Dubai (306 m), semuanya ada di Dubai.

Ketiga: Shopping Mall terbesar di dunia adalah Dubai Mall dengan luas 50 kali luas lapangan sepak bola dan terdapat 1.200 toko. Di dalamnya ada akuarium terbesar di dunia yang isinya 33.000 hewan laut.




Keempat: al-Maktoum International Airport atau Dubai International Airport merupakan bandara terluas ke-3 di dunia.



Kelima: Dubailand. Sekarang Walt Disney World Resort di Orlando memegang rekor taman bermain terluas di dunia. Kalau pembangunan Dubailand rampung, maka taman yang luasnya dua kali lipat Walt Disney ini akan memegang rekor baru.



Masih banyak lagi gedung-gedung tinggi dan bangunan-bangunan yang ‘wah’ di Dubai. Ada menara kembar Emirates Tower yang bentuknya seperti dua batang cokelat Toblerone. Hotel bawah laut di kedalam 33 m. Gedung 68 lantai, yang tiap lantainya bisa berputar 360°. Belum lagi pulau buatannya seperti The World terdapat 300 pulau buatan membentuk peta dunia. Kemudian juga Palm Island yang terdapat 2000 vila dan 40 hotel mewah. 

Belum lagi kendaraan super mewah. Anda masih berpikir orang Arab identik mengendarai onta? Ubah segera perspektif lama itu. Di Dubai, mobil mewah berlapis perak dan emas pun ada. Sampai-sampai polisi Dubai layak disebut World’s Fastest Police karena kendaraan mereka McLaren MP4-12C, Lamborghini, Aston Martin, Bentley, dan Ferrari.

Mereka yang dulu miskin, telanjang kaki, tak berbaju itu telah membuktikan kebenaran sabda Nabi Muhammad .

***
Pelajaran

Penulis tidak menginginkan pembaca hanya terpaku dan terhenti dalam khayalan, membayangkan kemegahan Duai. Bukan itu pesan yang ingin disampaikan.

Cobalah renungkan Sabda Nabi . Bernarlah apa yang beliau kabarkan. Hal itu pula menunjukkan mukjizat beliau. Beliau mengabarkan tentang sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang. Orang yang hidup di masa tersebut akan menyaksikannya.

Beliau mengabarkan tentang orang-orang miskin berlomba-lomba meninggikan bangunan. Hal itu telah terjadi. Dan kita telah menjadi saksinya. Beliau mengabarkan tentang turunnya Nabi Isa, keluarnya Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj, hal ini pun pasti terjadi. Orang yang hidup di zamannya akan menjadi saksinya.

Dan beliau mengabarkan tentang kenikmatan surga dan kengerian neraka, orang yang percaya sebelum mereka menyaksikannya, merekalah orang yang beruntung dan berbahagia. Orang yang baru percaya ketika menyaksikannya, mereka benar-benar dalam penyesalan dan duka cita yang mendalam.

“Saat ini, dunia itu nyata dan neraka hanyalah cerita. Akan tetapi ketika di akhirat, Neraka adalah nyata dan dunia hanyalah cerita.”


Sumber dari : http://kisahmuslim.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Nasehat Ayah Yang Bijak Kepada Anak Yang Tidak Mematuhi Perintahnya .::

Sore itu hujan deras mengguyur, disebuah pinggiran jakarta, terlihat seorang bapak setengah baya dengan tergopoh2 mendorong motornya yg tiba2 mogok di jalan. Sekujur tubuhnya basah kuyup dan sedikit terlihat menggigil menahan dinginnya hempasan angin di sertai hujan yang menusuk seluruh sendi tulangnya bak jarum kecil.

Ilustrasi
Alkisah pria tersebut pun menepi disebuah halte yg sepi, ia memilih untuk tidak terlalu memaksakan fisiknya yang mulai melemah. Dipinggiran halte ia parkir sepeda motor bebeknya itu, ia pun duduk sambil mengibas-ibaskan pakaiannya dengan maksud agar baju yang ia pakai tidak terlalu basah kuyup. Belum lama ia duduk dihalte tsb tiba-tiba ada sepasang anak muda lelaki dan perempuan berjilbab putih yang ikut menepi di halte itu, sepertinya mereka anak2 SMU, tapi anehnya sore itu adalah hari sabtu, seharusnya anak2 sekolah sudah pulang sejak siang tadi.

Karena pemandangan tsb sudah lumrah di kota besar (jakarta) maka si bapak tidak terlalu mempedulikan mereka berdua hingga si bapak tersebut mendengar suara perempuan yang ia rasa tidak asing di telinganya, maka ia pun berbalik menjadi penasaran, kedua remaja tsb duduk tanpa melepaskan helm mereka sehingga wajah mereka pun tampak samar.

Bapak tersebut berinisiatif untuk mendekati mereka berdua dan alangkah terkejutnya si bapak begitu pula perempuan muda tsb, tapi entah karena alasan apa bapak itu cuma bilang “maaf dhe klo boleh tau bengkel motor terdekat dari sini dimana ya??” maka si pemuda SMU tsb memberi tau detail lokasi dan alternatif tempat lain yang dirasa akan membantu permasalahan bapak tsb. Sedangkan sang perempuan muda hanya tertunduk malu, entah karena apa sepertinya hanya mereka berdua yg tau (bapak dan perempuan muda).

Singkat cerita si bapak pun pergi berlalu mencari bengkel yang ia cari, setelah ia selesai menservis motornya ia pun memacu motornya untuk segera pulang karena senja semakin menguning, begitu sampai di rumah sang bapak disambut manis oleh istrinya yang sudah lama menunggu dengan cemas .

“Bapak kok tumben pulangnya sore??, ibu khawatir loh pak?!”

“Iya bu…tadi motor tiba-tiba mogok, mana hujan deras lagi. Tapi untung cuma masalah busi”

“Oia bu..putriana mana??”

“Iya nih pak ibu juga cemas, tadi pagi sih pamitannya sehabis sekolah mau langsung ke tempat temennya utk belajar katanya ada kegiatan apa gitu, ibu lupa…”

“Oh….ya sudah mudah-mudahan anak kita baik-baik aja, mungkin karena hujan jadi dia agak terlambat”

“Iya pak ibu juga berharap begitu

Belum sempat si bapak beranjak ke kamar mandi, terdengar suara ketukan pintu.

“Assalamu’alaikum??”
“Wa’alaikum salam”

Si ibu mau membuka pintu langsung dicegah sama si bapak,” biar bapak bu yang buka..”

“Pak jangan di marahi ya anak kita, kasihan…”

“Ibu tenang saja bapak gak bakal marah2 kok”

Pintu pun dibuka oleh si bapak dan sesosok perempuan muda yang ia jumpai dihalte tadi terlihat tertunduk lesu tanpa berani mengangkat sedikit pun mimik wajahnya.

“Ana ayo masuk nak nanti kamu masuk angin…” tegur sang bapak kepada perempuan muda tsb yang tidak lain tidak bukan adalah putrinya sendiri. ”ayo masuk nak kamu kenapa sih kok mukanya pucet sakit ya?” sambung ibunya.

“Ya sudah biar putriana aja dulu bu yg mandi, air hangat untuk bapak biar dipake dulu, bapak mau bersih-bersih motor dulu”si bapak pun keluar rumah menuju motor kesayangannya.

“Ayo putri.. kamu kenapa sih nak??” tanya si ibu
“Enggak kok bu…cuma kedinginan”
“ya sudah mandi dulu sana pake air hangat, ibu mau ngerebus air buat bapak kamu”
“Iya bu…”

Singkat cerita malam itu suasana rumah menjadi agak canggung dimata putriana, ia merasa sangat malu dengan kejadian tadi sore di halte, dimana sang ayah mengetahui bahwa anaknya jalan sama cowok, padahal hal tsb dilarang oleh ayahnya, namun ia masih tak habis pikir kenapa ayahnya tidak langsung memarahinya saat dihalte malahan pura-pura tidak kenal anaknya sendiri. hal ini bener-benar membuat putriana gelisah, sangat-sangat gelisah.

Ketika putriana keluar dari kamar ia jumpai ibunya sedang menina bobo adeknya yg masih berusia 4 tahun di depan TV yang merangkap sebagai ruang tamu, karena sang ibu ikut tertidur maka putriana pun sangat hati-hati saat mencoba membuka pintu depan, setelah membuka pintu depan rumahnya ia dapati sang ayah sedang duduk-duduk sendirian diteras rumah.

Sang ayah terlihat murung dan sedih semakin dekat putriana melangkah semakin jelas bahwa sang ayah sedang menangis, airmatanya mengalir membentuk garis-garis seperti anak sungai yang dilihat dari ketinggian, air mata sang ayah berkilat-kilat terkena pantulan cahaya lampu teras.

Putriana pun duduk didepan ayahnya sambil tertunduk malu, ia tidak berani membuka perbincangan karena ia sadar bahwa segala alibi yang ia ucap pasti malah menambah kesalahannya di mata sang ayah.

“Bapak sedih…. Bapak kecewa pada diri bapak sendiri, ternyata selama ini bapak terlalu percaya diri dengan cara bapak mendidik kamu bapak terlalu sombong di hadapan Allah subhaanahu wa ta’ala sehingga bapak memandang sebelah mata do’a untuk kebaikan anak yang seharusnya bapak panjatkan setiap pagi dan sore. Maafkan bapakmu nak atas sikap bapak tadi sore yang berpura-pura tidak mengenalimu.

Bapak sangat malu menjumpai anak kesayangan bapak sendiri dalam keadaan seperti itu, berdua-duaan dengan lelaki sementara bapak sudah tanamkan sebelumnya ke anak bapak bahwa perbuatan itu diharamkan dalam Agama, tetapi ketika bapak menemui kenyataanny sore tadi, bapak mulai sadar ternyata apapun yg bapak ajarkan keanak tidak ada gunanya, tidak diambil maknanya sehingga bapak semakin sadar bahwa bapak memang orang bodoh tidak pernah sekolah seperti kamu, bapak hanya orang dusun yg mencoba mengadu nasib dijakarta dengan harapan bisa menyekolahkan anak agar nasibnya jauh lebih baik dibandingkan bapaknya.

Bapak akui memang bapak bodoh nak. sebenarnya bapak cuma menjalani tanggung jawab saja sebagai orang tua yang wajib mendidik anak-anaknya namun bila mana anak punya pilihan hidup sendiri bapak hanya bisa berdo’a agar anak tidak salah melangkah “

Putriana pun langsung bersimpuh dan berlutut dihadapan sang ayah, ia pegang telapak tangan ayahnya dan ia cium serta ia benamkan kepalanya di pangkuan sang ayah sambil menangis sejadi-jadinya’

“Maafin putriana ayah, maafin kesalahan putri, maafin kelancangan putri yang sudah berani melanggar pesan bapak…..!”

“Sudahlah jangan buat ibumu terbangun dan tahu masalah ini karena nanti hanya menambah kesedihannya saja.. sudah.. sudah bapak sudah maafin kamu sejak kamu pulang tadi, bapak minta kamu lebih bijak lagi ya menanggapi nasehat orang tua, semua demi kebaikanmu sendiri bukan untuk kepentingan orang tuamu”

Putriana benar-benar seperti baru terbangun dari tidur panjang, ia seakan baru sembuh dari pengaruh bius setan yang melenyapkan kesadarannya, ia begitu malu pada dirinya sendiri karena telah berani lancang terhadap sang ayah yang sedemikian bijak membimbingnya, membesarkannya dengan penuh kasih sayang dan berbagai pengorbanan lainnya yang tak ternilai demi kebaikan dirinya.

Semenjak hari itu putriana berubah total, ia memilih menghindar dari pergaulan teman-temannya yang selama ini selalu mengajak untuk berhura-hura, pacaran etc, kini ia lebih banyak menghabiskan waktunya diperpustakaan sekolah, meski hal tersebut mendapat banyak reaksi negative dari teman2nya namun ia jalani dengan sabar dan memberi penjelasan kepada mereka secara bijak.


Kini ia tahu bahwa kebahagiaan yang selama ini di cari oleh banyak orang ternyata salah satunya ada pada perbuatan berbakti kepada kedua orang tua.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Cinta Yang Terlambat ... .::

DUKK.. DUKK.. DUKK..

Waktu itu, aku begitu cuek melihat sebuah konser musik yang megah itu. Panggung besar yang ada di depanku telah diramaikan dengan empat orang yang siap untuk menghibur semua penonton. Waktu itu, banyak lampu sorot menerangi panggung dari bagian atas. Suara dram mulai menggema sebagai permulaan performa itu. Bahkan saat orang itu mulai berbicara, akupun tetap tidak peka.


"Oke, makasih banyak buat semuanya yang sudah datang. Saya berhutang banyak pada kalian semua yang berkenan meluangkan waktunya untuk menonton saya." kata sang vokalis di atas panggung. "Lagu ini adalah lagu medley. Dan saya akan menyanyikannya untuk orang yang sangat spesial. Semoga kalian bisa menikmatinya."

Sang vokalis pun telah berjoget-joget dengan santainya di atas panggung mengikuti irama dram. Disusul dengan lagu yang ia nyanyikan. Panggung itu sudah seperti rumahnya sendiri.

"Sampai waktunya datang.. Aku datang menjemputmu..." senandungnya di atas panggung dengan suara yang apik. Dipadukan dengan suara alto dari temannya. "Sampai waktunya Datang.. Aku yang berlari untukmu!"

Hening menyelimuti suasana setelah sang vokalis menyelesaikan dua kalimat apik itu. Ia menundukkan kepalanya sambil memegang stand mic yang ada di hadapannya. Kemudian dengan perlahan-lahan melepaskan mikrofon dari tempatnya dan segera berbalik badan. Membuat suasana menjadi sangat histeris begitu ia membalikkan badan bersamaan dengan mulainya musik. "Hey Little Baby.. Hey Little Baby.. Hey Little Baby..."

Waktu itu, aku diam mendengarkannya bernyanyi di tengah penonton yang beramai-ramai mengangkat tangan mereka dan melompat-lompat mengikuti irama musik yang dihasilkan band yang ada di atas panggung. Suara musik yang indah itu begitu memekakkan telinga. Yang kurasakan dalam hatiku saat itu adalah betapa bangganya melihat sahabatku bisa bernyanyi di atas panggung semegah itu. Seperti yang diimpikannya sejak dulu.

Betapa terkejutnya aku ketika merasa ditarik oleh seseorang di tengah lagu. Ya, waktu itu sang vokalis menarik tanganku dengan posesif hingga jejak tangannya membekas merah di tanganku. Tanpa peduli mata-mata penonton alias fans yang menatap kami dengan pandangan tanda tanya, kami berjalan menyusuri melewati penonton hingga sampai di panggung.

Kau tau? Semua yang dilakukannya di atas panggung itu sungguh manis. Perempuan mana yang tak leleh menghadapi seorang pemuda yang mengajaknya ke atas panggung, merangkul tubuhnya, bahkan bernyanyi sambil menghadap ke arahnya, seolah-olah lagu itu untuknya.

"Ini semua, betapa besar cintaku padamu.. Tak bisa lagi aku menjelaskan
Yang aku tahu, yang aku tahu, Aku tergila-gila kepadamu.."

Ia mengeluarkan senyum mautnya saat menyanyikan satu bait lagu itu. Tatapan matanya kepada setajam mata elang. Bagaimana aku tidak senang? Orang-orang di bawah sana mengidam-idamkan sebuah kesempatan untuk diperlakukan seperti itu dengan sahabatku. Bahkan diakhiri dengan sebuah kalimat yang ia lontarkan sambil berlutut dengan satu kaki di depanku. Di akhir lagu.

"Would you be mine?"

Ah! Lagi-lagi bayangan itu menerjang hatiku. Ternyata tidak mudah untuk melupakan seseorang yang telah pergi meninggalkan kita. Andai saja waktu itu aku menerimanya, mungkin sekarang aku tidak menyesal. Sampai kapan aku harus hidup dengan rasa bersalah ini?

"Mungkin memang ku cinta
Mungkin memang ku sesali
Pernah tak hiraukan rasamu
Dulu.."

"Amy..."

Aku menoleh ke belakang ketika aku mendengar suara berat di belakangku. "Alvin?"
"Apa yang kau lakukan disini?" tanyaku lagi sambil berdiri menghadap ke arahnya.

"Cakka adalah sahabatku. Tidak baik kalau aku tidak sering-sering menjenguknya, kan?" kata Alvin. Kemudian, ia berjongkok di hadapan makam yang sejak tadi kutatap. Ia mengelus batu nisan yang tertancap di tanah, kemudian menoleh ke arahku. "Aku juga ingin meminta maaf kepadamu. Soal hubungan kita dulu."

"Aku tau kamu mencintai dia, Vin. Aku tak bisa menyalahkanmu, kan?" kataku sambil tersenyum. Akupun ikut berjongkok di sebelahnya sambil menatap makam itu. "Lagipula, berkat kau, aku bisa menyadari ternyata aku mencintai sahabatku sendiri. Sayang sekali aku terlambat."

Alvin diam. Kurasa dia merasa bersalah karena pernah meninggalkanku untuk perempuan lain semasa sahabatku, Cakka, masih hidup. Namun, andai saja dulu aku tak berpasangan dengan Alvin, aku tak akan merasakan bagaimana sakitnya ditinggalkan Alvin, Cakka juga tidak akan memaksaku untuk datang ke konsernya, aku tidak akan menolak Cakka dan aku tidak akan merasakan penyesalan ini. Mungkin kisah kami bertiga adalah sebuah siklus kehidupan untuk menjadi anak yang lebih baik.

Cinta memang buta. Mungkin aku terlalu menyayangi Alvin yang begitu tampan, kaya dan juga baik hati kepadaku, hingga aku mengabaikan Cakka yang sejak dulu mati-matian menarik perhatianku. Ah, bukan itu saja. Cakka sudah berusaha untuk mengingatkanku bahwa Alvin bukan yang terbaik untukku, namun aku selalu marah kepadanya. Bodoh sekali.

"Kudengar, Cakka nekat pergi ke rumahmu untuk meminta maaf setelah kamu menolak dan memarahinya?" tanya Alvin sambil menatap ke arah makam itu kembali. "Nekat sekali kau, bro... Padahal, waktu itu sedang badai."

Aku mengangguk pelan. Hatiku pedih sekali jika mengingat-ingat kejadian itu. "Sayang sekali hujan dan petir harus mengakhiri hidupnya. Mengerikan sekali kecelakaan itu."

"Kau menyesal?"

"Andai aku masih diberi kesempatan untuk hidup bersamanya, aku pasti akan menarik penolakanku waktu itu. Aku ingin membuatnya bahagia."

Alvin menyinggungkan senyumnya mendengar ucapanku. Ia menolehkan kepalanya kepadaku. "Setelah kau mengaku padanya bahwa kau juga menyayanginya di sini, dia pasti akan bahagia, My."

"Aku hanya ingkari Kata hatiku saja... Tapi mengapa cinta datang terlambat.."


Sumber Dari : http://komunitasceritapenulis.blogspot.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Ibu... Ijinkan Aku Menciummu .::

Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi dan sore. Setiap hari, aku ‘dipaksa’ membantunya memasak di pagi buta sebelum ayah dan adik-adikku bangun.


Bahkan sepulang sekolah, ia tak mengizinkanku bermain sebelum semua pekerjaan rumah dibereskan. Sehabis makan, aku pun harus mencucinya sendiri juga piring bekas masak dan makan yang lain. Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya hingga setiap kali mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut.

Kini, setelah dewasa aku mengerti kenapa dulu engkau melakukan itu semua. Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku, ibu dari anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa kecilku dulu. Terima kasih ibu, karena engkau aku menjadi istri yang baik dari suamiku dan ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku.

Saat pertama kali aku masuk sekolah di Taman Kanak-Kanak, ia yang mengantarku hingga masuk ke dalam kelas. Dengan sabar pula ia menunggu. Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di seberang sana. Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah, dengan rasa kantuk yang menderanya, atau terik, atau hujan. Juga rasa jenuh dan bosannya menunggu. Yang penting aku senang ia menungguiku sampai bel berbunyi.

Kini, setelah aku besar, aku malah sering meninggalkannya, bermain bersama teman-teman, bepergian. Tak pernah aku menungguinya ketika ia sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah. Saat aku menjadi orang dewasa, aku meninggalkannya karena tuntutan rumah tangga. 

Di usiaku yang menanjak remaja, aku sering merasa malu berjalan bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendi. Bahkan seringkali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannya agar orang tak menyangka aku sedang bersamanya.

Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil ibu memang tak pernah memikirkan penampilannya, ia tak pernah membeli pakaian baru, apalagi perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus agar aku terlihat cantik, ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari sisa uang belanja bulanannya.

Padahal juga aku tahu, ia yang dengan penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang mengajariku berjalan. Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di kaki dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.

Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya. Aku yang pintar, cerdas dan berwawasan seringkali menganggap ibu sebagai orang bodoh, tak berwawasan hingga tak mengerti apa-apa. Hingga kemudian komunikasi yang berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.

Kasih Ibu (Ilustrasi)
Usai wisuda sarjana, baru aku mengerti, ibu yang kuanggap bodoh, tak berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu telah melahirkan anak cerdas yang mampu meraih gelar sarjananya. Meski Ibu bukan orang berpendidikan, tapi do’a di setiap sujudnya, pengorbanan dan cintanya jauh melebihi apa yang sudah kuraih. Tanpamu Ibu, aku tak akan pernah menjadi aku yang sekarang.

Pada hari pernikahanku, ia menggandengku menuju pelaminan. Ia tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia baru itu. Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih indah dari keindahan senyum suamiku. Usai akad nikah, ia langsung menciumku saat aku bersimpuh di kakinya. Saat itulah aku menyadari, ia juga yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir ke dunia ini.

Kini setelah aku sibuk dengan urusan rumah tanggaku, aku tak pernah lagi menjenguknya atau menanyai kabarnya. Aku sangat ingin menjadi istri yang shaleh dan taat kepada suamiku hingga tak jarang aku membunuh kerinduanku pada Ibu.

Sungguh, kini setelah aku mempunyai anak, aku baru tahu bahwa segala kiriman uangku setiap bulan untuknya tak lebih berarti dibanding kehadiranku untukmu. Aku akan datang dan menciummu Ibu, meski tak sehangat cinta dan kasihmu kepadaku.

"Ya Allah ampunilah aku dan kedua Orangtuaku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi aku sewaktu aku masih anak anak". Amin..

Sumber Dari : http://m.kolom.abatasa.co.id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Setelah Gagal 2 Kali .::

Menikah, siapa yang tak ingin? Apalagi setelah kukenal manhaj salaf. Rasanya tak ada lagi keinginan untuk menunda sunnah mulia itu, meski aku belum selesai kuliah. Makanya, saat ada teman taklim yang menawari nikah dengan seorang ikhwan, aku langsung setuju. Hatiku berbunga.


Satu pekan kemudian ikhwan itu datang untuk melamar. Kuhargai keseriusan sang ikhwan yang mau jauh-jauh keluar kota untuk menemui orang tuaku. Dengan jujur dan apa adanya, ia jelaskan siapa dirinya kepada orang tuaku, tanpa ada ynag ditutup-tutupi. Kedua orangtuaku menghargai sang ikhwan. Namun saat bapak bertanya di mana ia sekolah dulu, bapak menjadi kurang “sreg”. Dengan alasan aku belum selesai kuliah, bapak minta maaf belum mengijinkan aku menikah.

Ya, sang ikhwan memang hanya lulusan sekolah dasar. Meski menurutku tak jadi soal, bagi kedua orangtuaku hal itu menjadi nilai minus sang ikhwan. Padahal dari informasi yang kudapat meski Cuma lulus SD sang ikhwan pandai, wawasannya luas dan tak gagap iptek. Dia juga pintar bahasa arab dan inggris.

Secara ekonomi ia juga pria mapan dan mandiri. Tidak tergantung pada orang tua, membangun usaha dari nol hingga sebesar sekarang. Dan yang terpenting ia juga perhatian pada agama islam, dari situ aku yakin ia bisa membimbingku bila menikah. Qodarullah, takdir bicara lain. Meski sedih, aku menurut kehendak orang tuaku. Aku hanya pasrah pada Allah atas apa yang terjadi.

Semester akhir seorang akhwat (Nisa, sebut saja begitu) menawariku menikah dengan kakaknya. Dengan Bismillah, kusambut kembali tawaran itu. Apalagi kakaknya tersebut yang meminta tolong untuk dicarikan seorang akhwat. Ia seorang sarjana, dengan kriteria yang sedikit rumit menurutku. Tapi wajar saja bukan, jika seorang mencari mencari yang terbaik? Namun, sang ikhwan kurasakan tak serius. Dia seperti menarik ulur, tak segera mengatakan ya atau tidak. Aku mencoba berbaik sangka padanya.

Selang tiga hari, setelah dua pekan, nisa datang membawa pesan, bila kakaknya ingin bertemu kedua orangtuaku. Tapi kedua orangtuaku yang harus datang ke kost di kota tempat aku kuliah, tepatnya di kota ikhwan. Belum selesai keterjutku dengan sikap si ikhwan dengan permintaannya, Nisa menangis.

Dengan emosi dia memelukku, menangis minta maaf atas sikap kakaknya yang menurutnya keterlaluan dan tidak menghormati orang tuaku dan juga diriku. Ia memintaku untuk mundur dan memperdulikan lagi tawaran kakaknya. Ia juga sangat marah dengan sang kakak dan meresa malu. Alhamdulillah aku berhasil menenangkannya dan memastikan aku baik-baik saja. Ia mendoakanku mendapat ganti yang lebih baik dan selalu mendukungku. Hingga saat ini kami masih saling berhubungan dan menjadi sahabat karib. Bahkan ia menjadi seperti saudaraku sendiri.

Sepekan kemudian, Nisa meneleponku. Katanya, ia punya info seorang ikhwan. Nisa bilang insyaallah jauh lebih baik dari kakaknya yang mengecewakanku. Aku hanya tertawa dan mengucapkan terimakasih. Ia bilang akan datang esok hari dengan biodata ikhwan. Sebelum Nisa menutup teleponnya, aku juga bilang padanya bahwa aku mendapatkan tawaran dari ikhwan lain. Nisa bilang tak apa, bisa untuk pilihan dan bahan pertimbanganku.

Sesuai janji Nisa datang ke tempat kosku. Sebelum menyerahkan biodata yang dibawanya Nisa bilang bahwa ia ingin mencarikan jodoh untukku. Sebab menurutnya ia masih bersalah padaku atas ulah kakaknya dan ingin menebusnya. Padahal, jujur aku tak lagi mempersalahkan hal itu.

“ikhwannya insyaallah bagus agamanya, dia baik, sarjana, dan jadi guru di pondok sala… Soal fisik, insyaallah nggak mengecewakan, dia jago karate lho. Dia lagi skripsi sambil jadi guru di pondok. Prestasinya banyak … bla… bla…” 

Kudengarkan penjelasan Nisa sambil senyum. Ah,.. Nisa, dia benar-benar lagi promosi dan begitu serius mencarikan jodoh untukku. Padahal ia tak seharusnya repot-repot mencarikan jodoh hingga seperti itu, informasinya komplit sedetail-detailnya. Sungguh kuakui, Nisa benar-benar sayang padaku, walhamdulillah.

Kubaca biodata ikhwan yang disodorkan Nisa, Subhanallah! Setelah kubaca, ikhwan itu ternyata sama dengan ikhwan yang biodatanya dibeikan seorang isteri ustadz tempat aku taklim. Sungguh, aku begitu takjub. Dua biodata satu orang yang sama!!! Subhanallah, mungkinkah ini jodohku? Dan kulihat matanya bersinar diiringi air mata yang mengambang dipelupuk.

Tak sampai sepekan, usai aku memberi jawaban”Ya”, ikhwan dan keluarganya datang kerumahku. Alhamdulillah keluargaku tak keberatan aku menikah, meski aku belum selesai kuliah, dengan syarat aku tetap harus menyelesaikan kuliah.

Dua pekan kemudian aku benar-benar menikah dengan pesta sederhana walau sebenarnya kedua orang tua kami ingin pesta digelar meriah. Maklum, kami sama-sama anak pertama. Sayang dihari bahagiaku Nisa tak hadir karena tempat yang jauh dan dia sakit. Namun ia mengucapkan selamat untukku lewat telepon. Kini aku telah memiliki seorang putri, Aisyah namanya. Aku hidup tenang dan bahagia bersama belahan jiwaku. Dan semua itu kudapat setelah dua kali kegagalan. Allah memberi yang terbaik untukku setelah aku lama menunggu. (Ummu Fatimah Daud)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Kekasih Masa lalu .::


Saat kecil, semasa SD, aku paling tak suka bila digodain temen-temen sekelas, dijodohkan dengan Ar. Biasanya aku langsung pergi dan menangis. Bila melihatnya di kejauhan, aku akan segera menghindar, menghentikan permainan lompat karet dan segera mengasingkan diri di kelas. Bersembunyi dengan melipat wajahku di meja dalam-dalam.

Kelas V SD aku pindah sekolah mengikuti bapak yang pensiun ke desa. Kutinggalkan teman-teman di kota, juga Ar. Sedih pastinya, tapi aku juga lega, tak lagi digodain mereka.

Waktu berlalu, tanpa sengaja aku bertemu lagi dengan Ar di sebuah pesta Nasional Kepanduan. Kala itu aku mewakili kabupaten yang berbeda. Tanpa disangka, saat itu aku bertemu Ana sahabat SD dulu. Ia yang memberitahu, Ar ikut di pesta kepanduan itu. Entah mengapa aku begitu gugup mendengar nama Ar disebut. Hingga aku bertemu dengannya karena suatu tugas upacara.

Sejak itu, kontak dengan Ana tersambung. Kami sering berkirim surat. Bahkan hingga kuliah selesai. Sementara kabar Ar aku tak pernah tahu. Hanya sekali selepas lulus SMU dulu, aku dengar kabar Ar mau mendaftar sekolah program ikatan dinas. Kabar selanjutnya aku tak tahu lagi. Hari-hari selanjutnya aku sibuk dengan kuliahku di fakultas kedokteran. Sebenarnya, aku Cuma modal bismillah dan nekat. Bagaimana tak nekat? Sebenarnya aku khawatir dengan biayanya yang selangit, tapi bapak dan ibuku mendukungku.

“Nanti, insya Allah ada jalan. Yang penting kamu sungguh-sungguh kuliah. Tak semua orang bisa diterima di perguruan tinggi negeri. Kamu sudah punya kesempatan. Gunakan itu.”

Meski awalnya bimbang, akhirnya aku pergi juga ke rantau untuk kuliah. Diantar Bapak aku menapakkan kaki pertama kali di kota asing. Hari itu, kami sibuk mencari kos. Rata-rata dengan biaya menengah ke atas. Meski Bapak bilang tak masalah, aku yang justru tak tega. Sudah hampir 10 tempat kos kami datangi, rata-rata menolak karena penuh atau harga yang kelewat tinggi.

Menjelang Ashar belum juga ada tanda keberuntungan. Bapak memutuskan menunggu Ashar di masjid sambil istirahat. Qadarullah, kami paling akhir keluar masjid, bersama seorang ibu. Melihat bawaan kami lumayan banyak, ia langsung menebak.

“Baru datang ya? Sudah dapat kos?”
“Belum, Bu…
Sedang mencari.”
“Kalau mau, tinggal sama ibu mertua saya saja. Ia sendirian. Kebetulan saya sedang menengoknya dari luar kota,”

Seperti mendapat durian runtuh, kami bersyukur dalam hati. Aku tak dimintai biaya sepeser pun, hanya diminta merawat rumah dan menemani empunya rumah. Beliau juga sangat sayang padaku.

Tak terasa, delapan semester berlalu, lengkap dengan suka dukaku menjalani kuliah dan kehidupan di rantau. Beruntung aku tak pernah terlibat pergaulan buruk atau terbawa arus gaya hidup sebagian teman-teman kuliah yang kebanyakan datang dan keluarga berada. Tapi aku tetap berkawan baik dengan mereka. Mereka punya prinsip, aku juga punya prinsip. Aku tak mau mengecewakan orangtua yang telah membiayaiku.

Dan Allah memberikan aku hidayah mengenal manhaj salaf semenjak aku masuk semester IV. Di antara kebahagian itu, kami selalu saling menjaga dan menasihati satu sama lain, bahkan seperti saudara. Jadi aku tak merasa sendiri di rantau. Punya ibu kos yang baik, juga teman-teman yang insya Allah tenjaga pergaulannya.

Libur semester kali ini aku tak pulang. Sibuk dengan praktik, juga kerja magang di sebuah RS. Sore itu aku pulang ke tempat kos seperti biasa. Rumah tampak ramai, ada mobil di depan rumah. Kupikir terjadi sesuatu pada ibu kos, ternyata anak beliau pulang dengan beberapa temannya, aku lega.

Empunya rumah bilang, teman anaknya sedang mencari jodoh.
“Barangkali dapat jodoh di sini. Katanya mau dikenalkan teman-teman SMU Sony (anak empunya rumah), barangkali cocok.” Aku tersenyum mengangguk.

Tak kusangka, paginya beliau malah menemuiku dengan berita yang mengejutkan.
“Nok, (Nak. Orang Jawa umumnya menggunakan panggilan ini untuk anak perempuan). kata Sony, temannya mau kenalan sama kamu. Kemarin ia lihat waktu kamu pulang lewat pintu samping. Malah ia kira kamu adik Sony. Syukur, Si Nok mau serius.”

“Ya, terima kasih mbah (aku biasa memanggil ibu kost dengan panggilan mbah)”.
“Lho, kok cuma terima kasih. Kenalannya mau nggak?” 
“Nanti saya piker-pikir dulu, Mbah”
“Jangan nanti-nanti, soalnya mereka pulang besok sore. Kantornya sudah masuk lusa.”

Malamnya, Mbah mengantar selembar kertas ke kamar. Beliau tahu aku “tak menemui pria”. Ternyata, kertas itu berisi biodata teman anak ibu kos. Sekilas kubaca. Namun kertas biodata di tanganku benar-benar menarik perhatianku. Hingga memaksaku mencermatinya kembali. Kubaca ulang. Masya Allah, nama itu begitu kukenal. Dan alamatnya? Tak salah, ini pasti Ar. Entah mengapa jantungku berdebar kencang dan berbunga-bunga. Inikah jodoh? Di manapun aku ada selalu saja tanpa sengaja aku bertemu dengannya.

Pada akhirnya, aku memang menikah dengan Mas Ar,” kekasih” masa lalu yang sering dijodohkan teman-teman SD ku dulu. Aku menikah tiga bulan kemudian, meski belum wisuda. Alhamdulillah, aku akhirnya bisa menyelesaikan kuliahku seperti harapan bapak dan ibu.

Kini telah kami miliki empat buah hati di tengah kesibukan dinasku dan Mas Ar. Semoga pernikahan kami penuh dengan sakinah, mawadah warahmah. (***) Aminnnn....!!!


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS