RSS
Container Icon

::. Kisah Nyata : Hachiko Yang Penurut .::

Hachiko

Kisah Hachiko adalah sebuah legenda yang saat kita membaca atau menonton film tentang kisah kesetiaan anjing dari Jepang ini dapat dipastikan kita terharu mengetahui kisah Hachiko ini. Berikut cerita atau kisah yang sangat-sangat mengharukan tersebut :

Seorang Profesor setengah tua tinggal sendirian di Kota Shibuya. Namanya Profesor Hidesamuro Ueno. Dia hanya ditemani seekor anjing kesayangannya, Hachiko. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya itu sehingga kemanapun pergi Hachiko selalu mengantar. Profesor itu setiap hari berangkat mengajar di universitas selalu menggunakan kereta api. Hachiko pun setiap hari setia menemani Profesor sampai stasiun. Di stasiun Shibuya ini Hachiko dengan setia menunggui tuannya pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang profesor kembali.. Dan ketika Profesor Ueno kembali dari mengajar dengan kereta api, dia selalu mendapati Hachiko sudah menunggu dengan setia di stasiun. Begitu setiap hari yang dilakukan Hachiko tanpa pernah bosan.

Musim dingin di Jepang tahun ini begitu parah. Semua tertutup salju. Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat perapian yang hangat.

Pagi itu, seperti biasa sang Profesor berangkat mengajar ke kampus. Dia seorang profesor yang sangat setia pada profesinya. Udara yang sangat dingin tidak membuatnya malas untuk menempuh jarak yang jauh menuju kampus tempat ia mengajar. Usia yang semakin senja dan tubuh yang semakin rapuh juga tidak membuat dia beralasan untuk tetap tinggal di rumah. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju yang tebal dimana-mana tidak menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat kerja. Dengan jaket tebal dan payung yang terbuka, Profesor Ueno berangkat ke stasun Shibuya bersama Hachiko.

Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan Profesor untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari universitas.

Kereta api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai terompet panjang seakan sedikit menghangatkan stasiun yang penuh dengan orang-orang yang sudah menunggu itu. Seorang awak kereta yang sudah hafal dengan Profesor Ueno segera berteriak akrab ketika kereta berhenti. Ya, hampir semua pegawai stasiun maupun pegawai kereta kenal dengan Profesor Ueno dan anjingnya yang setia itu, Hachiko. Karena memang sudah bertahun-tahun dia menjadi pelanggan setia kendaraan berbahan bakar batu bara itu.

Setelah mengelus dengan kasih sayang kepada anjingnya layaknya dua orang sahabat karib, Profesor naik ke gerbong yang biasa ia tumpangi. Hachiko memandangi dari tepian balkon ke arah menghilangnya profesor dalam kereta, seakan dia ingin mengucapkan,” saya akan menunggu tuan kembali.”

” Anjing manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah pergi sebelum tuan kamu ini pulang!” teriak pegawai kereta setengah berkelakar.

Seakan mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak keras,”guukh!”
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda kereta segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit panjang itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.

Di kampus, Profesor Ueno selain jadwal mengajar, dia juga ada tugas menyelesaikan penelitian di laboratorium. Karena itu begitu selesai mengajar di kelas, dia segera siap-siap memasuki lab untuk penelitianya. Udara yang sangat dingin di luar menerpa Profesor yang kebetulah lewat koridor kampus.

Tiba-tiba ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang staf pengajar yang lain yang melihat Profesor Ueno limbung segera memapahnya ke klinik kampus. Berawal dari hal yang sederhana itu, tiba-tiba kampus jadi heboh karena Profesor Ueno pingsan. Dokter yang memeriksanya menyatakan Profesor Ueno menderita penyakit jantung, dan siang itu kambuh. Mereka berusaha menolong dan menyadarkan kembali Profesor. Namun tampaknya usaha mereka sia-sia. Profesor Ueno meninggal dunia.

Segera kerabat Profesor dihubungi. Mereka datang ke kampus dan memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan kembali ke rumah Profesor di Shibuya.

Menjelang malam udara semakin dingin di stasiun Shibuya. Tapi Hachiko tetap bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan gelisah. Seharusnya Profesor Ueno sudah kembali, pikirnya. Sambil mondar-mandir di sekitar balkon Hachiko mencoba mengusir kegelisahannya. Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dengan kesetiaan anjing itu. Ada yang mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap saja tidak bisa menghilangkan kegelisahannya.

Malam pun datang. Stasiun semakin sepi. Hachiko masih menunggu di situ. Untuk menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan salah satu ruang tunggu. Sambil sesekali melompat menuju balkon setiap kali ada kereta datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang yang datang. Tapi selalu saja ia harus kecewa, karena Profesor Ueno tidak pernah datang. Bahkan hingga esoknya, dua hari kemudian, dan berhari-hari berikutnya dia tidak pernah datang. Namun Hachiko tetap menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.

Para pegawai stasiun yang kasihan melihat Hachiko dan penasaran kenapa Profesor Ueno tidak pernah kembali mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Akhirnya didapat kabar bahwa Profesor Ueno telah meninggal dunia, bahkan telah dimakamkan oleh kerabatnya.

Mereka pun berusaha memberi tahu Hachiko bahwa tuannya tak akan pernah kembali lagi dan membujuk agar dia tidak perlu menunggu terus. Tetapi anjing itu seakan tidak percaya, atau tidak peduli. Dia tetap menunggu dan menunggu tuannya di stasiun itu, seakan dia yakin bahwa tuannya pasti akan kembali. Semakin hari tubuhnya semakin kurus kering karena jarang makan.

Akhirnya tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia terus menunggu tuannya walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun banyak yang datang ingin melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan sebagian sempat menitikkan air matanya ketika melihat dengan mata kepala sendiri seekor anjing yang sedang meringkuk di dekat pintu masuk menunggu tuannya yang sebenarnya tidak pernah akan kembali. Mereka yang simpati itu ada yang memberi makanan, susu, bahkan selimut agar tidak kedinginan.

Selama 9 tahun lebih, dia muncul di station setiap harinya pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-hari itu adalah saat dirinya tersiksa karena tuannya tidak kunjung tiba. Dan di suatu pagi, seorang petugas kebersihan stasiun tergopoh-gopoh melapor kepada pegawai keamanan. Sejenak kemudian suasana menjadi ramai. Pegawai itu menemukan tubuh seekor anjing yang sudah kaku meringkuk di pojokan ruang tunggu. Anjing itu sudah menjadi mayat. Hachiko sudah mati. Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.

Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke stasiun Shibuya. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu. Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya. Menghormati sebuah arti kesetiaan yang kadang justru langka terjadi pada manusia.


Mereka begitu terkesan dan terharu. Untuk mengenang kesetiaan anjing itu mereka kemudian membuat sebuah patung di dekat stasiun Shibuya. Sampai sekarang taman di sekitar patung itu sering dijadikan tempat untuk membuat janji bertemu. Karena masyarakat di sana berharap ada kesetiaan seperti yang sudah dicontohkan oleh Hachiku saat mereka harus menunggu maupun janji untuk datang. Akhirnya patung Hachiku pun dijadikan symbol kesetiaan. Kesetiaan yang tulus, yang terbawa sampai mati.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

"Kisah Nyata : Ibu Termuda Didunia Berusia 5thn"

Suatu hari di rumah sakit kota Pisco (Peru), datang seorang wanita India yang berasal dari kaki bukit pegunungan Andes. Bersamanya ada seorang gadis kecil pemalu dengan tinggi kira-kira 120cm dengan rambut dikepang dan perut yang membuncit. Dia memohon pada dokter bedah Geraldo Lozada agar membantunya mengusir roh jahat yang menguasai gadis itu. Sang dokter jelas menduganya sebagai penyakit semacam tumor di perutnya, tapi akhirnya terkaget-kaget ketika diketahuinya bahwa gadis kecil yang bernama Lina Medina itu sedang hamil 8 bulan!


Lina Medina

Dr. Lozada lalu membawanya ke Lima, ibukota Peru, untuk memastikan kehamilan Lina pada spesialis lainnya. Satu setengah bulan kemudian, tanggal 14 Mei 1939, Lina melahirkan bayi laki-lakinya melalui operasi caesar. Operasi dilakukan oleh Dr. Lozada dan Dr. Busalleu, beserta seorang dokter anastesi Colretta. Kasus ini dilaporkan oleh Dr. Edmundo Escomel kepada La Presse Medicale, disertai detail tambahan bahwa gadis itu telah mendapatkan haid pada usia 8 bulan, dan payudaranya mulai tumbuh pada usia 4 tahun. Saat usianya 5 tahun panggulnya mulai melebar dan tulangnya mengalami pendewasaan dini.



Anak laki-laki yang dilahirkannya memiliki berat 2,7 kg dan diberi nama Gerardo, mengikuti nama dokternya. Saat tumbuh Gerardo menganggap Lina sebagai kakaknya hingga saat usianya 10 tahun dia baru menyadari bahwa Lina adalah ibu kandungnya. Gerardo diketahui meninggal pada tahun 1979 di usia 40 tahun akibat penyakit pada sumsum tulangnya.

Siapa yang bertanggung jawab atas kehamilan Lina tidak pernah ada bukti yang kuat. Dr. Escomel hanya menulis bahwa Lina "tidak bisa menjelaskannya secara detail". Ayah Lina pernah ditangkap atas tuduhan perkosaan dan incest, tapi kemudian dilepaskan karena memang tidak ada bukti yang menguatkannya. Lina Medina akhirnya menikah dengan Raul Jurado yang kemudian menjadi ayah bagi anak keduanya yang lahir pada tahun 1972. Mereka tinggal di daerah miskin yang disebut Chicago Chico ("Little Chicago") di Lima. Lina pernah menolak untuk diwawancarai Reuters di tahun 2002.

Ada dua foto yang pernah dipublikasikan atas kasus ini. Yang pertama diambil di awal April 1939 saat Media sedang hamil 7,5 bulan. Diambil dari sisi kiri Medina, memperlihatkan dia berdiri telanjang dengan perut buncitnya. Foto ini menjadi sangat berharga untuk membuktikan kehamilannya juga perkembangan psikisnya. Foto ini tidak banyak diketahui kecuali dalam lingkungan medis saja. Foto lainnya dengan hasil yang lebih baik memperlihatkan Gerardo saat berusia 11 bulan, diambil di Lima setahun kemudian.

Kasus ini beberapa kali dibantah sebagai bualan alias hoax. Meski demikian sejumlah dokter selama bertahun-tahun telah memverifikasinya melalui biopsis, sinar-X rangka janin pada rahim, dan foto-foto dokumentasi dari para dokter saat merawatnya. Kedewasaan atau puber yang belum waktunya secara ekstrem seperti ini memang tidak biasa terjadi pada anak usia 5 tahun tapi bukannya tidak pernah terdengar. Kehamilan dan kelahiran dari anak pada usia seperti ini sangat jarang karena pubertas ekstrem yang belum waktunya ini biasanya diobati untuk mencegah kesuburannya dan mengurangi konsekuensi sosial pada perkembangan seksual di masa anak-anak, dan ditambah lagi saat ini pengguguran kandungan telah menjadi hal biasa ketimbang pada awal abad 20 lalu.

Kasus-kasus Kelahiran Luar Biasa Lainnya

Bobbie McCaughey adalah seorang ibu yang memegang rekor untuk kelahiran bayi terbanyak yang hidup pada proses persalinan tunggal. Dia melahirkan anaknya - sekaligus satu paket - 4 laki-laki dan 3 perempuan pada tanggal 19 November 1997 di University Hospital, Iowa, USA. Ibu ini mengandung bayinya melalui proses vitro fertilization dan melahirkan melalui operasi caesar. Bayi-bayinya tersebut dikeluarkan dalam waktu 16 menit dan diberi nama Kenneth, Nathaniel, Brandon, Joel, Kelsey, Natalie, dan Alexis.

Jayne Bleackley hingga saat ini masih memegang rekor interval terpendek antara dua kelahiran dan kehamilan yang berbeda. Wanita ini melahirkan Joseph Robert pada tanggal 3 September 1999 dan kemudian melahirkan kembali bayi berikutnya pada tanggal 30 Maret 2000. Kelahiran mereka hanya berjarak 208 hari (sekitar 7 bulan). Rajin amat yaaa...

Sebaliknya, Elizabeth Ann Buttle adalah seorang ibu pemegang rekor interval terlama antara dua kelahiran dan kehamilan yang berbeda. Ibu satu ini melahirkan Belinda pada tanggal 19 Mei 1956 dan 41 tahun 185 hari kemudian lahirlah adiknya, Joseph, pada tanggal 20 November 1997 saat usia ibunya menginjak 60 tahun.

Jumlah anak tertinggi yang pernah dicatat dipegang oleh seorang ibu asal Rusia dengan 69 anak. Antara tahun 1725 dan 1765 wanita ini mengalami 27 kehamilan, 16 diantaranya melahirkan pasangan kembar, 7 lagi menghasilkan kembar tiga, dan 4 sisanya merupakan kembar empat. Dari sekian banyak anak ini 67 diantaranya bertahan hidup.

Di masa sekarang rekor dunia jumlah anak dipegang oleh Leontina Albina dari San Antonio, Chili. Leontina mengklaim dirinya adalah ibu dari 64 anak, yang 55 diantaranya terdokumentasi. Tahun 1999 namanya masuk di Guinness Book of World Records tetapi pada edisi beikutnya namanya menghilang.


Sumber Dari : http://erda-sary.blogspot.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. 7 Tahun Hilang, Ini Kisah Haru Bocah Tsunami .::

Gadis kecil ini kembali pulang setelah 7 tahun lalu ditelan tsunami.


VIVAnews – Tanggal 26 Desember 2011, hanya selisih sehari setelah perayaan Natal 25 Desember, warga Aceh memperingati tragedi memilukan tujuh tahun silam, ketika gempa bumi 9,3 Skala Ritcher dan gelombang tsunami setinggi 9 meter menghantam tanah mereka tanpa ampun.

Tsunami dahsyat itu menyebabkan korban jatuh bergelimpangan. Sebagian di antara mereka terseret ombak dan tak pernah ditemukan lagi hingga saat ini. Tujuh tahun telah berlalu dan Aceh telah bangkit dari dukanya. Tapi siapa sangka, ternyata tsunami Aceh masih menyisakan kisah mengharu-biru, sekaligus bukti atas keajaiban Tuhan.

Keajaiban Tuhan itu terlihat pada seorang bocah asal Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh, yang tujuh tahun lalu ikut terserang tsunami dan menghilang bersama ombak. Bocah itu bernama Meri Yulanda alias Wati.

Wati masih berumur 7 tahun ketika tsunami menerjang desanya, 26 Desember 2004 silam. Ibu Wati, Yusnidar, panik saat gelombang tsunami melanda desa mereka. Di tengah kepanikan hebat yang melandanya, Yusnidar berhasil merangkul ketiga anaknya, termasuk Wati.

Bersama-sama, mereka segera menyelamatkan diri ke daerah yang lebih tinggi. Tapi entah bagaimana, Wati terlepas. Yusnidar pun pasrah menerima kenyataan bahwa sang anak hilang terbawa arus tsunami. Ini adalah cerita tentang Wati yang dimuat pertama kali di laman The Telegraph.

Namun Rabu, 21 Desember kemarin, Wati yang kini sudah menginjak remaja berusia 14 tahun, muncul kembali di kampung halamannya, tepat tujuh tahun setelah menghilang tanpa ada kabar sedikit pun. Seorang kenalan keluarga membawa Wati yang kini berkulit lebih gelap, ke rumah kakek Wati, Ibrahim.

Sang Kakek kemudian membawa Wati ke rumah kedua orang tuanya, Yusnidar dan Yusuf, di Meulaboh. Pertemuan antara orang tua dan anak ini berlangsung penuh haru. Setelah bertahun-tahun mereka berpisah, siapa sangka nasib mempersatukan ketiganya kembali. Yusnidar dan Yusuf mengenali Wati dari tahi lalat dan luka kecil di sikunya.

Sebelumnya, Wati ditemukan sedang duduk termenung di sebuah warung kopi. Saat ditanya oleh penduduk setempat, dia mengaku baru saja tiba dari Banda Aceh dan sedang berusaha untuk pulang kampung. Tapi Wati tak tahu bagaimana caranya. Yang dia ingat hanya nama Ibrahim, sang kakeknya.

Dipaksa Mengemis

Pasca tsunami, Wati yang tersesat ternyata dipingit oleh seorang janda di Banda Aceh, dan dipaksa menjadi pengemis. Wati mengaku, selama dijadikan pengemis di Banda Aceh, ia sering disiksa oleh ibu asuhnya. Wati pun pulang ke Ujong Baroh dalam kondisi pinggang terkilir dan rambut gundul.

Kakek Wati, Ibrahim Nur (60 tahun) menyatakan, Wati mengalami penyiksaan dari ibu asuhnya. Dia dipaksa mengemis di jalan-jalan protokol di Banda Aceh. Menurut Ibrahim, Wati bahkan dipaksa mengemis hingga larut malam.

“Kalau tidak mendapat uang, dipukul,” kata Ibrahim kepada VIVAnews, Jumat 23 Desember 2011. Ia lalu mengenang, saat tsunami terjadi, Wati masih berusia 7 tahun. Ia bersama kakaknya, Yulisa (saat itu berusia 13 tahun) diselamatkan oleh ayah mereka, dan ditempatkan di atas sebuah rumah toko.

“Ayah mereka meninggalkan keduanya untuk menyelamatkan salah seorang tetangga yang hanyut dibawa gelombang. Tapi saat ayah mereka kembali, Wati dan Yulisa telah hilang,” ujar Ibrahim. Kisah Ibrahim ini agak berbeda dengan versi yang dimuat oleh The Telegraph. Tapi intinya, Wati hilang bersama tsunami.

Ibrahim melanjutkan, baru minggu ini ia tahu Wati ternyata selamat dari gelombang tsunami, dan sempat terkatung-katung berhari-hari di Kota Meulaboh. Di Terminal Meulaboh, tutur Ibrahim, Wati bertemu seorang wanita yang membujuknya untuk ikut ke Banda Aceh.

Ibrahim menyatakan, pihak keluarga sudah mencari Wati dan Yulisa hampir ke seluruh wilayah Aceh Barat dan Banda Aceh pada masa tanggap darurat. Upaya pencarian itu, kata Ibrahim, tak membuahkan hasil sehingga kedua kaka-adik itu diyakini hilang.

Meri akhirnya kembali pulang ke pangkuan keluarganya, karena menurut Ibrahim, janda yang mengasuhnya tak sanggup lagi mengurus Wati. Sang janda rupanya merasa merugi karena Wati kerap pulang tanpa membawa uang hasil mengemis.

Ibrahim menuturkan, Wati mengaku tak tahan lagi disiksa dan dipaksa mengemis. Ibu asuhnya lantas mengantar Wati ke Terminal Batoh Banda Aceh, sambil memberikan alamat kedua orang tuanya. Si ibu asuh rupanya mengenal orang tua kandung Wati, karena kakek Wati, Ibrahim, termasuk tokoh ternama di kampungnya.

Sesampai di Terminal Meulaboh, papar Ibrahim, Wati kemudian berjalan kaki tanpa tahu tujuan pasti. Seorang tukang becak kemudian membantunya mencari alamat orang tuanya, sambil mengantar Wati kembali ke rumah, pada Rabu 21 Desember 2011 lalu.

“Wati diantar ke rumah kepala desa, dan setelah diberitahu identitas orang tua Wati, saya dipanggil untuk menjemputnya,” jelas Ibrahim.

Ibu kandung Wati, Yusnidar, yakin seratus persen bahwa Wati adalah anaknya. Keyakinannya itu berdasarkan tanda lahir Wati berupa bercak hitam di pinggul, leher, serta tahi lalat di pelipis kanan. “Yusnidar kan ibunya, tentu punya pandangan sendiri. Kalau saya masih perlu mencari tahu lagi,” kata Ibrahim.

Kini, untuk memperingati kembalinya Wati, sekaligus untuk memperingati tujuh tahun tsunami, pihak keluarga akan menggelar syukuran selama dua hari berturut-turut, dimulai sejak Minggu 25 Desember 2011 ini. Pihak keluarga berdoa, semoga kembalinya Wati membuat kakak Wati, Yulisa, turut kembali.

Polisi saat ini sedang mengembangkan kasus Wati untuk melacak keberadaan ibu asuhnya yang telah menyiksa dan memaksa Wati menjadi pengemis selama tujuh tahun terakhir. Polisi telah meminta keterangan Ibrahim dan kedua orang tua kandung Wati. (sj)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Junko Furuta : Gadis Jepang Yang Disiksa Selama 44 Hari Sebelum Akhirnya Dibunuh .::

Di November 1988, cowok A (18 tahun), cowok B (jo kamisaku umur 17, kamisaku adalah nama keluarga yang dia ambil setelah keluar dari penjara), cowok C (umur 16),dan cowok D (umur 17) dari Tokyo menculik dan menyekap furuta, siswi kelas 2 smu dari saitama selama 44 hari. Mereka menjadikan dia tahanan di rumah yang dimiliki orang tua cowok C.

Untuk menghindari pengejaran polisi, cowok A memaksa furuta untuk menelepon orangtuanya dan menyuruhnya mengatakan kalau dia kabur dari rumah, dengan temanya, dan tidak berada dalam bahaya. Bahkan cowok A membuat furuta berpose sebagai pacar dari salah satu cowok – cowok itu ketika orangtua C, pemilik ruma sedang ada dirumah tersebut. Kalau mereka sudah yakin orang tua C tidak akan telepon polisi, mereka pun menyudahi sandiwara tersebut. Furuta mencoba kabur berkali–kali, memohon pada orang tua C untuk menyelamatkan dia, tapi mereka ga ngelakuin apa2 meskipun mereka tau kalau selama ini furuta disiksa, karena mereka takut kalau cowok A akan menyiksa mereka. Cowok A saat itu adalah pemimpin yakuza kelas rendah dan telah mengancam siapapun yang ikut campur akan dibunuh.

Menurut kesaksian para cowok itu di persidangan, mereka berempat memperkosa furuta, memukulinya, memasukan macam2 ke dalam vaginanya termasuk tongkat besi, membuatnya minum urinya sendiri dan makan kecoak, memasukan petasan ke dalam anusnya dan meledakanya, memaksa furuta untuk masturbasi, memotong pentilnya dengan tang, menjatuhkan barbell ke perutnya, dan membakarnya dengan rokok dan korek api (salah satu dari pembakaran itu adalah hukuman karena dia berusaha menelepon polisi). Pada sebuah titik luka furuta sangat parah hingga menurut salah satu cowok itu, furuta membutuhkan waktu satu jam lebih untuk merangkak turun tangga untuk menggunakan kamar mandi. Mereka bahkan mengatakan kemungkunan kalau 100 orang tau kalau mereka menahan furuta di rumah tersebut, tapi hal ini ga jelas artinya apa 100 orang itu hanya tau atau mereka ikut memperkosa dan menyiksa juga saat berkunjung ke rumah tersebut. Cowok-cowok itu menolak membiarkan furuta pergi, walau furuta seringkali memohon pada mereka untuh membunuhnya saja dan menyudahi penderitaan tersebut.

Pada January 4, 1989, dengan menggunakan alasan kekalahan salah seorang cowok itu main mahyong, keempat cowok itu memukuli furuta dengan barbell besi, menuang cairan korek api ke kakinya, tanganya, perutnya, dan mukanya, dan lalu membakarnya. Dia meninggal tak lama kemudian hari itu karena shock. Keempat cowok itu menyatakan kalau mereka ga menyadari betapa parah luka yang dialami furuta, dan mereka percaya kalau furuta hanya berpura-pura mati.

Para membunuh itu menyembunyikan mayatnya di drum 55 galon dan memenuhinya dengan semen. Mereka membuang drum tersebut di kota Tokyo.


***

Penahanan dan hukuman 

Para cowok itu ditangkap dan disidangkan sebagai orang dewasa, tapi karena jepang menangani kejahatan yag dilakukan oleh yang masih dibawah umur, identitas mereka disembunyikan oleh persidangan. Tapi bagaimanapun juga, seminggu kemudian, majalah mingguan bernama shukan bunshun menerbitkan nama mereka, dengan menyatakan “hak asasi tidak dibutuhkan oleh penjahat biadab.” Mereka juga menerbitkan Nama asli furuta dan detail tentang kehidupan pribadinya dan menerbitkanya dengan sangat napsu di media. Kamisaku dituntut sebagai pemimpin para cowok itu, (entah benar atau tidaknya) menurut persidangan.

Keempat cowok itu diberi keringanan dengan dinyatakanya bersalah dalam tuntutan “membuat luka fisik yang menyebabkan kematian”, dibandingkan tuntutan pembunuhan. Orang tua cowok A menjual rumah mereka dengan harga maksimum 50 juta yen atau 5 miliar rupiah dan membayarnya sebagai kompensasi untuk keluarga furuta. (menurut gue sih 5000 triliun juga ga sebanding dengan penderitaan furuta).

Untuk partisipasinya di kejahatan ini, kamisaku harus menjalani 8 tahun di penjara anak-anak sebelum dia dibebaskan di bulan agustus 1999. di bulan juli 2004, kamisaku ditangkap karena mencelakai seorang kenalan, yang dia pikir membuat pacarnya menjauhi dia, dan dengan bangga membanggakan tentang keluarganya sebelum mencelakai kenalannya itu. Kamisaku dihukum 7 tahun dengan tuntutan memukuli. (memukuli 7 tahun penjara, menyiksa furuta ampe mati dipenjara 8 tahun? mati aje loooooooooooooo)

Orangtua junko furuta terkejut dengan kalimat yang diterima dari pembunuh anak perempuanya, dan bergabung dengan grup masyarakat melawan orangtua cowok C yang rumahnya dijadikan tempat menyekap. Ketika beberapa masalah ditimbulkan dari bukti (semen dan rambut yang didapat dari tubuh itu tidak cocok dengan para cowok-cowok yang ditangkap), pengacara yang menangani lembaga masyarakat memutuskan untuk tidak membantu mereka lagi karena merasa ga ada bukti berati ga ada kasus atau dakwaan. (** SENSOR ** ini pengacara, apa disogok ya!). Ada spekulasi bahwa bukti yang mereka dapat itu didapat dari orang tidak teridentifikasi yang memperkosa atau ikut mukulin furuta.

Satu dari yang paling menggangu dari kisah nyata ini adalah bahwa para pembunuh furuta sekarang bebas. Setelah membuat junko furuta melalui berbagai penderitaan, mereka adalah cowok bebas sekarang.

Semua hal menakutkan setengah mati ini dilakukan pada junko furuta dan dikumpulkan melalui sidang di jepang dan blogs dari 1989. mereka menunjukan kalau sakit yang dialami junko furuta harus dialami bertubi2 sebelum akhirnya dia meninggal. Semua ini terjadi denganya sewaktu dia masih hidup, memang sangat mengganggu tapi inilah kenyataanya.



Semua yang terjadi:
Hari 1: 22 November 1988: Penculikan
Dikurung sebagai tahanan dirumah, dan dipaksa berpose sebagai pacar salah satu cowok
Diperkosa(lebih dari 400 kali totalnya)
Dipaksa telepon orangtuanya dan mengatakan kalau dia kabur dan situasi aman
Kelaparan dan kekurangan gizi
Diberi makan kecoak dan minum kencing
Dipaksa masturbasi
Dipaksa striptease didepan banyak orang
Dibakar dengan korek api
Memasukan macam2 (dari yang kecil sampe yang sebesar yang kamu ga bisa bayangkan) ke vagina dan anusnya

Hari 11: 1 Desember 1988: Menderita luka pukulan keras yang tak terhitung berapa kali
Muka terluka karena jatuh dari tempat tinggi ke permukaan keras
Tangan diikat ke langit langit dan badanya digunakan sebagai (itu loh yang isinya pasir buat tinju) sarana untuk ditinju
Hidungnya dipenuhi sangat banyak darah sehingga dia Cuma bisa bernafas lewat mulut
Barbell dijatuhin ke perutnya
Muntah darah ketika minum air(lambungnya ga bisa menerima air itu)
Mencoba kabur dan dihukum dengan sundutan rokok di tangan
Cairan seperti bensin dituang ke telapak kaki, dan betis hingga paha lalu dibakar
Botol dipaksa masuk ke anusnya, sampe masuk, menyebabkan luka.

Hari 20: 10 desember 1989: Tidak bisa jalan dengan baik karena luka bakar dikaki
Dipukuli dengan tongkat bamboo
Petasan dimasukin ke anus, lalu disulut
Tangan di penyet (dipukul supaya gepeng) dengan sesuatu yang berat dan kukunya pecah
Dipukulin dengan tongkat dan bola golf
Memasukan roko ke dalam vagina (atau mungkin maksudnya dijadiin asbak, dimatiin di vagina dan abunya dibuang ke dalam)
Dipukulin dengan tongkat besi
Saat itu musim dingin bersalju (dingin pasti minus) disuruh tidur di balkon
Tusuk sate dimasukin ke dalam vagina dan anus menyebabkan pendarahan

Hari 30: Cairan lilin panas diteteskan ke mukanya
Lapisan mata dibakar korek api
Dadanya ditusuk2 jarum
Pentil kiri dihancurkan dan dipotong stang
Bola lampu panas dimasukin vagina
Luka berat di vagina karena dimasukin gunting
Ga bisa pipis dengan normal
Luka sangat parah hingga membutuhkan sejam untuk merangkak turun tangga saja untuk menggunakan kamar mandi
Gendang telinga rusak parah
Ukuran otak menciut sangat sangat banyak

Hari 40: Memohon sama para penyiksa untuk membunuhnya saja dan menyelesaikannya

1 january 1989: Junko tahun baruan sendirian
tubuhnya dimutilasi
ga bisa bangun dari lantai

Hari ke 44: Para cowok itu menyiksa badannya yang termutilasi dengan barbell besi, dengan menggunakan alasan kalah main mahyong. Furuta mengalami pendarahan di hidung dan mulut. Mereka menyiram mukanya dan matanya dengan cairan lilin yang dibakar.

Lalu cairan korek api dituang ke kaki tangan muka, perut dan dibakar. Penyiksaan akhir ini berlangsung sekitar 2 jam nonstop.

Junko furuta meninggal hari itu dalam rasa nyeri sakit dan sendirian. Ga ada yang bisa ngalahin 44 hari penderitaan yang uda dia alamin.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Kisah Seorang Guru Jadi Pelacur Demi Anak Didiknya .::

Tinggal di desa kecil di propinsi Gan Shu. Awalnya dia bukan pelacur. Setiap penduduk di desa tersebut tidak mengerti kenapa seorang gadis secantik Xia yang mempunyai paras tubuh yang indah dan rupa yang menawan tidak melakukan seperti gadis-gadis lainnya.

 Karena Xia menolak akan hal ini, ayah nya Xia selalu menghukum dia. Suatu hari Xia mendengar bahwa sebuah sekolah di desa membutuhkan jasa seorang guru Xia langsung dengan sukarela menjadi seorang guru dengan tanpa imbalan.

Pas hari pertama Xia masuk ke sekolah menjadi seorang guru, setiap murid kaget dan terpukau akan kecantikan guru baru mereka Sejak saat itu Kelas selalu menjadi penuh dengan canda tawa setiap murid. Kelas mereka lebih layak untuk di sebut sebagai tempat penampungan daripada bangku bangku sekolah yang normal. Dalam kondisi kelas yang sekarat ini, Xia mengajarkan beribu ribu kata kata chinese dan pengetahuan laennya kepada murid murid nya Suatu hari badai besar menghancurkan kelas mereka semua murid tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Lalu kepala sekolah datang ke kota untuk merundingkan hal tersebut dengan walikota yang mengurus budget bagian pendidikan agar memberikan sumbangan uang utk membetulkan sekolah mereka akan kepala sekolah kembali dengan tangan kosong.

Kepala sekolah mengatakan kepada Xia bahwa walikota akan memberikan uang kalo hanya Xia yang datang kepada dia dan meminta uang kepadanya secara personal, Xia yang tidak pernah keluar dari desa dan meninggalkan rumah nya dan tidak pernah bertemu dengan walikota sebelumnya, telah memutuskan untuk berangkat dari rumah untuk mengunjungi sang walikota. Sebelumnya Xia kwatir kalo kunjungan dia akan mengacaukan suasana, akan tetapi dia tetep memutuskan pergi demi murid murid nya.

Xia berjalan lebih dari 10 kilo untuk ke kantor sang walikota setelah sampai, Xia duduk di depan kantor yang bagus di ruangan sang walikota. Setiba nya di kantor, sang walikota menyambut kedatangan Xia dengan sepasang mata pemburu yang haus akan Xia dan mununjukan tangannya ke sebuah ruangan dan mengatakan “Uang kamu ada di kamar tersebut… kalau kamu mau, kamu ikuti aku” Xia melihat sebuah ruangan dengan ranjang yang besar, ranjang tersebut lah yang telah merenggut keperawanan Xia, Sang walikota telah memperkosa Xia. Darah segar dari keperawannan nya telah meninggalkan bekas dan jejak di sprei darah merah tersebut menjadi lebih merah daripada warna bendera national China. Xia tidak menangis sedikit pun yang ada di pikiran nya adalah berpuluh puluh mata murid murid nya yang akan kecewa kalo tidak ada kelas buat mereka belajar.


Setelah itu Xia bergegas balik ke rumah yang gelap dan tidak memberi tahu kepada seorang pun tentang kejadian tersebut. Hari berikutnya, para penduduk membeli kayu dan membetulkan kondisi kelas. Akan tetapi kala ada hujan yang deras, kelas tersebut tetap tidak bisa di gunakan. Xia mengatakan kepada murid muridnya bahwa walikota akan membangun sebuah sekolah yang bagus buat mereka. Dalam kurang lebih 6 bulan, kepala sekolah mengunjungi walikota 10x akan tetapi tetep tidak diberikan dana yang dijanjikan kepada mereka. Hanya walikota lah yang tau apa yang telah terjadi pada Xia akan tetapi tidak bisa berbuat banyak tentang itu.

Pada saat semester baru berganti, banyak murid yang tidak bisa melanjutkan sekolah nya karena biaya dan mereka harus membantu orang tua nya untuk bekerja… Jumlah murid nya berkurang dan bekurang. Xia sangat sedih akan kondisi seperti itu. Ketika Xia mengetahui bahwa harapan murid muridnya telah hilang bagaikan asap. Dia lalu kembali ke kamarnya. Xia membuka bajunya, dan melihat tubuh telanjangnya di depan cermin. Xia bersumpah akan memakai tubuhnya yang indah untuk mewujudkan impian dari murid muridnya untuk bisa kembali sekolah… Xia tau semua gadis dari desa bekerja sebagai pelacur di kota untuk mencari uang dan itu cara yang gampang untuk dia untuk mendapatkan uang. Dia membersihkan dirinya dan mengucapakan selamat tingal kepada kepala sekolah, ayah dan sekolah…

Dia mengikat rambut nya dengan kuncir dua dan berjalan menuju kota. Ketika dia berangkat ke kota, ayahnya tersenyum bangga akan tetapi kepala sekolah menangis sedih akan pilihan yang Xia lakukan….Di dalam glamor kehidupan kota, Xia tidak senang sama sekali dia menderita, dalam benak pikirannya, hanya ada sebuah kelas yang hancur dan keprihatian dan kesedihan dan kekecewaan expressi dari murid muridnya…. Xia masuk ke buat salon, berbaring di ranjang yang kotor dan menderita kerja kotor yang kedua di dunia percabulan… Malam itu di dalam diary nya Xia menulis “Sang walikota tidak bisa di bandingakan dengan tamu pertama nya lebih parah dan lebih kejam akan tetapi paling tidak tamu nya telah membayar dan memberi uang”

Xia mengirimkan semua uang penghasilannya kepada kepala sekolah dengan mengirit irit biaya untuk hidup nya dengan harapan bisa mengirim lebih banyak lagi ke kepala sekolah. Sang kepala sekolah menerima uang tersebut dan mengikuti untuk menggunakan uang utk membangun sekolah… Ketika setiap orang yang menanyakan sumber uang tersebut, sang kepala sekolah hanya menjawab bahwa di dapat dari donasi dari organisasi social. Akan tetapi seiring waktu, penduduk mengetahui bahwa sumber dana dari seorang mantan guru yang bernama Xia. Banyak reporters yang ingin meliputi berita ini akan tetapi di tolak oleh Xia dengan alasan bahwa dia hanya seorang pelacur biasa.Dengan uang tersebut, sekolah telah berubah drastis…Bulan pertama, ada papan tulis baru…Bulan ke dua, ada bangku kayu dan bangku…Bulan ke tiga, setiap murid mempunyai buku masing masing. Bulan ke empat, setiap murid mempunya dasi masing masing. Bulan ke lima, tidak ada seorang murid pun yang datang ke sekolah tanpa alas kaki.

Bulan ke enam, Xia kembali mengunjungi sekolah Xia disambut dengan gembira dan para murid menyapa”Guru, kamu telah kembali guru, kamu cantik sekali”Melihat kegembiraan dari para murid muridnya, Xia tidak berkuasa untuk menangis,Tidak peduli berapa banyak air mata yang di teteskan nya dan berapa banyak derita, keluh kesan dan kisah sedih yang dia lalui dalam 6 bulan, Xia merasakan semua kisah sedih dan penderitannya itu sangat seimbang dan pantas untuk harga yang dia bayar untuk melihat apa yang Xia lihat saat itu. Setelah beberapa hari di rumah, Xia kembali ke kota. Pada bulan ke tujuh, sekolah telah mempunyai lapangan bermain yang baru. Pada bulan ke delapan, sekolah membangun lapangan basket…pada bulan ke sembilan, setiap murid mempunya pensil yang baru. Pada bulan ke 10, sekolah mempunya bendera nasional sendiri, setiap murid bisa menaikan bendera setiap hari nya.

Hingga suatu waktu Xia dikenalkan kepada seorang businessman. Sang pengusaha luar asing bersedia membayar 3000 rmb buat satu malam. Dengan pikiran yang lelah yang telah dia lalui bbrp tahun lalu, Xia dengan lelah menuju hotel sang pengusaha asing. Dia bersumpah bahwa itu adalah pekerjaan kotor yang terakhir bagi dia dan setelah itu dia akan kembali ke desa dan bersama sama murid muridnya di sekolah. Akan tetapi nasib berkata lain sungguh tragis telah terjadi malam itu dimana Xia bersumpah untuk terakhir kali nya, Xia di diperkosa dan di siksa hingga terbunuh oleh 3 pengusaha asing tersebut. Xia baru saja bertambah umur nya menjadi umur 21 tahun. Xia saat itu juga meninggal tanpa mencapai keinginan yang terakhir, yaitu untuk membangun satu kelas bagus dengan 2 komputer yang bisa digunakan oleh murid murid.

Seorang pelacur telah meninggal dunia… keheningan yang di penuhi air mata. Saat itu langit kota ShenZen masih berwarna biru seperti lautan. Para murid2, guru2 dan beberapa ratus penduduk menghadiri acara pemakaman Xia di desa kecil bernama “GanShu” Pada saat itu, semua hanya bisa melihat foto hitam putih dari Xia dalam foto itu Xia mengikat rambut nya 2 dengan senyuman bahagia… Kepala sekolah membuka diary Xia dan membacakanya di depan para murid murid nya dan Xia menulis “Sekali melacur, bisa membantu satu anak yang tidak bisa sekolah. Sekali menjadi wanita simpanan, bisa membangun sebuah sekolah yang telah hilang harapan. Bendera setengah tiang dikibarkan.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Kisah Nyata : Keteguhan Si Kecil Bar'ah .::


Usianya masih terbilang belia, 10 tahun. Bersama kedua orang tuanya yang berprofesi dokter mereka pindah ke Arab Saudi untuk kehidupan yang lebih baik. Pada usia 10 tahun Bar'ah sudah menghafal seluruh Al-Qur'an dengan tajweed. Gurunya pun mengatakan dia anak yang cerdas dan kemampuannya selangkah lebih maju jika dibandingkan dengan anak seusianya. Keluarga kecil ini berkomitmen menjalankan Islam dengan seluruh ajarannya.

Hingga suatu hari... sang Ibu merasakan sakit perut yang luar biasa,dan setelah diperiksakan diketahui ternyata sang Ibu mengidap kanker yang sudah stadium lanjut/kronis.

Ibu Bar'ah berfikir untuk memberitahukan putrinya, terutama jika saat terbangun suatu hari dan tidak menemukan Ibunya di sampingnya..., dan ini yang dikatakan sang Ibu, " Bar'ah, Ibu akan pergi ke surga, tapi Ibu ingin kamu selalu membaca Al-Qur'an dan menghafalnya setiap hari karena kelak ia yang akan menjadi pelindungmu".

Gadis kecil itu tidak paham dengan apa yang Ibunya telah sampaikan. Tapi dia mulai merasakan perubahan keadaan Ibunya, terutama ketika sangIbu dipindahkan ke rumah sakit untukwaktu yang lama. Gadis kecil ini menggunakan waktu sepulang sekolah untuk menjenguk Ibunya danmembacakan Al-Qur'an untuk Ibunya sampai malam, hingga sang Ayah datang dan membawanya pulang.

Suatu hari pihak rumah sakit memberitahu Ayah Bar'ah jika kondisi istrinya sangat buruk, diminta datang secepat yang ia bisa. Tak lupa dia menjemput Bar'ah di sekolah sampai di depan rumah sakit dia menyuruh Bar'ah tetap di dalam mobil, sehingga dia tidak shock jika melihat Ibunya meninggal.

 Keluar dari mobil dengan berlinang airmata, sang Ayah menyeberang jalan untuk masuk ke rumah sakit, tanpa disadarinya sebuah mobil dengan kecepatan tinggi datang menabraknya dan meninggal seketika di depan putrinya... tidak terbayangkan bagaimana tangis gadis kecil saat itu ...melihat Ayahnya tercinta terlindas mobil di depan matanya.

Tragedi pilu Bar'ah belum berakhir sampai di sini. berita kematian Ayahnya disembunyikan dari Ibunya yang masih diopname di rumah sakit. Namun setelah lima hari semenjak kematian suaminya, sang Ibu akhirnya menyusul meninggal dunia. Dan kini gadis kecil itu sendirian tanpa kedua orang tua. Melalui perantara orang tua teman-teman sekolahnya kemudian berinisiatif untuk mencarikan kerabatnya yang berada di Mesir, dengan harapan bisa merawatnya.

Tak berapa lama tinggal di Mesir, Gadis kecil Bar'ah mengalami nyeri mirip dengan yang Ibunya dulu alami,oleh kerabatnya ia diperiksakan, setelah melalui serangkaian test didapati gadis kecil Bar'ah ternyata juga mengidap kanker.

Tapi apa yang dia katakan ketika ia diberitahu tentang penyakitnya,"Alhamdulillah, sekarang aku akan bertemu kedua orang tuaku". Semua teman-teman dan kerabatnya terkejut. Gadis kecil ini sedang menghadapi musibah yang bertubi-tubi tapi dia tetap sabar dan ikhlas, dengan apa yang telah ditetapkan Allah untuknya, Subhanallah....

Orang-orang mulai mendengar Bar'ah dan ceritanya, simpati mengalir akhirnya pemerintah Saudi memutuskan untuk mengurusnya serta mengirimkan ke Inggris untuk pengobatan penyakitnya. Salah satu TV Islam [Al-Hafiz] mendapati kontak dengan gadis kecil ini dan memintanya untuk membaca Al-Qur'an.


Dan ini adalah suara Indah Bar'ah, silahkan Anda dengarkan melalui Video di bawah ini:



Hingga suatu hari pihak TV menghubungi kembali sebelum ia pergi ke Coma [nama sebuah kota] dan dia berdoa untuk kedua orang tuanya serta menyayikan Nasheed, silahkan dengarkan alunan suaranya yang merdu di bawah ini:

http://www.youtube.com/watch?v=yD5S-jtxFls

Hari demi hari terlewati, kini kanker telah menyebar ke seluruh tubuh mungilnya, para dokter memutuskan untuk mengamputasi kakinya. Setelah beberapa hari selepas amputasi kaki diketahui kini kanker telah menyebar hingga ke otaknya. Dan oleh dokter diputuskan untuk mengoperasi otaknya. Dan sekarang Bar'ah menjalani parawatan secara intensif dirumah sakit.

Mari kita doakan untuknya dan untuk semua anak-anak yang sedang mengalami hal sama dimana pun kini berada.

"Jadikanlah Sabar dan Shalat SebagaiPenolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu".

[Al-Baqarah:45].

 Kisah ini terjadi di tahun 2009 dan pada tanggal 27 Juni 2010, Bar'ah kini telah kembali pada sang khalik menemui orang-orang yang dicintainya.

Innalillahi wa’inna ilaihi raji’un 3x...

Ketika kisah Bar'ah ditampilkan di TV2 Timur tengah ribuan orang menamakan bayi perempuannya dengan nama Bar'ah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Jangan Benci Q Mama .::

Dua puluh tahun yang lalu aku melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Hasan, suamiku, memberinya nama Erik. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Aku berniat memberikannya kepada orang lain saja atau dititipkan di panti asuhan agar tidak membuat malu keluarga kelak. 

Namun suamiku mencegah niat buruk itu. Akhirnya dengan terpaksa kubesarkan juga. Di tahun kedua setelah Erik dilahirkan, akupun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Kuberi nama Angel. Aku sangat menyayangi Angel, demikian juga suamiku. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan & membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.

Namun tidak demikian halnya dengan Erik. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Suamiku sebenarnya sudah berkali-kali berniat membelikannya, namun aku selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Suamiku selalu menuruti perkataanku.

Saat usia Angel 2 tahun, Suamiku meninggal dunia. Erik sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya aku mengambil sebuah tindakan yang akan membuatku menyesal seumur hidup. Aku pergi meninggalkan kampung kelahiranku bersama Angel. Erik yang sedang tertidur lelap kutinggalkan begitu saja.

Kemudian aku memilih tinggal di sebuah rumah kecil setelah tanah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.......... telah berlalu sejak kejadian itu.

Kini Aku telah menikah kembali dengan Beni, seorang pria dewasa yang mapan. Usia pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Beni, sifat-sifat burukku yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang.

Angel kini telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkannya di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Erik dan tidak ada lagi yang mengingatnya. Sampai suatu malam. Malam di mana aku bermimpi tentang seorang anak. Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arahku. Sambil tersenyum ia berkata, "Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali sama Mama!"

Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun aku menahannya,
"Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?"
"Nama saya Elik, Tante."
"Erik? Erik... Ya Tuhan! Kau benar-benar Erik?"

Aku langsung tersentak bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpaku saat itu juga. Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu, seperti sebuah film yang sedang diputar di kepala. Baru sekarang akua menyadari betapa jahatnya perbuatanku dulu. Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati..., mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Erik melintas kembali di pikiranku. Ya Erik, Mama akan menjemputmu Erik...sabar ya nak...."

Sore itu aku memarkir mobil biruku di samping sebuah gubuk, dan Beni suamiku dengan pandangan heran menatapku dari samping. "Maryam, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Oh, suamiku, kau pasti akan membenciku setelah kuceritakan hal yang telah kulakukan dulu." tetapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak.

Ternyata Tuhan sungguh baik kepadaku. Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangisku reda, aku pun keluar dari mobil diikuti oleh suami dari belakang. Mataku menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter didepan. Aku mulai teringat betapa gubuk itu pernah kutempati beberapa tahun lamanya dan Erik..... Erik......

Aku meninggalkan Erik di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih aku pun berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apa pun! Perlahan mataku mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu.

Namun aku tidak menemukan siapa pun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Aku mengambil seraya mengamatinya dengan seksama... Mataku mulai berkaca-kaca, aku mengenali betul potongan kain tersebut, itu bekas baju butut yang dulu dikenakan Erik sehari-hari...... Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, aku pun keluar dari ruangan itu... Air mataku mengalir dengan deras. Saat itu aku hanya diam saja. Sesaat kemudian aku dan suami mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, tiba - tiba aku melihat seseorang di belakang mobil kami. Aku sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.

Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali aku tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau ke sini?!"

Dengan memberanikan diri, aku pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Erik yang dulu tinggal di sini?"

Tiba - tiba Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk! Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Erik terus menunggu ibunya dan memanggil, 'Mamaaa..., Mamaaa!' Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan & mengajaknya tinggal bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Erik meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu....."

Saya pun membaca tulisan di kertas itu...
"Mama, mengapa Mama tidak pernah kembali lagi...? Mama benci ya sama Erik? Ma...., biarlah Erik yang pergi saja, tapi Mama harus berjanji kalau Mama tidak akan benci lagi sama Eric. Udah dulu ya Ma, Erik sayaaaang sama Mama, ......"

Aku menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan... katakan di mana ia sekarang? Aku berjanji akan meyayanginya sekarang! Aku tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!" Suamiku memeluk tubuhku yang bergetar sangat keras.

"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Erik telah meninggalkan dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mama-nya datang, Mama-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana ... Ia hanya berharap dapat melihat Mamanya dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya disana. Nyonya, dosa Anda tidak terampuni!"

Aku kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Zhang Da : Q Mau Mama Kembali .::

Zhang Da, Kisah Seorang Anak Teladan dari Negeri China

Di Propinsi Zhejiang China, ada seorang anak laki yang luar biasa, sebut saja namanya Zhang Da. Perhatiannya yang besar kepada Papanya, hidupnya yang pantang menyerah dan mau bekerja keras, serta tindakan dan perkataannya yang menyentuh hati membuat Zhang Da, anak lelaki yang masih berumur 10 tahun ketika memulai semua itu, pantas disebut anak yang luar biasa.

Saking jarangnya seorang anak yang berbuat demikian, sehingga ketika Pemerintah China mendengar dan menyelidiki apa yang Zhang Da perbuat maka merekapun memutuskan untuk menganugerahi penghargaan Negara yang Tinggi kepadanya. Zhang Da adalah salah satu dari sepuluh orang yang dinyatakan telah melakukan perbuatan yang luar biasa dari antara 1,4 milyar penduduk China. Tepatnya 27 Januari 2006 Pemerintah China, di Propinsi Jiangxu, kota Nanjing, serta disiarkan secara Nasional keseluruh pelosok negeri, memberikan penghargaan kepada 10 (sepuluh) orang yang luar biasa, salah satunya adalah Zhang Da.

Pada tahun 2001, Zhang Da ditinggal pergi oleh Mamanya yang sudah tidak tahan hidup menderita karena miskin dan karena suami yang sakit keras. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang Papa yang tidak bisa bekerja tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan. Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk Papanya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai. Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini.Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah.

Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan papanya. Demikian ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya.

Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui. Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan. Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya. Hidup seperti ini ia jalani selama lima tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat.

ZhangDa Merawat Papanya yang Sakit.

Sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggungjawab untuk merawat papanya. Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya, ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya, semua dia kerjakan dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggungjawabnya sehari-hari.

Zhang Da menyuntik sendiri papanya.

Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur sepuluh tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli. Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan ijeksi/suntikan kepada pasiennya.

Setelah ia rasa ia mampu, ia nekad untuk menyuntik papanya sendiri. Saya sungguh kagum, kalau anak kecil main dokter-dokteran dan suntikan itu sudah biasa. Tapi jika anak 10 tahun memberikan suntikan seperti layaknya suster atau dokter yang sudah biasa memberi injeksi saya baru tahu hanya Zhang Da. Orang bisa bilang apa yang dilakukannya adalah perbuatan nekad, sayapun berpendapat demikian. Namun jika kita bisa memahami kondisinya maka saya ingin katakan bahwa Zhang Da adalah anak cerdas yang kreatif dan mau belajar untuk mengatasi kesulitan yang sedang ada dalam hidup dan kehidupannya. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah trampil dan ahli menyuntik.

Aku Mau Mama Kembali

Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da, Pembawa Acara (MC) bertanya kepadanya, “Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu, berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah, besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, orang terkenal yang hadir.

Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!” Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, “Sebut saja, mereka bisa membantumu” Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar iapun menjawab, “Aku Mau Mama Kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu Papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama Kembalilah!” demikian Zhang Da bicara dengan suara yang keras dan penuh harap.



Saya bisa lihat banyak pemirsa menitikkan air mata karena terharu, saya pun tidak menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya, mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit, mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, melihat katabelece yang dipegangnya semua akan membantunya. Sungguh saya tidak mengerti, tapi yang saya tahu apa yang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku Mau Mama Kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.

 Tidak semua orang bisa sekuat dan sehebat Zhang Da dalam mensiasati kesulitan hidup ini. Tapi setiap kita pastinya telah dikaruniai kemampuan dan kekuatan yang istimewa untuk menjalani ujian di dunia. Sehebat apapun ujian yg dihadapi pasti ada jalan keluarnya…ditiap-tiap kesulitan ada kemudahan dan Tuhan tidak akan menimpakan kesulitan diluar kemampuan umat-Nya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Papa... Tolong Kembalikan Tangan Ita .::

Ini sebuah kisah untuk dijadikan Pengalaman dan Pelajaran bagi Ayah Yang Ringan Tangan


Sepasang suami isteri, seperti pasangan lain di kota-kota besar -- meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah saat bekerja. Anak tunggal keluarga ini, gadis kecil berusia 4,5 tahun, sendirian di rumah. Acapkali dia bermain, asyik dengan dunianya sendiri, diabaikannya pembantu yang juga sibuk membersihkan rumah. Bermainlah dia, berayun-ayun di atas buaian yang dibelikan papanya, ataupun memetik bunga, mengejar kupu-kupu, di halaman luas rumahnya, dengan pagar yang selalu terkunci rapat.

Suatu hari, dia melihat sebatang paku berkarat. Tertarik, dia pun mencoret lantai garasi. Tapi, karena lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak kelihatan. Tak putus asa, coretan dia pindahkan ke mobil papanya, yang baru datang sebulan lalu, mobil mewah berwarna hitam metalik. Coretannya pun tampak jelas. Dia gembira, dengan tanpa lelah, dia tarik garis-garis putih sepanjang mobil itu, dan dia bayangkan, "papa akan senang, mama akan senang..."

Ia tahu, menjelang sore, papanya akan datang, dengan ibu, sehabis menghadiri undangan. Setelah penuh coretan sisi sebelah kanan, dia beralih ke sebelah kiri mobil. Dia gambar wajah papa dan mamanya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imajinasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah. Pulang petang itu, terkejut orang tua si anak ini, melihat mobil yang baru dibeli dengan kredit, sudah penuh cacat. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini?!" Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Wajahnya merah padam ketakutan saat melihat wajah bengis tuannya.

Sekali lagi, dia mendengar pertanyaan itu, lebih keras, dan dengan gugup, dia menunduk, "Tidak tahu, Pak..." "Tak tahu?! Kamu di rumah sepanjang hari, apa saja yang kamu lakukan?" hardik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara papanya, datang tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata, "Ita yang membuat itu papa... cantik kan?!" katanya sambil memeluk papanya, ingin bermanja seperti biasa.

Si bapak yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa-apa itu, melolong, kesakitan dan ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si bapak memukul pula punggung tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman itu. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa? Si bapak cukup rakus memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya.

Setelah si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan punggung tangan si anak, luka kecil dalam, berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil membersihkan luka-luka itu, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan saat luka-lukanya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu di kamarnya. Si bapak, juga si ibu, seakan tak begitu perduli.

 Keesokkan harinya, kedua-dua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu pada majikannya. "Oleskan obat saja!" jawab tuannya. Pulang dari kerja, dia tidak bertanya lagi tentang anaknya, yang biasa selalu menyambutnya dengan pelukan. Ia biarkan anaknya di kamar pembantu. Si bapak mungkin ingin mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, tak pernah sekali pun dia menjenguk si anak. Si ibu pun sama, hanya sesekali bertanya kepada pembantu.

"Ita demam, Bu...” jawab pembantunya ringkas. "Kasih minum Panadol," jawab si ibu. Sebelum masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dia lihat Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. "Biar Ita tahu dia telah melakukan kesalahan," bisiknya.

Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 tepat," kata majikannya itu, santai. Sore itu, Ita pun di bawa ke dokter. Tapi, dokter klinik langsung merujuk ke rumah sakit karena keadaan yang kian serius. Setelah seminggu di rawat inap, dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. "Tidak ada pilihan lagi," katanya, dengan suara yang putus asa. Dokter mengusulkan agar kedua tangan anak itu diamputasi kerana gangren yang terjadi sudah terlalu parah. "Lukanya sudah bernanah, parah. Demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah," jelas dokter.

Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar. Tapi apa yang dapat mereka katakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak seperti orang gila, menangis tersedan-sedan saat menandatangani surat persetujuan amputasi.

Keluar dari ruang operasi, selepas pengaruh obat bius, Ita menangis kesakitan. Dia heran melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. "Papa..., Mama... Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau dipukul papa. Ita janji tak akan jahat lagi. Ita ayang Papa... sayang Mama," katanya berulang kali, membuat si ibu gagal menahan rasa sedihnya. "Ita juga sayang Kak Narti..." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuatkan gadis dari Surabaya itu meraung histeris.”Tapi Pa...tolong balikan tangan Ita. Untuk apa Papa ambil juga... kan tangan Ita sudah papa pukul, kenapa diambil...? Ita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana nanti kalau Ita mau makan? Bagaimana kalau Ita mau main? Ita janji tidak akan mencoret mobil papa lagi. Ita janji..." katanya berulang-ulang diringi isak tangisnya yang terdengar pilu. Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung dia, merangkul Ita. Sementara si Bapak, hanya bisa diam, memandangi tangan anaknya, dengan air mata yang jatuh tak putus-putusnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

::. Karena Kamu Tulang Rusuk-Q .::


Sebuah senja yang sempurna, sepotong donat, dan lagu cinta yang lembut. Adakah yang lebih indah dari itu, bagi sepasang manusia yang memadu kasih? Raka dan Dara duduk di punggung senja itu, berpotong percakapan lewat, beratus tawa timpas, lalu Dara pun memulai meminta kepastian. ya, tentang cinta.

Dara : Siapa yang paling kamu cintai di dunia ini?
Raka : Kamu dong?
Dara : Menurut kamu, aku ini siapa?
Raka : (Berpikir sejenak, lalu menatap Dara dengan pasti) Kamu tulang rusukku! Ada tertulis, Tuhan melihat bahwa Adam kesepian. Saat Adam tidur, Tuhan mengambil rusuk dari Adam dan menciptakan Hawa. Semua pria mencari tulang rusuknya yang hilang dan saat menemukan wanita untuknya, tidak lagi merasakan sakit di hati."

Setelah menikah, Dara dan Raka mengalami masa yang indah dan manis untuk sesaat. Setelah itu, pasangan muda ini mulai tenggelam dalam kesibukan masing-masing dan kepenatan hidup yang kain mendera. Hidup mereka menjadi membosankan. Kenyataan hidup yang kejam membuat mereka mulai menyisihkan impian dan cinta satu sama lain. Mereka mulai bertengkar dan pertengkaran itu mulai menjadi semakin panas. Pada suatu hari, pada akhir sebuah pertengkaran, Dara lari keluar rumah. Saat tiba di seberang jalan, dia berteriak,
"Kamu nggak cinta lagi sama aku!" Raka sangat membenci ketidakdewasaan Dara dan secara spontan balik berteriak,

"Aku menyesal kita menikah! Kamu ternyata bukan tulang rusukku!"

Tiba-tiba Dara menjadi terdiam, Berdiri terpaku untuk beberapa saat. Matanya basah. Ia menatap Raka, seakan tak percaya pada apa yang telah dia dengar. Raka menyesal akan apa yang sudah dia ucapkan. Tetapi seperti air yang telah tertumpah, ucapan itu tidak mungkin untuk diambil kembali. Dengan berlinang air mata, Dara kembali ke rumah dan mengambil barang-barangnya, bertekad untuk berpisah. "Kalau aku bukan tulang rusukmu, biarkan aku pergi. Biarkan kita berpisah dan mencari pasangan sejati masing-masing."

Lima tahun berlalu. Raka tidak menikah lagi, tetapi berusaha mencari tahu akan kehidupan Dara. Dara pernah ke luar negeri, menikah dengan orang asing, bercerai, dan kini kembali ke kota semula. Dan Raka yang tahu semua informasi tentang Dara, merasa kecewa, karena dia tak pernah diberi kesempatan untuk kembali, Dara tak menunggunya. Dan di tengah malam yang sunyi, saat Raka meminum kopinya, ia merasakan ada yang sakit di dadanya. Tapi dia tidak sanggup mengakui bahwa dia merindukan Dara. Suatu hari, mereka akhirnya kembali bertemu. Di airport, di tempat ketika banyak terjadi pertemuan dan perpisahan, mereka dipisahkan hanya oleh sebuah dinding pembatas, mata mereka tak saling mau lepas.

Raka : Apa kabar?
Dara : Baik... ngg.., apakah kamu sudah menemukan rusukmu yang hilang?
Raka : Belum.
Dara : Aku terbang ke New York dengan penerbangan berikut.
Raka : Aku akan kembali 2 minggu lagi. Telpon aku kalau kamu sempat. Kamu tahu nomor telepon kita, belum ada yang berubah. Tidak akan ada yang berubah.
Dara tersenyum manis, lalu berlalu.

"Good bye...."

Seminggu kemudian, Raka mendengar bahwa Dara mengalami kecelakaan, dan meninggal. Malam itu, sekali lagi, Raka mereguk kopinya dan kembali merasakan sakit di dadanya. Akhirnya dia sadar bahwa sakit itu adalah karena Dara, tulang rusuknya sendiri, yang telah dengan bodohnya dia patahkan.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

"Selamat Tinggal Sayang... I Love You"



Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan ku bersama suamiku. Meskipun ia menikahiku, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, sikap benciku aku selalu simpan dan aku rahasiakan. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

"Maaf sayang, kemarin Erick meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku." Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. "Apalagi??"

"Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?" tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena "musuh"ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

untuk kesekian kalinya aku telepon, tiba-tiba…. teleponku diangkat juga. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, "selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak Armandi?" kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, beberapa saat kemudian terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang.

Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana.

Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku berdoa karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Tuhan karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Doalah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Tuhan padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak.

Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.


Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukanlah banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Allah memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Sarah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu. Dan Erick, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Sarah ya. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Selamat tinggal sayang,

I love you forever…….

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku dinikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, "Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Sarah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?"

Aku merangkulnya sambil berkata "Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta."

Putriku menatapku, "Seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?"

Aku menggeleng, "bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua."

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS